Go Juu Ichi

18.7K 2.3K 478
                                    

Haechan memegang kepalanya yang berdenyut-denyut bukan main.

Han, rekan kerja satu shift-nya melihat tingkah aneh Haechan bergerak mencegah sesuatu yang buruk terjadi.

"Haechan, kau ke ruang karyawan saja dulu biar aku yang di kasir."

Haechan mengangguk mengiyakan meski kepalanya masih berdenyut lagi.

"Astaga, gimana sih? Kalau sakit tidak usah kerja harusnya!" Protes wanita, pelanggan restoran cepat saji itu.

"Mohon maaf atas ketidaknyaman-nya, bu." Ujar Han dengan sabar lalu menulis semua pesanan yang diinginkan pelanggan tersebut.

Haechan pun memasuki ruangan tersebut, namun sial sudah. Pandangannya memburam, telinganya berdengung.

"E-eh? Kak Haechan?!" Pekik seorang gadis pekerja paruh waktu di sana.

Dia mencoba membawa tubuh Haechan namun mengangkatnya saja susah karena tubuhnya sangat mungil dibanding tubuh pemuda beranak satu itu.

"Kak Hyunjin bantuin Lami, dong! Jangan diam begitu!" Keluh Lami— gadis pekerja paruh waktu itu.

"Iya. Sebentar dong, Lami. Resleting celanaku belum kepasang baik."

Lami meggulirkan matanya, Hyunjin staf shift malam itu pun membantu meletekkan tubuh Haechan ke ruangan bos Mereka.

"Bos, Haechan pingsan."

Jeno yang sedang menghitung recehan pun terkaget, tidak biasanya calon iparnya drop begitu.

"Letakkan di sofa-ku." Perintah Jeno. Dia pun mengambil kotak p3k miliknya.

"Hyunjin, terimakasih. Kau bisa lanjutkan kerja mu. Lami, sekarang bantu aku buat Haechan bangun."

Lami mengangguk, dia melepas alas kaki yang Haechan pakai. Melonggarkan ikatan pinggang pemuda itu sesuai arahan sang bos.

"Dahinya panas, apa karena demam?" Ujar Jeno bertanya kepada dirinya.

"Apa bos? Demam?"

Jeno mengangguk, "Sepertinya. Oh ya Lami, tolong buatkan teh hangat untuknya."

"Siap, bos."

Sementara lami pergi, Jeno memberikan aroma kayu putih di sekitar pernafasannya. Memijat pelan beberapa persendian tangan Haechan mencoba membangunkannya dari pingsan.

Tak lama, akhirnya ada pergerakan dari Haechan. Matanya perlahan terbuka, tapi kalimat yang dilontarkan Haechan membuat Jeno memasang wajah datar.

"Kenapa ada wajahmu?"

Jeno menjauh, dia berdiri lalu menendang sofa itu.

"Ei bodoh, aduh." umpat Haechan.

Jeno hanya menatap datar penuh kekesalan padanya, "Kenapa bisa begini? Aneh."

"Itu—" kalimat Haechan terhenti saat Lami masuk membawakan minuman untuknya.

"Kak Haechan udah siuman?! Ini kak, diminum. Kakak sudah sarapan? Apa perlu Lami—"

"Lami bisa keluar?" Lempar Jeno. Dia terlalu gemas dengan tingkah para wanita pengejar mama muda berkedok duda itu.

"Hehe, maaf bos. Aku lanjut kerja, bye!"

Haechan hanya tertawa kecil melihat gadis yang pergi dari sana.

"Bertingkah begitu, kau merasa tampan apa?" Tanya Jeno dengan kesal.

"Faktanya."

"Iya tampan tapi janda. Cuih" gumam Jeno.

"Bilang lagi, kita pukul-pukulan ya bos!"

[Part II] Let's Being A GayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang