Mock Battle

578 113 1
                                    

Seperti biasa, setelah selesai dengan kelas di kampus, Ryo melakukan latihan rutinnya. Namun, ia merasa masih ada yang kurang ketika selama ini hanya berlatih sendiri. Ketika melakukan sparing dengan Elena, ia bisa mendapatkan esensi pertarungan nyata yang tak bisa ia dapat ketika berlatih sendiri.

Akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Elena untuk meminta sedikit bantuan, tapi karena Elena sedang sangat sibuk dengan persiapan eliminasi tahap akhir, dia menyuruh Ryo untuk datang saja ke mansion.

Sebastian menyambutnya di depan pintu, ketika ia datang dan langsung mengantarkan Ryo ke sebuah ruangan yang belum pernah ia masuki sebelumnya.

Hanya ada sebuah pintu besar dari besi ketika Ryo memasuki ruangan itu, Sebastian memasukan beberapa kunci dan membuka pengaman biometrik dengan tangannya.

Sebuah lorong memanjang dan turun ke bawah tanah sejauh puluhan meter menggunakan tangga, Ryo bertanya-tanya apa gerangan yang ada di ujung lorong, ketika mendengar banyak suara di ujung cahaya lorong.

Mata Ryo langsung terbelalak ketika melihat ruangan bawah tanah itu, sangat luas dan dipenuhi oleh petarung yang secara khusus dilatih untuk menjadi Rifter Elit White Raven. Segala jenis senjata dan teknik diperagakan oleh mereka dengan kemampuan luar biasa.

“Selamat datang di White Raven’s Dungeon,” sambut Sebastian seraya membuka kedua tangannya.

Ryo hanya terdiam takjub melihat semua yang belum ia ketahui.

“Eh? Dimana Elena?” tanya Ryo.

“Nona Elena sedang sedikit sibuk sekarang ini di Kanada, mempersiapkan Fire Camp, maka dari itu saya sendiri yang menjadi teman berlatih anda.” jawab Sebastian.

“Eh! Apa Elena tidak salah?”

“Tentu saja tidak, nah, ayo kita mulai sesi latihan kita,” ujar sebastian seraya berjalan ke sebuah rak berisi berbagai jenis senjata dan mengambil sebilah Rapier, pedang tipis yang biasa digunakan oleh para ksatria inggris.

“Tunggu dulu, aku tak ingin menyakiti anda,” ucap Ryo sedikit khawatir jika mematahkan beberapa tulangnya.

“Tidak perlu khawatir, mari kita mulai,” jawab Sebastian dengan mengayunkan pedangnya.

Satu tangan di belakang punggungnya dan tangan yang satunya mengacungkan ujung pedang ke arah Ryo.

Tatapan Sebastian yang biasanya teduh penuh perhatian, berubah menjadi sangat tajam dan mengintimidasi ketika masuk ke mode tempur.

Ryo terkejut melihatnya, Kepala Pelayan yang ia kenal selalu memperlihatkan wajah yang damai, berubah bak seperti siap memenggal kepalanya.

Ryo langsung mundur satu langkah dan memasang kuda-kudanya. Sebastian langsung membuka serangan, dengan menghujam ke arah tengah, Ryo menangkis serangan itu dan membalasnya dengan ayunan ke arah leher.

Dengan cepat Sebastian menangkis serangan itu, walaupun sudah mengimbuhkan energi apinya ke pedang.

Selama beberapa saat, dentingan bunyi legam terdengar sangat nyaring, tak ada yang mau mengalah di antara mereka berdua.

Orang-orang sedang berlatih terdiam menyaksikan latih tanding itu. Hingga akhirnya, Ryo terpental ketika menerima tendangan di dadanya.

“Anda terlalu fokus kepada serangan frontal, sehingga lupa untuk melihat celah saya,” ujar Sebastian dengan tenang.

Nafas Sebastian yang jauh lebih teratur dibanding Ryo menunjukan perbedaan jauh kemampuan mereka.

“Aku tak menyangka anda sekuat ini,” ujar Ryo seraya mundur sepuluh meter, “baiklah bagaimana dengan ini!”

Ryo langsung mengambil kuda-kuda Iai berniat menyelesaikan pertarungan dalam sekali serang.

“Oh? Menarik, saya merasa terhormat untuk menerima serangan anda, maju!”

Sebastian hanya berdiri tegak menanti serangan, hanya dengan sekejap Ryo melesat dan mengayun pedangnya, Sebastian sedikit terkejut dan menahan serangan itu hingga terseret beberapa meter kebelakang.

Ryo mengencangkan rahangnya dan terus menekan Sebastian, orang-orang yang menyaksikan itu terkejut ketika melihat Sebastian terpojok.

“Kekuatan yang sangat besar, bisa membuka gerbang kelima dalam waktu singkat,” gumam Sebastian sambil menahan serangan Ryo.

Tetapi, itu sudah menjadi rencana Sebastian, dengan lihai ia memalingkan tubuhnya kesamping dan memukul pergelangan tangan Ryo dengan punggung pedangnya. Momentum itu sukses membuat Ryo tersungkur ke lantai.

“Haha, persis seperti yang saya harapkan dari tuan muda,” puji Sebastian. Walaupun ia terlihat baik-baik saja, dia menyembunyikan tangannya yang masih bergemetar menerima serangan Ryo.

“Masih belum! Ayo lagi!” pekik Ryo dengan kesal dan meninju lantai beton hingga retak.

“Jika itu mau anda,” jawab Sebastian seraya menundukan kepala.

Dengan itu, latih tanding mereka berlangsung hingga malam hari, tak peduli berapa kali ia harus jatuh, Ryo terus bangkit hingga tangannya lebam di sana-sini.

Melihat kondisinya yang tak memungkinkan lagi, Sebastian menyudahi latih tanding itu. Ryo juga menyetujuinya dan kembali ke asrama setelah makan malam.

Ryo mengingat kembali latih tanding bersama Sebastian sembari menatap langit kamarnya. Dari situ ia menyadari, aliran energi di dalam tubuh Sebastian sangatlah kokoh tapi juga bergerak dengan sangat presisi di setiap bagian tubuhnya.

Tidak seperti dirinya yang masih menggunakan energi elemen dengan serampangan dan asal.

THE RIFTER Jilid 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang