Bianca atau Ayra

683 53 2
                                    

Kelas terakhir sudah selesai sepuluh menit yang lalu. Sekarang hanya ada Levin dan Bagas, Bagas sejak tadi ingin bertanya kenapa sahabatnya menjadi semakin pendiam. Dulu Levin pernah seperti ini, saat cowok itu menyukai Ayra. Di saat teman yang lain akan terlihat cerah saat jatuh cinta, berbeda dengan Levin. Cowok itu malah semakin diam.

Levin pernah bilang, dirinya bukan tipe laki laki yang mudah mengutarakan perasaan. Tapi jika Levin berani menyatakan perasaannya, percayalah Levin sudah berperang dengan gengsinya terlebih dahulu.

"Gadis mana yang udah buat lo kayak gini?" tanya bagas sambil membuka kulit kacang.

Levin menoleh.

"Maksudnya?"

Bagas ingin mengumpati sahabatnya. Pura pura bodoh bukanlah salah satu bakat dari seorang Levin Pamungkas.

"Gue tebak pasti Bianca,"

Benar, kenapa Bagas selalu tahu apa yang dirasakan Levin. Apakah raut wajahnya mudah ditebak?

"Enggak ada."

"Terus kenapa lo diem kayak gini?" Levin pendiam dan dingin bukanlah suatu rahasia, tapi kali ini Bagas menyadari ada yang tidak benar sudah terjadi.

Pandangan Levin menerawang kedepan, seolah ada rasa yang sulit untuk dijelaskan. Perlahan tapi pasti Levin mau bercerita pada Bagas.
Yaps, sebobrok apapun Bagas. Levin tetap mengandalkan Bagas dalam persahabatan mereka.

Levin bisa melihat perubahan ekspresi Bagas, mungkin cowok itu tidak akan percaya apa yang di katakan oleh Levin. Tapi bagi Levin tidak ada gunanya untuk berbohong.

"Harusnya lo jaga sikap selama ini." Bagas ingin marah tapi sudah terlanjur terjadi.

Levin memejamkan matanya.

"Gue enggak bisa milih,"

Apakah menentukan pilihan akan serumit ini? jika benar, Levin tidak akan kembali jatuh untuk cinta.

"Tapi cara lo yang kayak gini terlalu meresahkan."

"Gue tau." Levin kembali membuka matanya, ada perasaan lega setelah bercerita pada Bagas.

"Jadi sekarang lo pilih siapa?" kali ini Bagas merasa perlu membimbing sahabat urusan cinta.

Levin hanya mengangkat bahunya acuh. Seperti tidak berniat memilih salah satu, atau mungkin tidak bisa memilih.

"Hidup itu pilihan, tapi hati pasti tau mana yang terbaik buat di jadiin pilihan. Jangan labil, lo itu cowok. Mungkin ada cewek yang berani ngungkapin perasaannya kayak Bianca. Tapi inget enggak semuanya, dia itu beda. Cantiknya alami, ya walaupun cerewet sih tapi tetep aja dia cantik."

Dalam hati Levin merasakan sesuatu yang tidak biasa, ada rasa tidak terima saat Bagas terang terangan memuji Bianca. Apakah ini yang di katakan cemburu?

"Menurut lo, gue harus pilih siapa?"

Apakah Bagas sudah boleh mengatakan Levin bodoh? kenapa masalah cinta Levin menjadi bodoh seperti ini.

"Saran gue lo milih Ayra aja," persetan  jika Levin akan memaki dirinya.

"Kenapa harus Ayra?" sebenarnya Levin berharap jika Bagas memberikannya saran untuk memilih Bianca.

Bagas meletakkan ponselnya, sebelum melanjutkan membuka kulit kacang.

"Kelihatannya lo masih cinta sama tuh cewek, buktinya tadi lo belain Ayra daripada Bianca."

"Biarin gue yang jadi pelampiasan buat Bianca kalau lo beneran enggak ada rasa sama dia, sayang banget cewek kayak Bianca di sia siain."

"Lo suka sama Bianca?" tanya Levin cepat. Membuat Bagas terkejut.

"Enggak." Jawab Bagas apa adanya.

Levin bernafas lega, setidaknya Levin tidak akan bersaing dengan sahabat bobroknya itu.

"Terus, kenapa lo mau jadi pelampiasan?"

Bagas tersenyum tipis.

"Karena gabut, ya kali gue cinta sama Bianca. Tapi kan cinta bisa tumbuh karena terbiasa, iya kan?"

Bagas membersihkan kulit kacang lalu membuangnya ketempat sampah. Meninggalkan Levin yang harus bisa berfikir jernih, Bagas tau jika Levin menyukai Bianca tapi cowok itu terlalu gengsi.

'Makan tuh gengsi'  batin para readers

Canda gengsi Wkwk

Yang mau vote ya vote aja.
Yang masih jadi siders juga gapapa.
Hari ini aku rajin update, karena target besok udah selesai cerita ini.

Bang Jago Si Almet Merah ❤️ (End)Where stories live. Discover now