Bagian 13 | Laki-laki Tanpa Sikap

1.6K 284 14
                                    

Begitu mudahnya orang kecewa karena harapan tak tercapai dan kepercayaan yang dikhianati. Tapi selalu saja mereka menjebak diri di pola yang sama

"Pagi."

Kening Eva mengernyit, memastikan pengelihatannya saat ini. Tekstur wajah Saga terlalu nyata untuk disebut sebagai 'sisa mimpi semalam'.

"Apa apa? Kamu melihatku seperti sedang melihat hantu." Senyum Saga mengembang menimbulkan rasa gelisah. Lelaki itu sudah berpakaian dan wajahnya sudah tampak segar.

"Kenapa kamu masih di sini?"

"Apa seharusnya aku nggak di sini?"

"Ini diluar kebiasaanmu. Aku nggak pernah melihat kamu setiap bangun, meskipun kita tidur di kamarmu."

Lelaki itu tersenyum lagi, seolah harinya dipastikan akan penuh keberuntungan. "Kalau begitu, mulai sekarang aku akan menunggumu bangun sebelum pergi lagi."

"Kamu membuat ucapanmu terdengar seperti janji." Eva tersenyum mencemooh.

"Kamu bisa menganggapnya sebagai janji." Ucap Saga dengan enteng yang jelas tidak Eva percaya. Jika Saga bisa seenteng itu membuat janji, Eva bernai taruhan Saga tidak pernah dibuat menunggu dalam harapan. "Kenapa tidak? Kita bisa sarapan bareng. Gimana?" Lanjut Saga.

Eva menggeleng pelan, perasaannya terluka tak jelas sebabnya. "Kamu bermain-main dengan kata janji ke orang yang salah, Ga. Pergilah, aku masih mau tidur."

Senyum Saga memudar. Ia memang bangkit, tapi belum beranjak dari atas tempat tidur Eva. "Ada apa lagi, Va? Semalam kita baik-baik saja, kenapa sekarang kamu begini lagi?"

"Semalam aku sedang horny."

Napas berat berhembus keluar dari celah bibir Saga. "Baiklah, nggak apa-apa kalau menurutmu aku masih belum bisa dipercaya. Aku juga minta maaf karena sudah menungguku lama tadi malam."

"Aku nggak menunggumu."

"Kalau begitu kenapa kamu marah?"

"Aku memang pemarah, lupa?"

"Cukup, Va." Erang Saga tertahan. "Siapa pun nggak akan pernah bisa memahami kamu kalau kamu nggak terbuka. Kalau ada hal yang menganggumu, bilang. Kalau ada yang membuatmu marah, bilang. Kalau kamu menginginkan sesuatu, bilang, Evaria! Aku bukan peramal yang bisa baca pikiran orang."

"Apa aku pernah minta kamu memahamiku, Ga?" Tanya Eva. "Aku nggak butuh orang lain memahamiku. Sudah kubilang, aku bisa memihak diriku sendiri."

Saga menatap Eva lelah. "Sesulit itu kamu bisa percaya ke orang, Va?"

"Untuk apa? Aku bukan orang bodoh yang suka rela menjebak diri di pola yang sama. Percaya, berharap, lalu ujung-ujungnya kecewa. Aku belajar banyak dari pengalaman, Ga."

"Yang harus kamu jadikan pelajaran itu bukan bagian kamu dikecewakan, Va. Tapi bagaimana memilih orang yang tepat untuk dipercaya. Harena pernah dikecewakan sekali dua kali, belum tentu yang ketiga kalinya akan sama."

"Lalu seperti apa orang yang tepat itu?" tanyanya menantang namun meremehkan di saat yang sama. "Seperti kamu?"

"Kita berteman sudah sangat lama, kan, Va? Beritahu aku apa yang masih membuatmu meragukanku."

[COMPLETE] EVARIA - Memihak Diri SendiriWhere stories live. Discover now