Pendekatan

607 61 14
                                    

Happy reading ❤️

Sudah lebih dari satu jam, Levin berkutat di depan laptopnya. Sesekali memijat pelipisnya karena kepalanya mulai merasa pusing dengan tugas tugas yang tidak ada habisnya. Sebenarnya, Levin bisa saja mengerjakan tugasnya besok atau lusa karena dosennya memberikan waktu dua minggu untuk mengerjakan. Tapi Levin lebih memilih untuk mengerjakan sekarang, baginya apapun yang di tunda hasilnya tidak akan baik.

Suara notifikasi dari ponselnya, berhasil menganggu konsentrasi Levin. Sudah lebih dari sepuluh pesan Levin abaikan, sejak tadi ada dua manusia aneh yang terus menganggu konsentrasi belajarnya. Pertama, bagas sahabat bobroknya itu selalu mengajaknya bermain tik tok. Padahal tugas mereka selalu menanti giliran untuk dikerjakan. Yang kedua, seorang gadis cantik yang menurut Levin sangat menyebalkan. Bianca.

Dengan cepat Levin mengambil ponselnya, dan benar saja dua manusia itu yang sejak tadi masih setia menganggu ketenangannya. Setelah melihat isi chat dari keduanya, Levin hanya menghembuskan nafasnya kasar. Levin jadi ingat kelakuan Bianca seminggu terakhir ini.

Flashback on..

Levin bergidik ngeri, melihat Bianca yang terus mengikutinya kemanapun dirinya pergi. Kecuali toilet tentunya.
Tingkah aneh Bianca membuat Levin menyesali perbuatannya, karena pernah mengantarkannya pulang. Bahkan bersikap sedikit manis, pada gadis itu. Lihat sekarang, Bianca sudah seperti pacar yang posesif jika ada mahasiswi kampusnya yang tersenyum padanya.

"Mereka demen banget ya sama lo?" Tanya Bianca, setelah keduanya menghabiskan semangkuk mie ayam.

Levin mengangkat bahunya acuh.
"Resiko orang ganteng." Jawabnya enteng, membuat bianca berdecak.

"Tapi lo enggak suka mereka kan?" Jiwa kejombloan bianca meronta-ronta.

Levin kembali mengangkat bahunya acuh.

"Sekarang belum, gak tau nanti." Jawab Levin, lalu menandaskan minumnya.

Bianca merasa kesal dengan jawaban cowok itu, kenapa sulit sekali untuk belajar peka. Padahal di sampingnya sudah ada gadis cantik yang selalu ada untuknya, kurang apalagi coba.
Bianca menghela nafasnya pelan, mendapatkan hati Levin Pamungkas, tidak semudah dan secepat itu. Harus berusaha lebih keras, agar cintanya terbalas.

"Kok lo jawabnya gitu sih, kenapa lo Enggak jawab gue enggak akan suka sama mereka karena gue suka lo bianca." Ucap bianca dengan penuh percaya diri.

Mendengar ucapan bianca, Levin hampir saja tersedak minumannya. Apa harus Levin menyukai cewek bar bar seperti Bianca.

"Emangnya sejak kapan gue suka sama Lo?" Tanya Levin.

Bianca menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa bodoh di depan Levin.

"Ya.. sejak saat ini Enggak apa apa kok. Gue ikhlas lahir batin malah." Jawab Bianca dengan senyuman manis.

Levin benar benar jengah dengan gadis ini, sudah tahu kalau Levin tidak suka cewek yang agresif tapi tetap saja nekat mendekat. Apa harus Levin mengusirnya dari sini.

"Lo ikhlas lahir batin.. gue yang tersiksa lahir batin !" Ketus Levin.

Bianca mengembungkan pipinya kesal.

"Levin dosa loh ngomong gitu sama jodoh kamu." Bianca terkekeh geli, imajinasi yang hebat saat membayangkan dirinya dan Levin berjodoh.

"Makin siang, makin gila." Gumam Levin.

"Levin aku ke kelas dulu ya, dosen aku udah mau masuk." Ucap bianca, tapi Levin tidak menanggapi bagi Levin terbebas dari Bianca adalah kemerdekaan yang sesungguhnya.

Bianca menatap Levin kesal, kenapa cowok itu hanya diam. Harusnya Levin mengantarkan diri ke kelas, supaya terlihat uwwu uwwu kan.

"Levin." Panggah Bianca pelan.

Levin mendongak keatas.
"Ngapain masih di situ?" Levin tidak habis pikir dengan tingkah absrud Bianca.

Bianca tersenyum canggung.
"Levin Enggak mau nganterin calon istri ke kelas."

Levin mendengus kesal, apa katanya calon istri. Rasanya Levin ingin hilang saja Sekarang.

"Gak." Satu kata, singkat dan terlalu jelas.

Bianca menghela nafasnya. Melirik jam di pergelangan tangannya, jika menunggu Levin jelas dirinya akan terlambat.

"Nanti pulang bareng kan?" Tanya bianca.

Karena malas berdebat Levin hanya mengangguk saja, berbeda dengan Levin. Bianca malah mengembangkan senyumnya saat tahu nanti Levin mau mengantarkannya pulang.

"Bubur sumsum terbang melayang, assalamualaikum abang sayang." Setelah pamit, Bianca mempercepat langkahnya.

Sementara itu, Levin terdiam menatap punggung Bianca yang sudah semakin menjauh.

'bubur sumsum terbang melayang, assalamualaikum abang sayang'

Ucapan bianca terus terngiang-ngiang , membuat Levin berdehem pelan.

"Gue apa dia sih yang gila."

Flashback off....

Tangan Levin bergerak lincah di atas ponselnya. Membaca satu persatu pesan dari Bianca.

Bianca

Lagi apa?

Kok gak di read sih

Kamu sibuk

Levin!!!

Rasanya Levin ingin muntah sekarang, apakah ini yang dinamakan uwwu phobia.

Tinggalkan jejak ❤️

Tandai typo ya karena ini langsung publish tanpa dibaca.
Masih sempetin publish padahal banyak tugas.

Thanks you 🤗❤️

Bang Jago Si Almet Merah ❤️ (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang