20;-

3.1K 412 99
                                    

Seminggu merenungi nasib, Jungkook mulai membenahi kehidupannya.

Menyimpan kasur tempat tidur enam alien itu.

Mengembalikan buku-buku yang dipinjam Namjoon dari perpustakaan.

Menyimpan bahan membuat kue dalam lemari yang dibeli Seokjin.

Menata foto-foto yang diambil Taehyung dengan kameranya.

Menyimpan sepatu lamanya yang dihias Hoseok.

Menyatukan kertas-kertas berisi coretan Yoongi menjadi buku jurnal.

Membagikan makanan kucing yang Jimin beli kepada tetangga.

Benar omongan Lisa kemarin. Kemungkinan besar enam pemuda itu sudah move on dari kehidupan mereka di sini yang begitu sederhana. Kembali ke kehidupan mewah mereka sebagai royalti.

Di ujung kecil hatinya, Jungkook harap mereka tidak semudah itu melupakan dirinya.

Tangannya memijat pinggangnya pelan, mencoba meredakan rasa tidak nyaman yang kembali muncul.

Jungkook mengambil tas ranselnya, bersiap pergi ke kampus. Mata bulatnya menatapi seisi kamarnya yang tiba-tiba merasa kosong.

Seolah-olah tidak ada yang pernah tinggal bersamanya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Lagi apa, Jungkook-ah?"

Jungkook setengah berjengit kaget. Mata bulatnya menatap ke atas, bertemu dengan mata seperti boneka yang dikenalnya jelas.

"Oh, Lisa? Kelasmu sudah selesai?" Jungkook mengedipkan matanya bingung, kembali fokus pada layar laptop di depannya.

"Profesornya tidak hadir, jadi kami boleh keluar," Lisa mengedikkan bahunya tidak acuh, matanya masih belum lepas dari wajah Jungkook. "Ngapain kamu?"

Sahabat lelakinya itu mengangkat kepalanya lagi. Ekspresinya cerah, berbanding terbalik dengan air mukanya kemarin-kemarin.

"Aku lagi buat lockscreen wallpaper!" Dengan semangat, Jungkook memutar laptop agar menghadap Lisa. "Bagus gak?"

Lisa mendengung, matanya membola kecil melihat hasil karya Jungkook.

"Bagus juga, siapa yang ajarin?"

Mata Jungkook kembali lagi ke layar. "Minta tolong Yugyeom," jawabnya tanpa pikir panjang. Samar-samar pemuda manis itu mendengar Lisa kembali mendengung, tapi tidak dihiraukannya.

Beberapa menit mereka habiskan dalam diam yang nyaman.

"Jung-ah, sebentar lagi kelasmu lho."

Jungkook tersentak kaget, lockscreen yang baru terpasang ikut menampilkan waktu.

"Oh, iya. Duluan ya, Lisa." Dengan terburu-buru, Jungkook merapikan peralatannya dan memasukkan semua alat itu ke dalam tasnya. Melambaikan tangannya ke Lisa, Jungkook setengah berlari ke arah kelasnya di ujung lain bangunan.

Dalam perjalanan, layar smartphone miliknya kembali dihidupkan. Pemuda Jeon itu tersenyum singkat dalam rindu, sebelum kembali menyimpan handphone-nya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Jungkook-ah, gerakanmu terlalu kaku."

Jungkook meringis mendengar peringatan itu untuk ketiga kalinya. "Maaf, hyung." Pemuda manis itu memberengut. "Lagi kurang enak badan."

Pelatih klub dansa mereka, Kai, hanya bisa menghela nafas. Sedikit merasa kecewa melihat salah satu penari terhebat mereka beraksi kurang baik. Tapi apa boleh buat kalau Jungkook merasa kurang sehat.

"Dari minggu lalu dia sakit, sunbaenim." Lisa menyahut dari ujung barisan. "Tapi tetap gak mau ke rumah sakit."

Bibir Jungkook manyun. "Palingan cuma flu. Untuk apa ke rumah sakit?"

"Flu gak bikin sakit di bagian pinggang sampai pinggul, Jungkook-ah." Kai memotong pembicaraan dua sahabat itu sebelum mereka mulai bertengkar. Dahinya mengernyit. "Kalau kamu gak periksa, nanti bisa berakibat fatal, lho."

Ekspresi Jungkook masih masam, namun pemuda Jeon itu tau untuk tidak berdebat dengan pelatih klub dansa yang tegas tentang kesehatan.

Jungkook menghela nafas. "Iya hyung, minggu depan aku cek—"

"Kenapa gak Senin?"

"Banyak tugas, hyung." Ranumnya kembali mengerucut lucu. "Sebentar lagi juga ada ujian akhir."

"Ujian akhir kan masih bulan depan," Lagi-lagi Lisa mencetus dari balik barisan. Begitu Jungkook menatapinya sengit, Lisa hanya menyengir manis.

"Pokoknya!" Jungkook melanjutkan, matanya bersungguh-sungguh, "Janji, aku cek minggu depan."

Kai menyipitkan matanya, tapi tau dirinya memang lemah terhadap pemuda manis itu. Semua anggota klub menggangap Jungkook sebagai adik mereka, apalagi Jungkook anggota termuda. Dia menghela nafas.

"Ya sudah, tapi sepertinya kita tidak akan berlatih terlalu keras, jadi santai saja untuk hari ini, ok?"

Anggota klub lainnya berteriak balasan positif dengan lega.

Mengangguk pada dirinya sendiri, Kai kembali memulai latihan, walaupun dia bisa melihat ekspresi Jungkook sesekali akan berkedut sakit.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Joon-ah, ada yang aneh sama Taehyung."

"Huh?" Namjoon mengangkat kepalanya dari buku yang tengah dia baca. "Apa maksudmu, hyung?"

Seokjin mengangkat bahunya bingung. "Taehyung lebih- entahlah, agresif? Akhir-akhir ini dia lebih mudah marah."

Mata tajam Namjoon bergeser ke arah adiknya. Benar kata Seokjin, dahi Taehyung mengernyit tipis, dan mulutnya dalam satu garis lurus. Ekspresi yang jarang terlihat di muka adik mereka yang biasanya ceria.

"Mungkin dia rindu Jungkook, hyung." Namjoon mencoba menepis rasa khawatir yang muncul pada dirinya dan kakaknya itu. Calon raja itu tersenyum singkat. "Bukannya kita semua pantas merasa rindu?"

Ekspresi Seokjin tidak berubah. "Bukan itu maksudku, Joon-ah. Bukannya Taehyung bertingkah seperti—"

"Seokjin-ah!"

Teriakan yang menginterupsi pembicaraan dua pengeran itu membuat mereka berdua berjengit kaget. Dari ujung koridor, sang ibunda berjalan anggun diikuti beberapa pelayan yang tengah membawa berhelai-helai kain.

Begitu mendekat, sang ratu tersenyum anggun. "Oh, Joon-ah. Kalian lebih pilih warna yang mana untuk kain lapisan meja?"

Namjoon langsung berdiri. "Joon kurang mengerti kalau tentang warna, Eomma. Jadi silahkan tanya Seokjin-hyung saja." Namjoon tersenyum sopan, beranjak cepat dari arah sang ibu dan kakaknya.

Sang ratu hanya bisa menghela nafas. "Bagaimana dengan yang ini, bagus, bukan, Seokjin-ah?"

Seokjin mengangguk setengah memperhatikan, melihat sang ratu memilih warna untuk pernikahan mereka yang akan diselenggarakan sebentar lagi. Dari jauh, Seokjin bisa melihat Namjoon dan Taehyung yang pura-pura memperhatikan dekor ruangan dansa untuk tempat resepsi pernikahan.

"Bagaimana kalau pola ini, Seokjin?"

"Bagus juga, Yang Mulia." Seokjin mengangguk patuh.

Dari sudut matanya, Namjoon memperhatikan Taehyung was-was, berdoa sekeras mungkin bahwa pemikirannya salah.

Di salah satu planet galaksi Bima Sakti, Jungkook meringkuk dalam tidurnya- mencoba menghilangkan rasa perih dalam perutnya.

***
TBC
***

Itu wallpapernya aku buat sendiri.
Rajin banget ya?

Chasing Stars .・゜゜・Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang