Salah paham

735 57 0
                                    

"Kamu mau beli bunga?" tanya Bianca pada Levin, tentu saja gadis itu kebingungan bukannya di antarkan pulang. Levin malah malah mengajaknya mampir ke toko bunga.

"Iya, mau beli bunga." jawab Levin cepat.

Bianca berfikir untuk apa mengajaknya kesini, pasti bunga itu untuk Ayra. Apakah dirinya hanya sebagai pemeran pengganti?

"Yaudah, aku nunggu disini aja. Kamu masuk sana tapi jangan lama lama." Kadang Bianca merasa aneh, kadang elo - gue kadang aku kamu seperti saat ini.

Levin menggeleng lalu menarik tangan Bianca. Perlakuan Levin tentu saja membuatnya terkejut, apa Levin ingin membuat hatinya semakin panas.
Apa Levin tidak tahu, jika perempuan mudah cemburu hanya karena si laki laki tidak pernah peka?
Sial! kenapa Levin semakin hari, semakin tampan. Sulit untuk menolak pesona seorang Levin Pamungkas.

Bianca melihat Levin sedang memilih bunga, jangan lupa tangan mereka masih saling bergandengan. Bianca dan Levin sama-sama tidak menyadari hal itu. Mungkin terlalu nyaman!

"Permisi kak, ada yang bisa di bantu?"

Keduanya sama sama menoleh, lalu Levin tersenyum pada pegawai toko bunga. Hati Bianca semakin terbakar api cemburu, apa Levin mulai suka tebar pesona pada setiap gadis?

"Iya."

Pegawai toko bunga mengangguk jangan lupa senyum ramah yang tidak pernah tertinggal.
Saat Levin akan mengikuti pegawai toko, keduanya baru menyadari jika tangannya masih bergandengan.

"Sorry, masih ke gandeng aja tangannya." ucap Levin canggung.

Bianca hanya tersenyum maklum, tidak mungkin Levin sengaja. Pasti memang Levin lupa seperti dirinya.

"Iya gapapa."

Setelah itu Levin berlalu, memilih bunga yang akan di pilih.

Bianca tidak terlalu paham bunga apa yang di pilih Levin, karena bagi Bianca semua bunga itu cantik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bianca tidak terlalu paham bunga apa yang di pilih Levin, karena bagi Bianca semua bunga itu cantik.
Ada rasa iri dalam hati gadis itu, bagaimana Levin memperlakukan Ayra dengan baik. Seandainya saja, Bianca ada di posisi itu. Pasti sangat bahagia!

"Yuk bisa yuk move on!" kalau bukan dirinya sendiri, siapa lagi yang akan menyemangati untuk move on?

Kita bisa karena biasa. Mungkin dengan terbiasa melihat Levin bersama Ayra, akan membuatnya terlatih patah hati dan akhirnya bisa move on.

"Pulang sekarang?"

Bianca mengangguk, saat ini dirinya hanya ingin pulang. Tubuhnya terasa lelah Begu juga hatinya, semua butuh istirahat.

"Enggak mau makan dulu?"

Apakah Bianca boleh mengartikan ini sebagai bentuk perhatian? tidak mungkin Levin perhatian padanya, mungkin itu hanya sebagai ucapan terimakasih. Karena Bianca sudah menemaninya membeli bunga untuk Ayra.

Jangan terlalu berharap, batin Bianca.

"Enggak deh, langsung pulang aja."

Mereka langsung menuju parkiran, bohong jika Bianca tidak lapar. Tapi lebih baik pulang saja.

Levin mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, seolah menikmati kebersamaan mereka. Untuk hari ini saja, bolehkah Levin egois ingin bersama Bianca?
Tentu saja boleh, tapi tidak mungkinkan jika Levin meminta Bianca untuk jalan dengannya setelah apa yang mereka lewati selama ini?

"Makasih Vin, jadi ngerepotin lo."

Levin menerima helm yang tadi di pakai oleh Bianca.

"Sebenernya, lo lebih nyaman ngomong aku kamu apa lo gue?"

Levin bertanya bukan tanpa alasan, terdengar aneh jika Bianca selalu berbicara aku kamu.

"Eh, iya juga sih. Senyamannya gue aja lah." Bianca sungguh malu, kenapa Levin menyadari hal itu?

Levin masih diam memperhatikan Bianca, kali ini Levin mengakui kekalahannya.

"Nih." Levin memberikan bunga yang tadi di beli bersama Bianca.

Kening Bianca berkerut, untuk apa Levin menitipkan bunga ini padanya.
Fix, Levin ingin menambah luka-luka yang belum kering.

"Emang mau kemana kok nitip bunga segala?"

Mendadak otak Levin tidak bisa berfikir. Tadi apa katanya? Nitip bunga. Gadis itu rupanya sudah salah paham.

"Siapa yang nitip bunga?" tanya Levin.

Bianca mengangkat bunga yang ada di tangannya.

"Ini kan Lo nitip bunga ke gue,"

Levin terkekeh geli melihat tingkah Bianca. Apakah selama ini ada sejarah menitipkan bunga pada gadis yang ia suka?

"Iya gue nitip ya." Levin yakin, Bianca belum paham apapun.

Sementara Bianca hanya mengangguk, dugaannya tidak akan salah. Nasib nasib kenapa harus nitip sih!

"Nitip buat Bianca, bilang itu bunga dari Levin. Sebagai permintaan maaf karena selama ini udah banyak salah sama dia."

Kali ini Levin memang tidak berbohong.

"Siap, nanti gue bilang ke Bianca. Eh kok Bianca!"

Mendadak Levin tertawa keras. Menertawakan kebodohan Bianca yang menggemaskan.

"Itu bunga buat lo Bianca. Lo belum ganti nama kan?"


Sengaja di gantung hehe :)

Yuk vote dan komen. Aku pengen hari ini bisa ending ini cerita tapi kalau enggak bisa mungkin besok.

Bang Jago Si Almet Merah ❤️ (End)Where stories live. Discover now