Chapter 16

2.2K 98 1
                                    

Dante tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan tentang interaksi terakhirnya dengan Eve. Wanita itu benar – benar tahu caranya membuat Dante gila. Ada sesuatu di dalam dirinya yang selalu menghantui pikiran Dante dan pagi itu, ketika ia bangun hal pertama yang ada dipikirannya adalah Eve. Ia masih ingat jelas ketika Eve menampar pipinya. Dante belum pernah dalam hidupnya ditampar seperti itu oleh seorang wanita. Memang ketika ia kecil, ayahnya sering menamparnya, tetapi ketika ia mulai beranjak dewasa, pria tua itu sudah tidak melakukan kekerasan fisik kepadanya lagi dan ia mulai sakit – sakitan juga, sementara tidak ada figur wanita dalam hidupnya yang berani menyakitinya, hanya karena ia tidak akan pernah membiarkan mereka melakukan hal itu kepadanya dan ketika ayahnya meninggal, tidak ada lagi yang berani menyentuhnya.

Eve adalah wanita pertama yang pernah menamparnya dan entah kenapa hal itu membuatnya makin penasaran dengan wanita itu. Pagi itu ia bangun dengan suasana hati yang gundah. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan semacam itu. Ia tahu ia tidak seharusnya memikirkan hal semacam itu lebih lama lagi tetapi ia tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri terhadap Eve. Dante bukanlah seorang pria yang bodoh, sejak kecil ia sudah belajar cara mengontrol dirinya sendiri, dulu ia melakukan hal itu dengan alasan karena ia takut kepada kedua orangtuanya, namun kini ia melakukan hal itu karena ia berada di dunia bisnis dan ketika kau berada di dunia bisnis, kau harus bisa mengontrol dirimu sendiri.

Hanya saja, semuanya berbeda jika sudah berkaitan dengan Eve. Baginya, Eve adalah wanita yang membuatnya gila. Hal itu membuatnya galau dan takut di saat yang bersamaan dan ia tidak mengerti kenapa ia bisa membiarkan dirinya sendiri mengalami hal itu.

But it is what it is.

Akhirnya, masih dengan perasaan yang berat, ia bangun pagi itu dan bersiap – siap berangkat kerja, ia harus fokus, masih banyak yang harus dikerjakan selain mengurusi wanita itu. Dante berjalan menuju ruangannya dan saat itu sekretaris barunya, yang namanya dilupakan oleh Dante, sudah tiba terlebih dahulu. Seperti biasanya, ia mengenakan pakaian kantor yang agak terbuka. Karena dia melepaskan dua kancing paling atas dari kemejanya yang memperlihatkan belahan dadanya dan ia mengenakan rok pensil yang terbilang cukup ketat.

Dante tahu bagaimana caranya wanita itu bisa melalui protokol pakaian di sana, ia akan mengancingkan dua buah kancing paling atas dari kemejanya ketika tidak ada yang melihat kemudian baru melepaskannya ketika sudah tiba di kantor Dante yang terbilang cukup tertutup. Saat ia tiba, wanita itu sedang mengatur beberapa dokumen di lemari, jadi paling tidak ia mengerjakan tugasnya dengan baik, namun semuanya tidak berhenti di sana karena beberapa saat kemudian, wanita itu langsung berusaha menarik perhatian Dante.

"Oh, boss, kau sudah tiba! Aku sudah menunggumu dari tadi, apakah kau sudah minum kopi? Aku sempat membuatkan kopi untukmu, jangan khawatir, ini masih panas." Dante mendekati wanita itu dan memang dibandingkan dengannya, ia jauh lebih pendek. Dante menatap pakaiannya yang terbuka lalu kembali menatap ke matanya.

"Kau masih belum tahu juga ya? Tempat ini memiliki aturan berpakaian, jika kau mengenakan pakaian seperti ini, lebih baik kau bekerja di tempat lain saja." Kata Dante dengan nada agak kesal. Wanita itu sedikit terkejut dengan respon Dante yang begitu dingin, namun ia berjalan mendekati Dante dan menatap pria itu dalam – dalam, ia menggerakan tubuhnya, meliku seperti ular, lalu mengistirahatkan tangannya ke dada pria itu.

