20 : Bilik pengakuan dosa

12.7K 2.9K 652
                                    

2010, Seoul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2010, Seoul.

Taeyong kecil, tengah melukis sesuatu di atas tanah. Tangan mungilnya melukiskan dua wajah seseorang dengan gambaran sederhana. Tubuh mungil yang dilapisi baju serba hitam itu berjongkok, bermain-main dengan tanah.

"Taeyong, sepertinya mobil ini butuh perbaikan agak lama, apa kau mengantuk?" Jennie, mengaitkan kacamata hitam miliknya di atas kepala.

Taeyong kecil yang murung menggeleng lemah, "tidak."

Mereka baru sedang dalam perjalanan pulang, dari prosesi penghormatan terakhir orang tua Lee Taeyong.

Si mungil begitu sedih, bahkan ia tak banyak bicara saat bersama orang-orang yang berduka tadi. Taeyong hanya diam, duduk di pojok ruangan sambil menatap sayu foto kedua orang tuanya.

Jennie yang kini bertugas penuh untuk menjaga Taeyong, merasa kasihan dengan si mungil. Ia bisa merasakan, bagaimana hancurnya hati Taeyong mendengar kedua orang tuanya yang menjadi korban tewas penyekapan dan pembunuhan oleh oknum perampok.

Perempuan itu masih ingat, takutnya Taeyong saat ia terkunci di kamarnya yang begitu gelap.

Si mungil tak bisa apa-apa, mendengar orang tuanya meraung-raung di luar karena ulah para perampok itu.

Kondisi Castel Lee sepi, tak ada penjaga atau siapa pun selain Taeyong dan orang tuanya, membuat para perampok itu bisa bebas melakukan kegiatannya.

Jennie merutuki dirinya sendiri yang tak bisa menolong keluarga Lee, karena saat itu ia diberi tugas oleh ayahTaeyong untuk membeli kado ulang tahun Taeyong.

Ya, kedua orang tua Taeyong meninggal, tiga hari sebelum ulang tahun Taeyong.

Setelah kejadian itu, Taeyong menjadi bocah pendiam. Selama polisi memintai keterangan padanya, Taeyong tak menjawab sama sekali pertanyaan polisi yang menyelidiki kasus yang menimpa keluarganya.

Ia hanya diam, murung, dengan tatapan kosongnya. Bahkan kini Taeyong tak mau jika ada ruangan di kediamannya yang gelap dan tidak berpenerangan.

Taeyong hanya.. trauma.

"Apa kau ingin jalan-jalan di sekitar sini?" Jenni melihat ke sekitar, hutan yang cukup rindang tapi tak ada kesan menyeramkan. Sejuk.

Si mungil berdiri, menepuk telapaknya di paha, membersihkan debu. "Kemana?"

"Terserahmu, tapi jangan jauh-jauh. Aku akan memperbaiki mesin mobilnya, oke?"

Taeyong mengangguk samar, mengedarkan pandang kemudian.

Lingkungannya terasa asing, namun entah kenapa perasaan Taeyong sedikit tenang menghirup aroma tanah dan air yang bercampur. Ah, bau hutan memang khas.

Taeyong pun berjalan perlahan, meninggalkan Jennie yang membenarkan mobil mogoknya di pinggir jalan di tengah hutan.

Apart to come | Jaeyong [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang