21;-

2.6K 373 79
                                    

Jungkook meregangkan tubuhnya lelah. Tidurnya semalam tidak santai, entah kenapa dirinya selalu setengah terbangun. Terganggu rasa tidak nyaman yang semakin kentara di pinggulnya.

Mengacak rambutnya kasar, Jungkook berdiri, hendak bersiap diri untuk ke kelas.

Sama sekali tidak mengarahkan matanya ke tumpukan barang di dalam lemari, Jungkook memilih pakaiannya untuk hari ini. Hanya kaos putih dan celana jeans yang dilengkapi jaket bomber. Kasual, karena Jungkook hanya ada 2 kelas hari ini.

Berjalan terseok-seok ke kamar mandi, hari ini Jungkook merasa begitu malas. Begitu tergoda untuk kembali meringkuk di ranjang sambil menonton Netflix dan makan popcorn. Pemuda manis itu menghela nafas. "Coba tidak ada ujian hari ini," bisiknya lesu.

Setelah memakai kaos, Jungkook hanya bisa menatap celananya frustasi. Entah kenapa hari ini dia merasa agak kesempitan, padahal Jungkook yakin sekali berat badannya tidak menambah. Malah berkurang dua kilogram.

Mata bulatnya melirik isi lemari yang masih terbuka. Mungkin hari ini dia hanya akan mengenakan celana sweatpants. Bodo amat dengan Lisa penyuka fashion yang akan menceramahi dirinya, tapi Jungkook benar-benar tidak mood hari ini.

Mengambil sepotong roti dari meja, Jungkook keluar. Siap menjalani harinya seperti biasa.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Seiring hari berjalan, perut Jungkook semakin terasa mual. Rasanya ingin muntah, tapi yang baru dia makan hanya setengah roti dari tadi pagi. Tangannya naik mengelus perutnya dari luar.

"Jungkook-ah," Jungkook menoleh lambat ke arah Lisa. Perempuan muda itu mengernyitkan dahinya. "Kau tidak apa-apa? Mukamu pucat."

Jungkook menggeleng. Perutnya semakin sakit, dan pinggangnya mulai kesemutan.

Pemuda manis itu menggigit bibirnya kencang, berharap rasa sakit di ranumnya dapat mengalihkan perhatian dari perutnya. Matanya mulai berair, frustasi atas rasa sakit yang dialami.

"Jungkook!" Lisa memekik kaget melihat tetesan darah mulai menetes dari bibir Jungkook. Mukanya semakin pucat, dan matanya yang biasa berbinar sekarang terlihat begitu sayu.

Tubuh Jungkook semakin terbungkuk, meringkuk ke dalam sambil menekan perutnya kuat-kuat. "Sakit—" Isaknya tersedak, sampai menancapkan kukunya ke sisi pinggang.

Mata Lisa membulat panik, berputar mengelilingi hallway kampus mereka, mencoba mencari seseorang yang bisa menolong walaupun jam kelas sudah mulai. "EUNWOO!"

Eunwoo yang baru saja hendak menyapa sontak langsung berlari. Apalagi setelah dia melihat kondisi Jungkook yang mencemaskan dan Lisa yang terlihat begitu panik.

"Bawa Jungkook ke dokter kampus!" Lisa memekik nyaring. Dengan sigap perempuan jelita itu membantu Jungkook berdiri agar bisa digendong Eunwoo. Bersyukur Eunwoo belajar bela diri, jadi setidaknya dia bisa menggendong Jungkook sambil berlari.

"Kenapa Jungkook?!" Mata Eunwoo tajam menghadap depan. Kakinya masih bergerak secepat mungkin, percaya diri dengan kemampuan Lisa untuk mengimbanginya.

Lisa tidak menjawab, manik bulatnya menatap cemas pada sahabat terdekatnya itu. Berharap dalam hati bahwa Jungkook baik-baik saja. Tangannya yang bergetar mencoba menghapus jejak darah di bibir Jungkook.

Suara derapan kaki mereka terakhir terdengar di lorong kampus yang sepi.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jungkook masuk rumah sakit. Lisa dan Eunwoo duduk di kursi depan, memberi kabar kepada keluarga juga teman-teman Jungkook lainnya. Melihat kondisi Jungkook yang begitu darurat, dokter di kampus tadi langsung menelepon ambulans. Mereka berdua menyusul dengan motor Eunwoo.

Lisa menumpu kepala di kedua tangannya. Rasa cemas dan takut sedari tadi masih belum mereda, walaupun Jungkook sudah berada di tangan profesional. Berdoa sekeras mungkin agar 'adik'nya baik-baik saja.

"Saudara Jungkook?"

Kepala Lisa dan Eunwoo terangkat bersamaan. "Iya!"

Suster yang memanggil mereka sedikit terperanjat, namun dengan sigap langsung menetralkan ekspresi. "Tamu sudah boleh masuk—"

"Jungkook tidak apa-apa kan, sus?" Eunwoo memotong, air mukanya panik sampai tidak memperhatikan tata krama.

Sang suster tampak sudah biasa, hanya tersenyum menenangkan. "Tenang saja, Pak Dokter masih ada di dalam sedang berbincang dengan Jungkook. Nanti akan dijelaskan dengan rinci."

Lisa dan Eunwoo mengangguk. Menunggu suster mengetuk pintu, mereka berdua masuk— dan langsung melihat Jungkook yang sudah bisa duduk— walaupun wajahnya masih pucat.

"Keluarga Jungkook?" Pria muda yang ada di dalam bersama Jungkook bertanya. Tanda namanya tertulis Dr. Seojung.

"Bu—" "Saya kakaknya," Lisa dengan cepat menyela tanggapan Eunwoo, wajahnya serius.

Seojung mengangguk, tersenyum. "Jungkook tidak apa-apa, hanya masalah pertumbuhan yang terlambat."

Pria itu membuka beberapa kertas dari dokumen yang dipegangnya. Serentak, Jungkook, Lisa juga Eunwoo langsung mendekat.

"Di sini," Seojung menunjuk hasil scan tubuh Jungkook bagian perut sampai pinggul. "Tidak ada hal yang membahayakan, hanya saja terbentuk organ yang seharusnya tidak ada."

Jungkook memiringkan kepalanya tidak mengerti. "Organ apa dok? Saya gak ngerti, bukan anak biologi soalnya."

Seojung tersenyum lagi— benar-benar dokter yang murah senyum— sambil membuka lembaran berikutnya. "Tadi kami lakukan tes untuk melihat kadar hormon pada tubuh Jungkook-ssi, dan bisa dilihat." Tangannya menunjuk ke tabel di samping diagram tubuh manusia.

Jungkook dan Lisa menatap kosong hasil yang ditulis, mata mereka masih bertanya-tanya. Berbeda jauh dengan Eunwoo yang wajahnya mulai memucat; tau jelas sebagai anak kesehatan arti persentase itu.

"Di sini bisa kita lihat hormon estrogen Jungkook tiba-tiba naik drastis, langsung melebihi hormon testosteron."

"Saya masih tidak mengerti, dok." Jungkook berucap, bibirnya mengerucut bingung.

"Singkatnya," Seojung menarik nafas dalam. Sudah mengerti seperti apa reaksi Jungkook nanti setelah mengetahui kebenaran.

"Jungkook-ssi, sekarang Anda punya rahim dan organ kehamilan lainnya."

***
TBC
***

Hehehe, apa kabar guys?

Chasing Stars .・゜゜・Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang