Chapter 32

775 34 0
                                    

Lola sedang duduk di apartemennya yang baru saja ia sewa di New York, harga sewa yang menjadi semakin mahal di kota metropolitan tersebut tidak menjadi halangan baginya untuk menyewa salah satu penthouse di tengah kota walaupun ia hanya tinggal sendiri di sana. Ia tidak pernah kekurangan apapun. Masih ada beberapa pria yang pernah bersamanya yang memberikannya tunjangan hidurp, selain itu Lola sudah memiliki suatu bisnis yang ia jalankan yang tidak membutuhkan kehadirannya sendiri. Dengan kata lain, ia tidak bermasalah secara finansial. Seharusnya sebagai seorang wanita, saat itu ia senang, ia bisa mendapatkan apapun yang ia inginkan secara material. Jika ia ingin belanja apapun, tas, pakaian, sepatu, apapun itu, ia dapat membelinya dengan mudah.

Lalu kenapa ia tidak merasa tenang? Kenapa ia masih merasa galau? Ia menanyakan pertanyaan itu kepada dirinya sendiri, padahal ia tahu persis jawabannya kenapa. Ia tahu persis kenapa ia merasa seperti itu, karena ia tidak merasa bahagia jika ia tidak mendapatkan Dante. Kenapa? Dante adalah segalanya baginya, Dante adalah permulaan dari segalanya. Mungkin bodoh baginya jika ia terus mengharapkan pria itu kembali, tetapi hatinya menginginkan pria itu.

Setelah beberapa saat ia mulai merasa bosan dengan ketenangan yang ada, keheningan tersebut membuatnya muak. Ia berjalan dan menyalakan musik lalu mulai berdansa sendiri di kamarnya mengikuti alunan music yang lembut. Dulu sekali dirinya harus berdansa untuk menyenangkan para pelanggan, tetapi kini ia bisa berdansa untuk bersenang – senang. Yang paling penting adalah, ia dapat berdansa untuk dirinya sendiri.

Namun tarian itu terhenti ketika teleponnya bordering. Ia tidak tahu siapa yang meneleponnya malam – malam begitu. Apapun itu ia tidak begitu menyukainya, ia benci ditelepon malam – malam seperti itu. Tidak pernah ada hal baik yang keluar dari ditelepon malam – malam. Ia langsung menghentikan aktifitas yang sedang ia lakukan saat itu lalu mengambil telepon itu.

"Halo?" tanyanya.

"Lola, ini aku, Cameron." Lola bernafas lega mendengar suara wanita yang berada di ujung telepon. Untungnya, yang meneleponnya saat itu bukanlah salah seorang dari mantannya lagi, ya memang ia sudah memutuskan hubungan dengan banyak dari mereka karena ia tidak suka berpegang kepada masa lalu. Jika ia bisa melakukannya, ia ingin menghapus masa lalunya dan menulis ulang sejarah kehidupannya. Terlepas dari itu, ia harus fokus ke masa kini dan memperhatikan apa yang wanita di telepon itu akan katakan selanjutnya. Cameron adalah salah satu staff yang bekerja di kantor Dante. Memang posisnya tidaklah tinggi, namun Lola berhasil mendekati wanita itu dan mendapatkan rasa percayanya, terlebih lagi, Cameron mendukung ide Lola untuk mendekati Dante karena itu artinya posisi Cameron di sana sudah diamankan. Dengan kata lain, itu adalah hubungan pertemanan berbasis bisnis yang dianggap menguntungkan untuk kedua belah pihak.

Walaupun demikian, Cameron tidak akan menelepon Lola jika tidak ada sesuatu yang penting yang ingin ia sampaikan, jadi Lola deg – degan juga ketika ia bertanya tentang alasan wanita itu menelepon.

"Lola, kau harus tahu bahwa Dante tidak sedang berada di kantor hari ini. Aku bertanya kepada salah satu staff dalam nya dan ia mengatakan bahwa Dante telah secara personal mengambil hari libur untuk dirinya sendiri dan meminta salah satu staffnya untuk mengawasi kantor selama seminggu. Tidak ada yang tahu kemana ia pergi, ia tidak memberitahu siaapapun, tetapi aku memiliki firasat bahwa ia sedang jet setting dengan seorang wanita."

Jet setting? Lola tahu bahwa Dante bukanlah tipe pria yang akan mengajak sembarang wanita untuk pergi Jet Setting dengan dirinya. Ia tidak tahu kenapa Dante bisa mendadak mengambil jatah liburan seperti itu, memang dia bossnya, tetapi Lola yakin Dante tidak akan melakukannya secara mendadak seperti itu, pasti ada alasan kenapa Dante melakukan hal semacam itu.

"Apa kau yakin ia tidak memberitahu siapapun?" tanyanya.

"Aku yakin, jika ada apapun aku pasti mendengarnya. Dia tidak memberitahu siapapun, pasti ada alasan. Kau tahu sendiri ia tidak memiliki keluarga dekat, mereka semua sudah tidak ada jadi apa lagi yang sedang ia lakukan jika tidak-" Sebelum Cameron dapat menyelesaikan perkataannya Lola mengucapkan terima kasih singkat lalu menutup teleponnya. Ia tidak kuat jika harus mendengar satu kata lagi keluar dari bibir wanita itu tentang Dante.

Berita yang baru saja ia dengar membuat Lola merasa tidak enak. Ia tidak bisa membayangkan Dante bersenang – senang ataupun tidur dengan wanita lain. Hal itu membuatnya kehilangan akal sehatnnya. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang dan nafasnya tersengal – sengal.

Ia berlari ke dapur untuk mengambil segelas air dan meneguknya langsung. Itu menenangkannya sedikit tetapi tidak bisa menghilangkan rasa tidak enak yang ada di hatinya. Dante hanya miliknya, tidak ada wanita lain yang bisa mengambilnya dari dirinya.

Lola mengambil teleponnya, jika terpaksa, ia harus mencari tahu segalanya dari berbagai sumber yang bisa ia dapatkan. Walaupun ia harus meminta bantuan dari beberapa pihak yang sebelumnya tidak ingin ia sentuh sama sekali.

Wanita itu menarik nafas yang panjang dan mencari kontak dari list panjang yang ada di HP nya. Hingga ia berhenti dan menatap nama itu di layar handphonenya. Ya, ia tidak pernah berpikir bahwa ia akan meminta bantuan pria itu lagi. Setelah sekian lama memutuskan hubungan, ia bahkan tidak tahu apakah ia akan membantunya. Jika benar demikian maka tentu saja semuanya itu tidak akan ia terima secara gratis. Akan ada harga yang perlu ia bayar jika ia berhubungan dengan sang iblis lagi. Namun ia harus melakukannya demi kewarasan dirinya sendiri.

"Halo?" Suara pria itu terdengar berat dari sana. Ia harus menarik nafas sebelum ia bisa membalasnya, ia mulai ragu apakah itu adalah sebuah pilihan yang tepat tetapi sudah terlambat, ia sudah meneleponnya dan ia harus menyelesaikan tujuannya menelepon.

"Lola? Apakah ini benar – benar kau? Aku tidak percaya kau masih menyimpan nomorku setelah bertahun – tahun. Apa kabarmu, sayang? Kuharap kau baik – baik saja. Dimana kau sekarang? Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu bertubi – tubi, dari nada bicaranya, Lola bisa merasakan campuran sarkastisme, rasa senang dan sedikit amarah yang bercampur jadi satu. Namun ia tidak peduli, selama pria itu masih merespons artinya ia masih memiliki kesempatan untuk berbicara dengannya.

"Aku baik – baik saja, hanya saja... sekarang aku sedang membutuhkan sedikit bantuan." Ia tidak percaya ia baru saja mengatakan hal itu terhadap pria yang sudah lama tidak ia hubungi, terdengar seperti wanita tidak tahu diri, tetapi ia tidak peduli, ia akan melakukan apapun demi mengetahui segalanya tentang Dante.

"Bantuan? Wah aku tidak menyangka Lola ku tersayang akan kembali meminta bantuan kepada pria tua ini. Kukira dulu kau pernah mengatakan bahwa kau tidak membutuhkan bantuanku lagi karena kau sudah bisa berdiri sendiri dengan kedua kaki indah mu itu." Tawanya kecil. Namun Lola sedang tidak dalam mood untuk bercanda atau mengentertain sifat pasif aggressive dari pria tersebut.

"Aku tahu, ini masalah mendesak." katanya singkat, namun dengan nada sedikit lebih manis.

"Hm... katakan padaku, Lola sayang, apa yang sedang kau butuhkan? Uang? Jika uang masalahnya itu bukanlah masalah. Aku bisa mengirimkanmu berapa banyakpun yang kau inginkan, selama kau menemuiku lagi."

"Bukan uang, ini bukan masalah uang..." balasnya lagi.

"Oh, lalu bantuan apa yang kau butuhkan?"

Lola menarik nafas panjang lalu mengatakan keinginannya kepada pria itu. Beberapa detik kemudian sebuah tawa kecil kembali terdengar.

"Itu bukan masalah. Baiklah. Aku akan melakukannya untukmu, sepertinya kita akan banyak bercakap - cakap lagi, Lola sayang. Hubungi aku kembali nanti. Untuk sekarang aku masih ada pekerjaan. Aku akan bicara padamu lagi dan jangan lupa, tetaplah cantik untukku." Setelah kalimat itu, teleponnya dimatikan.

Lola duduk termenung disana. Ia tidak percaya bahwa ia baru saja membuat sebuah perjanjian dengan sang iblis lagi.

Semua itu untuk Dante.

The Devil ObsessionWhere stories live. Discover now