PART 2

3.6K 547 81
                                    

_

_


_



Akhirnya aku menikah.

Semua begitu cepat terjadi, begitu terburu-buru. Aku sempat berpikir bahwa pernikahan seorang Je Key Quand akan sangat menggemparkan dunia, akan ada wartawan dimanapun sepanjang pengucapan janji, semua berita dipenuhi oleh pernikahan kami atau ucapan selamat yang datang dari berbagai pembisnis lainnya. Ternyata tidak seheboh itu. Pernikahan kami tertutup.

Aku rasa aku sudah gila dengan menerima pernikahan ini. Otakku sedang tidak berfungsi sekarang— dalam mode 'pesawat' mungkin. Harusnya aku menentang ini, mengatakan bahwa aku sudah memiliki seseorang yang aku sukai, bukan malah menerimanya hanya dengan melihat mata berbinar Hyeji saat menatapku.

Aku masih mengenakan gaun pengantinku tadi siang. Mr. Quand membawaku langsung kedalam kediamannya. Yap. Mr. Quand. Aku akan memanggilnya seperti itu, biar saja. Biar terasa asing, tidak ingin dekat juga. Aku masih berdiri di depan kaca meja rias bekas saudara kembarku, Yura. Foto keluarga kecil mereka masih terpajang jelas diatasnya, cat kuku miliknya masih berjejer rapi, alat riasnya masih berada disini seperti sengaja dirawat— jelas sekali dia masih ingin merasakan keberadaan Yura.

"Itu semua milik Yura. Jangan pernah berpikir untuk memindahkannya."

Aku berbalik mendengar suara yang berasal dari arah pintu. Itu dia Mr. Quand menantu kesayangan ibuku. Dia berjalan kearah ranjang sembari melepaskan jasnya kemudian meletakkan diatas kasur. Membuka jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya dan meletakkan diatas nakas disamping tempat tidur. Menarik dasi kupu-kupu yang bertengger pada lehernya kemudian melemparnya diatas kasur lagi.

"Kita harus meluruskan sedikit kesalahpahaman disini." Katanya sembari berkacak pinggang. "Kau harus menandatangani ini."

Aku refleks menangkap amplop coklat yang dilemparkannya kearahku. Mata kami beradu pandang dalam beberapa detik dan kemudian aku memutuskan pandangannya dan beralih pada amplop coklat di tanganku— membukanya dengan tidak sabaran.

Mataku membulat sempurna saat membaca judul teratas dalam kertas tersebut. 'PERJANJIAN PERNIKAHAN'

"Apa ini?" Tanyanya menuntut jawaban.

"Perjanjian pernikahan. Kau harus menandatanganinya." Jawabnya sembari berjalan mendekati ranjang dan duduk diatas kasur.

Ini bodoh. Perjanjian pernikahan?

Ini seperti drama memuakkan, atau novel romansa yang aku baca saat usiaku tujuh belas tahun. Rasanya seperti aku terjebak dalam sebuah lorong gelap dan tidak tahu jalan keluar atau percuma jika kembali ke tempat semula dan berakhir dengan berdiri tanpa berani melangkah. Konyol sekali.

Aku kembali membaca kertas yang ada di tanganku.

1. Pernikahan terjadi untuk kepentingan masing-masing. jadi tidak ada yang berhak merugikan siapapun dalam ikatan yang kita jalani. Aku tidak akan melarang apapun yang ingin kau lakukan selama itu tidak merugikanku. Begitu juga sebaliknya.

2. Jangan pernah berpikir atau berencana mencintai satu sama lain.

Aku berhenti membaca, menatapnya dan tersenyum miring. "Cinta?"

Dia mengangguk. "Aku tidak ingin menyakiti siapapun. Maaf... tapi kau tahu dengan jelas semua perasaanku telah diambil dan dibawa pergi oleh Yura. Jika suatu saat kau berakhir mencintaiku dan aku tidak akan membalasnya. Aku tidak ingin menyakitimu."

Itu menyakitkan. Dia sudah menyakitiku. "Bagaimana jika suatu saat aku melanggar aturan kedua. Maksudku— hei. Aku tidak bisa mengontrol perasaanku. Bagaimana jika...,"

'WISH' (E Book version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang