FP ✿✿Wedding✿✿

391 68 2
                                    

Meja-meja bundar berbalut kain berwarna putih serta kursi-kursi yang mengelilingi meja itu sudah terisi penuh oleh para tamu undangan. Kak Rangga dan Kak Naura sudah sah menjadi suami istri sejak satu jam lalu. Tepat nya pada pukul sembilan pagi Kak Rangga mengucapkan ijab kobul.

Aku bersama keluargaku serta Adin merasa turut berbahagia, melihat Kak Naura dengan suaminya berada diatas pelaminan sambil terus tersenyum karena para tamu yang mengucapkan kalimat selamat serta meminta foto.

Aku hanya duduk melihat para tamu yang terus berdatangan. Suasana pernikahan ini begitu meriah, terlihat banyak sekali teman-teman dari Kak Rangga dan Kak Naura menghadiri pernikahan ini.

Kedua orang tua Adin datang walau hanya sebentar. Mereka hanya menghadiri ketika akad berlangsung. Setelah itu Om Iwan dan Tante Laras segera pergi menuju kantor, mereka bilang harus menghadiri rapat bulanan.

Ibu serta Ayah pastinya berada di atas pelaminan juga untuk menerima ucapan selamat. Aku terus tersenyum melihat pemandangan yang begitu indah, pemandangan yang jarang sekali aku lihat.

Seperti yang dikatakan Adin semalam. Dia benar-benar menjelma menjadi seorang princess. Adin terlihat begitu cantik dengan polesan makeup peach coral look. Akan tetapi keelokan Adin tidak bisa membohongi suasana hati yang sebenarnya. Sejak tadi Adin hanya terdiam. Raut wajah yang terlihat sumringah tidak dapat membohongiku. Ekspresi itu sangat palsu, dia tidak benar-benar merasa gembira.

"Kamu kenapa, hm?" tanyaku. "Jangan membohongi diri kamu sendiri," ucapku membawa Adin melihat kearahku. "Aku tahu kamu masih memikirkan hal kemarin, tapi cobalah untuk jujur. Jujur pada diri kamu sendiri. Jangan pura-pura bahagia seperti ini."

"Kalau kamu mau nangis lagi, silahkan. Tidak ada yang melarang kamu untuk menangis. Jangan menutupi kesedihan kamu dengan senyuman itu. Aku nggak suka,"

Adin tertegun. Ia tidak ingin merusak suasana hari ini. Ia tidak ingin merusak momen dimana ia seharusnya merasa bahagia. Adin tidak ingin membuat Mika merasa terbebani oleh dirinya. Adin akan menyimpan air mata ini sampai acara selesai. Adin tidak akan menangis disini! Tidak akan!

Satu tarikan napas Adin lakukan, kemudian mengatakan sebuah kalimat. "Aku baik-baik aja."

"Aku nggak yakin kalau kamu baik-baik aja,"

"Beneran, aku udah lupain kejadian kemarin." Yakin Adin. "Aku happy kok. Masa udah dandan cantik kaya gini nangis, nggak worth it banget. Udah bela-belain bangun pagi-pagi buat di make up-in, masa belum setengah hari udah luntur." Sambungnya dengan nada sedih. "Jadi aku nggak bakal nangis."

"Eh lagian kenapa aku nangis? Nggak ada yang harus di tangisin, kecuali nanti mungkin pas acara sungkeman." Ungkap Adin diiringi dengan senyuman tipis.

"Jadi kamu nggak usah khawatirin aku."

Aku hanya membalasnya dengan senyuman lebar. Sebenarnya aku tidak sepenuhnya mempercayai ucapan Adin, aku tahu Adin tengah berbohong. Akan tetapi aku akan mempercayai kebohongan Adin untuk saat ini. Aku tidak ingin merusak suasana.

"Dan_masalah pemanggilan wali murid, aku nggak akan bilang Papa sama Mama, biarin aku kena hukuman aja," putus Adin setelah memikirkan permasalahan itu sepanjang malam.

Adin tidak mau kedua orang tuanya sampai di bawa-bawa hanya karena masalah sepele seperti itu. Adin akan menerima hukuman apapun supaya ia bisa menebus kesalahan nya. Adin tahu dirinya salah, maka dari itu selagi ia bisa menangani masalah ini sendiri, kenapa tidak?

Aku akan menghargai setiap keputusan yang Adin ambil, mungkin itu jalan terbaik baginya. Adin tahu apa konsekuensi dari pilihannya sendiri, walau bisa dibilang Adin cukup labil. Namun aku percaya bahwa dia bisa menentukan pilihan yang terbaik untuk dirinya.

Farmasi & Perawat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang