Chapter 28

814 40 1
                                    

Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menyukai menjadi pengganti seseorang, termasuk Eve. Setelah wanita itu pergi, Dante berusaha mengejarnya hingga ia akhirnya keluar dari penthouse pria itu dan berlari menuju lift. Saat itu kebetulan pintu lift terbuka dan Eve langsung masuk ke dalamnya. Ia cepat – cepat menekan tombol menutup pintu dan tepat saat Dante akan sampai di depan lift, pintu sudah tertutup dengan rapat.

Eve bukanlah wanita cengeng yang sering menangis, tetapi entah kenapa di saat itu ia merasa ingin sekali menangis. Dadanya terasa sakit, seolah – olah seseorang baru saja menonjok area jantungnya. Ia tidak mengerti kenapa perasaan sakit yang ditimbulkan dari apa yang baru saja terjadi begitu dalam. Seharusnya mereka berdua menikmati santapan malam yang menyenangkan sambil mengobrol, yang mungkin nanti pada akhirnya dapat membawa pasangan ini ke dalam surge dunia. Namun, seolah sudah direncanakan, rencana makan malam mereka berdua rusak begitu saja karena kenyataan yang Dante sudah berusaha sembunyikan rapat – rapat. Memang jika sudah takdir, segala rahasia yang disimpan juga akan terbongkar pada waktunya.

Tetap saja, kenyataan yang ada di hadapannya pahit. Ia benar – benar mengira bahwa Dante memang benar – benar menyukainya karena dirinya sendiri. Karena ia adalah Genevieve Hummington, namun rupanya selama ini dia hanyalah pengganti dan obat rasa rindu Dante terhadap kakak perempuannya yang sudah meninggal dunia. Pantas saja sejak awal Dante selalu protektif dan berusaha memperlakukannya dengan sangat baik. Rupanya bukan karena dirinya spesial, namun karena ia mirip dengan Sofia Winston.

Betapa bodohnya diriku! Memang sejak awal tidak mungkin seorang seperti Dante akan benar – benar mencintaiku. Aku bodoh sudah percaya kepadanya.

Eve berusaha menahan air matanya yang sudah siap mengalir deras saat ia berjalan keluar dari lobby apartemen. Ia harus memanggil taksi untuk pulang. Itu adalah hal wajar yang harusnya ia lakukan. Tetapi ia sedang tidak ingin sendirian juga, walaupun sebenarnya ia tidak ingin ada seorangpun melihat dirinya dalam keadaan yang begitu menyedihkan.

Akhirnya ia memutuskan untuk cepat – cepat mengusap air matanya dan berjalan menuju ke mall terdekat. Tidak ada sesuatu yang ingin ia beli, hanya saja ia benar – benar sedang tidak ingin sendirian saat itu, jadi ia memutuskan untuk berjalan – jalan sejenak untuk melepaskan pikirannya dari apa yang baru saja terjadi. Untung saja ia tinggal di New York, kota yang tidak pernah tidur. Walaupun ia tiba di sana sudah cukup malam, sekitar jam delapan, hampir jam setengah sembilan malam, namun mall tersebut masih terbilang cukup ramai. Ia memutuskan untuk melihat – lihat bagian pakaian untuk menyenangkan dirinya sendiri, karena bagaimanapun juga Eve adalah seorang wanita dan ia menyukai hal – hal semacam itu.

Ia melihat bagian kemeja dan tiba – tiba saat berjalan ia mendapati wajah yang cukup familiar. Ia melihat Elliot sedang berdiri dengan jarak dua meter darinya, pria itu sedang melihat beberapa jas yang tergantung di sana. Selama ini Eve selalu berpikir bahwa pria itu hanya memakai jas yang dibuat khusus untuk ukuran tubuhnya oleh penjahit tertentu, tetapi siapa sangka bahwa Elliot juga memakai jas yang langsung jadi. Eve membeku disana, ia berpikir bahwa ia seharusnya membalikan badannya dan pergi saja, tetai sebelum ia bisa melakukannya, Elliot menemukannya.

Eve langsung cepat – cepat memalingkan mukanya, karena ia tahu persis bahwa matanya masih lembap. Mungkin Elliot tidak akan menyadarinya dan ia tidak akan peduli, namun Eve sudah memiliki cukup drama hari itu, ia akan pergi ke bagian lain saja. Hanya tanpa sepemikirannya, tiba – tiba Elliot berjalan menuju ke arahnya. Pria itu langsung mengambil tangan Eve dan membuatnya menatap wajahnya.

"Ternyata mataku memang tidak salah lihat. Kau habis menangis." Kata pria itu secara tiba – tiba. Wajahnya menunjukan ekspresi yang sedih. Seolah – olah Elliot yang dingin yang ditemuinya di kantor selama beberapa hari ini hilang begitu saja, digantikan dengan Elliot yang dulu ia kenal, sebelum ia mengungkapkan semuanya kepada pria itu.

"Ah, Elliot, aku tidak melihatmu, apa yang sedang kau lakukan di sini?" Eve berusaha untuk tersenyum dan menjaga profesionalisme nya, karena bagaimanapun juga, Elliot adalah bossnya. Saat itu Eve tidak tahu apa yang Elliot telah lalui, sebenarnya pria itu ingin memutuskan segala perasaannya terhadap Eve, dan malam itu ia sedang mencari jas baru untuk pergi kencan keesokan harinya dengan seorang wanita lain yang baru ia kenal.

Tetapi setelah melihat Eve dalam keadaan seperti itu, sesuatu bergerak di dalam dirinya, seolah – olah es batu yang telah ia bentuk terhadap Eve meleleh begitu saja saat ia melihat mata Eve yang sedikit memerah karena habis menangis.

Elliot tidak tahu kenapa, ia tidak suka melihat Eve menangis, seolah – olah sesuatu di dalam hatinya bergejolak dan rasa protektif muncul di dalam dirinya.

"Eve, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Elliot.

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Elliot, apa maksudmu? Aku baik – baik saja, hanya sedikit tidak enak badan, makanya wajahku seperti ini." Eve berusaha tersenyum untuk menutupi rasa sakit yang sedang ia rasakan, namun sia – sia saja. Elliot bisa membaca semuanya. Wanita itu sedang tidak baik – baik saja.

Elliot tahu bahwa jika ia tetap memaksanya dan menanyakan apa yang sedang terjadi Eve akan mengelaknya begitu saja, jadi ia melakukan sesuatu yang tidak pernah ia pikir akan lakukan, ia mengambil lengan Eve dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Ia merasa sangat sedih. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, atau kenapa ia melakukan hal itu. Elliot bukanlah pria paling romantis di dunia, juga bukan tugasnya untuk menjaga Eve. Wanita itu telah menyakiti hatinya, jadi kenapa? Kenapa ia masih peduli?

Elliot juga tidak tahu. Hal itu mengingatkannya kepada pertemuan pertama mereka. Saat pertama kali dirinya bertemu dengan Eve, saat itu dirinya juga sedang menangis. Hal ini membuatnya bertanya – tanya. Apakah air mata yang sedang ia tuangkan saat itu ditujukan untuk orang yang sama seperti sebelumnya. Jika hal itu benar, maka sudah jelas bahwa Eve meneteskan air mata untuk pria yang salah.

Hal itu membuat Elliot marah. Karena dalam hatinya ia tahu bahwa Eve layak dan pantas mendapatkan yang terbaik. Wanita itu begitu berharga. Air matanya tidaklah murah. Jadi tidak sepantasnya ia meneteskannya untuk pria yang salah.

Eve tahu tidak seharusnya ia berada di dalam pelukan Elliot saat itu, tidak setelah apa yang ia lakukan kepada pria itu, namun apalah daya, ia membutuhkan sebuah pelukan. Kehangatan tubuh Elliot yang ia rasakan membuatnya tidak kuat lagi, untungnya mereka sedang berada di pojokan dimana tidak banyak sales assistant yang melihat mereka berdua. Tanpa ia sadari, Eve akhirnya mulai menangis di dalam pelukan Elliot.

Tubuh Eve bergetar di pelukan Elliot. Saat itu ia memberanikan dirinya untuk mengelus rambut Eve. Sebelumnya ia tidak pernah sedekat itu terhadap wanita tersebut. Hatinya langusng berdegup dengan sangat kencang, ada berbagai macam emosi yang sedang bermain di dalam dirinya.

"Atur nafasmu, Eve. Kau akan baik – baik saja." Kata pria itu setelah mereka memutuskan pelukan tersebut. Eve mengusap air matanya sekali lagi. Ia menatap Elliot dan meminta maaf karena ia sudah membuat kemeja yang digunakannya basah oleh air matanya.

Ia hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Eve tersebut.

"Tidak apa - apa Eve, kau tahu, bahwa aku akan ada di sini untukmu. Hingga kau mau bercerita tentang apa yang terjadi. Aku akan menunggumu. Jika kau mau, aku akan menemanimu malam ini lewat telepon."

Eve menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa - apa Elliot, sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik." katanya lemah sambil sekali lagi menatap wajah pria itu.

The Devil ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang