Bagian 17 | Cerita ini Bukan Hanya Milik Evaria

1.5K 272 10
                                    

'Bagaimana bisa' adalah sebuah pertanyaan yang tidak berlaku untuk takdir

Suara gelak tawa Mira dari ruang tengah sangat menganggu Lala. Baru sehari tinggal di rumah Eva, lagak Mira sudah seperti nyonya. Hari berikutnya tingkahnya makin menjadi-jadi. Meski sudah diberitahu Mira tidak boleh menyuruh-nyuruh Bi Emi, Mira sesekali masih meminta Bi Emi melakukan sesuatu untuknya dan berujung Bi Emi dimarahi Lala karena tidak berani menolak Mira.

Mira meraih remot di atas perut Mira dan mematikan televisi, sontak saja Mira menyelak marah. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Mira masih berbaring di sofa.

"Aku yang harusnya tanya, apa yang kamu lakukan di rumah orang lain?"

"Benar, rumah orang lain, dan bukan rumahmu. Aku nggak perlu izin darimu saat si pemilik rumah berkata aku bisa melakukan apa saja di sini."

"Astaga benar-benar nggak tahu diri." Lala Tertawa mencemooh. "Kamu kira Mbak Ev nggak tahu niat kamu sebenarnya ke sini? Kamu pura-pura baik pasti mau memata-matai dia, kan untuk balas dendam?"

Sambil berdecak terganggu Mira bangun, kakinya di silangkan dan kepalanya mendongak menghadap Lala. "Kamu yakin di sini aku satu-satunya yang pura-pura baik di depan Eva?"

"A-apa maksudmu?!"

"Saat mengizinkanku masuk ke rumahnya, Eva nggak pernah mempercayaiku. Dia bilang, dia bahkan nggak pernah sepenuhnya percaya dengan orang yang selama ini tinggal dengannya."

Kening Lala berkerut, tanda ia sedang berpikir keras. Lima tahun terakhir yang tinggal serumah dengan Eva adalah Lala. "Jangan sok tahu, aku lebih mengenal Mbak Eva daripada kamu." Lala sebenarnya masih ingin menyadarkan Mira lebih banyak tapi ia tak punya banyak waktu, Prita memintanya datang ke kantor agensi. "Hari ini kamu bebas karena aku akan pergi, tapi ingat, aku akan selalu mengawasi kamu." Lala menunjuk-nunjuk wajah Mira dengan remot TV.

Mira merebut remot itu dan menjawab santai. "Sama, aku juga akan mengawasimu."

***

Saga sangat sakit hati pada Eva, sekaligus marah pada dirinya sendiri. Eva nyatanya bukan batu yang akan terkikis oleh kesabaran aliran air, karena Eva lebih keras dari batu yang barangkali baru bisa terbelah jika dijatuhkan dari langit. Meski begitu, Saga tidak ingin Eva benar-benar jatuh. Kali ini Saga akan jadi penonton yang baik. Yang benar-benar hanya menonton tanpa ikut ambil peran di hidup Eva.

Erina bisa dibilang sangat bergantung dengan Saga, tumbuh bersama sebagai sosok kakak spesial membuat Erina selalu lari ke Saga setiap kali ada masalah. Tentu saja itu kebalikan dari Eva.

Saga bukannya tidak menyadari Erina menganggapnya lebih dari sakadar Kakak pengganti Eva, Saga hanya berpura-pura tidak sadar. Saga juga merasa tidak perlu menegaskan jenis hubungan antara mereka, selama Erina belum mengungkitnya, Saga anggap Erina sudah cukup mengerti dengan hubungan mereka yang seperti ini.

"Makan dulu, Rin." Saga meletakkan semangkok sup ayam dan nasi di piring terpisah di atas nakas tempat tidur Erina. Ini juga salah satu alasan Saga tidak bisa meninggalkan Erina, karena mental dan fisik Erina tidak sekuat Eva. Pertengkaran Erina dengan Eva terakhir kali sudah cukup mengguncangnya, ditambah lagi Erina cerita kalau Mira sekarang lebih memilih Eva daripada dirinya, padahal Erina sudah meminta maaf dan menawarkan bantuan dengan tulus.

[COMPLETE] EVARIA - Memihak Diri SendiriWhere stories live. Discover now