"Aku berpakaian seperti ini agar kau, sebagai bossku, bisa senang. Apakah kau tidak merasa lebih bersemangat jika bekerja dengan aku yang berpakaian seperti ini?" Leia sudah berjalan terlalu jauh, pikirnya, lebih baik ia selesaikan saja di sana, saat itu juga.

Jadi dengan beraninya, ia menempelkan dadanya ke dada Dante yang saat itu sedang menatap wanita itu dengan ekspresi sedingin batu. Sementara Leia mengedipkan matanya berulang kali kepada pria itu dengan ekspresi menggoda.

"Aku bisa membuatmu merasa sangat senang, kau tahu?" ia mulai membuka beberapa kancingnya dan mengekspos branya ke hadapan Dante. Ekspresi Dante masih tidak berubah, ia masih memandang wanita itu dengan tatapan dingin yang sama. Namun tiba – tiba Dante menarik lengan wanita itu dan mencium bibirnya, mendorongnya ke tembok dan Leia bahkan tidak punya waktu untuk memproses apa yang sedang terjadi.

Namun seketika wajah Eve muncul di balik pikiran Dante. Terlihat wajah wanita itu sedang sedih karena melihat apa yang sedang ia lakukan. Hal ini menyadarkan Dante dan ia langsung mundur dan mengusap bibirnya sendiri, berusaha menghilangkan bekas Leia di sana. Sementara sekretarisnya berdiri kebingungan, masih berusaha menyadarkan dirinya dari apa yang baru saja terjadi.

"Ada apa? Kenapa kau berhenti?" tanya wanita itu. Dante membalikan badannya dan seketika menyesali apa yang baru saja ia perbuat, bukan karena ia peduli terhadap Leia, namun bayangan sedih wajah Eve yang seolah – olah kecewa terhadapnya membuatnya merasa malu akan dirinya sendiri.

"Cepat pakai kembali bajumu sekarang. Mulai besok, jangan kembali lagi ke sini." Katanya dengan nada rendah. Leia berdiri di sana dan langsung mengancingkan kemejanya dengan ekspresi tidak percaya. Ia tidak tahu apa yang terjadi kepada Dante, kenapa ia tiba – tiba bersikap dingin seperti itu. Baru saja satu menit yang lalu pria itu menciumnya, kini ia mendorongnya menjauh.

"Apa maksudmu?" tanyanya dengan kebingungan walaupun dalam hatinya Leia sudah tahu persis apa maksud pria itu.

"Kau dipecat. Bereskan barang – barangmu. Jangan kembali ke sini lagi." Leia menggelengkan kepalanya, ia berusaha mendekati Dante lagi dan menyentuh punggungnya. Namun gestur ini membuat Dante kesal, ia menangkis tangan wanita itu lalu memanggil security untuk membawanya keluar. Ia tidak peduli apa yang pegawai lainnya akan katakan tentang kejadian itu, yang ia tahu ia ingin agar wanita itu segera keluar dari kantorny.

"Dante, tolong, jangan Dante!" Wanita itu memanggilnya dengan namanya, namun tidak dapat menghentikan perintahnya. Tidak lama kemudian security datang dan Dante memerintahkan mereka untuk membawa Leia keluar dari sana. Dua orang petugas security itu menarik tangan Leia dan wanita itu berusaha untuk melawan, namun ia tidak berhasil melakukannya, karena mereka lebih kuat darinya. Dante bahkan tidak mau menatap wanita itu ketika ia sedang ditarik keluar. Wanita itu terus menerus memanggil namanya namun ia tidak peduli.

Dante memejamkan matanya dan yang ada di pikirannya hanyalah Eve seorang. Ia membayangkan mata biru wanita itu, rambut pirangnya, kulitnya yang mulus dan bibirnya yang merona memanggil nama Dante. Ia membayangkan sentuhan wanita itu di kulitnya, lalu mengambil nafas dalam – dalam. Setelah beberapa saat, ia membuka matanya untuk menemukan jendela yang terbuka, mengarah kepada pemandangan gedung – gedung pencakar langit di kota yang tidak pernah tertidur.

Pria itu tidak dapat menahannya lagi, ia harus segera bertemu kembali dengan Eve dan menyelesaikan urusan mereka, jika tidak, ia bisa gila.

Dan ia tahu persis apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkannya.

The Devil ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang