Bagian 04 | Semesta Mengelilingi Erina

1.6K 285 22
                                    

Semakin banyak kita membenci, semakin besar kekuatan yang kita miliki

Evaria 10 tahun lalu sama seperti anak muda pada umumnya, sedang semangat-semangatnya memasuki dunia perkuliahan yang terdengar serba keren. Ia mengambil jurusan ilmu komunikasi, cita-citanya sangat sederhana, ia hanya ingin menjadi pegawai kantoran yang bekerja nyaman di dalam ruangan ber-AC, libur hari sabtu minggu, dan menikah muda agar rentang usianya dengan anaknya kelak tidak terlalu jauh. Kemudian menjalani kehidupan normal seperti orang lain.

Eva masih ingat jelas, ketika itu Eva langsung menuju rumah sakit sepulang dari kampus. Sudah hampir seminggu Erina dirawat. Erina sering mengeluhkan sakit kepala, sehingga Papa memutuskan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh di rumah sakit. Dokter mendiaknosa Eva mengidap tumor otak, semua orang terpukul mendengar kabar itu, sementara Erina tidak berhenti menangis karena takut mati. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan. Dilihat dari posisi dan massa tumor, Erina memiliki peluang sembuh cukup besar. Mama Erina memohon pada Papa untuk mengikuti saran dokter sebelum tumor itu makin menyebar dan memburuk.

Papa mengajak Eva bicara pelan-pelan, awalnya Eva kira Papa hanya akan memintanya membantu Mama merawat Erina. Tapi ternyata Papa mengatakan rencananya menjual rumah mereka untuk biaya operasi serta perawatan Erina.

"Tapi itu rumah keluarga Mama." Barangkali Papa lupa, Eva mengingatkan bahwa rumah yang mereka tempati adalah rumah warisan keluarga Mama Eva. Saat Mama meninggal, keluarga besar sepakat rumah itu nantinya akan jadi milik Eva.

"Karena itu Papa minta pengertian kamu."
Eva bimbang, ini bukan masalah mau tidak mau. Rumah itu salah satu kenangan nyata yang ditinggalkan mamanya. "Papa dan Mama Yuli nggak punya uang sama sekali?"

"Maafkan Papa, Sayang." Papa menunduk penuh penyesalan. Eva tidak tega melihatnya.

Eva mendesah berat melepaskan rumah itu. "Bagaimana kalau kita jadikan jaminan pinjaman bank saja, Pa?"

"Dana yang harus kita persiapkan bukan hanya untuk operasi saja, pasca operasi Erina masih harus dapat perawatan. Papa juga takut cicilan bulanannya akan memberatkan kita. Kalau kita jual, sebagian uangnya bisa kita belikan rumah lagi meskipun lebih kecil."

Eva terdiam lama. Ia tidak mungkin tega membiarkan kondisi Erina memburuk, meski bukan adik kandungnya, dia kini keluarga Eva. Melihat gadis ceria itu tergolek tak berdaya membuat hatinya sedih. "Benar-benar tidak ada jalan lain ya, Pa?"

Papa menggeleng berat.

Rumah pun akhirnya dijual dengan harga di bawah pasaran karena mereka butuh uang secepatnya, kabar itu sempat membuat keluarga Mama Eva marah besar. Eva lah yang berusaha keras memberi penjelasan meski pada akhirnya tetap tidak bisa diterima, mereka semua kecewa pada Eva karena dianggap tidak bisa menghentikan kelancangan Papanya. Lain cerita jika rumah itu dijual untuk kebutuhan Eva sendiri. Sejak saat itu keluarga melepaskan hubungan dengan Eva dan papanya.

Eva dan keluarga sementara mengontrak di sebuah rumah kecil dengan dua kamar tidur, selagi Papa mencari rumah baru yang cocok dengan budget yang tersisa setelah dikurangi perkiraan biaya pengobatan Erina hingga sembuh total.

Biaya perobatan Erina, dari operasi sampai dinyatakan sembuh ternyata jauh melebihi perkiraan, Papa terpaksa memakai uang untuk beli rumah baru agar bisa menutupi kekurangan itu. Mereka terpaksa mengubur mimpi untuk memiliki rumah lagi.

Eva kehilangan kamar pribadi dan harus berbagi ruang dengan Erina di kamar yang ukurannya tidak lebih besar dari kamar di rumah sebelumnya. Papa jadi sangat berhemat sejak itu, dia tidak pernah lagi membawa martabak keju sepulang kerja.

[COMPLETE] EVARIA - Memihak Diri SendiriWhere stories live. Discover now