Merasa kehilangan

692 58 0
                                    

Setelah kemarin tidak berangkat kuliah karena ada urusan, akhirnya bagas bisa kembali tebar pesona kepada ciwi ciwi cantik di kampusnya. Dengan percaya diri, Bagas menyugar rambutnya kebelakang menggunakan jarinya.

"Gue selalu ganteng."

Setelah berbicara pada dirinya sendiri Bagas kembali berjalan sesekali mengedipkan matanya, jika ada adik tingkat yang terlihat cantik.

"Bagas!"

Baru saja beberapa langkah, Bagas mendengar suaranya gangguan yang paling di hindari setiap hari. Gadis itu adalah Bianca. Bagas tidak berniat adu bacot dengan Bianca pagi ini.

Bianca berhasil menghampiri Bagas dengan nafas tersengal, siapa suruh berlari. Bukankah hidup adalah perjalanan, bukan pelarian.

"Kemaren kemana lo, tumben banget nggak berangkat?" tanya Bianca tanpa ada basa basi sedikit pun.

Bagas menatap jengah Bianca, tidak biasanya gadis itu mencarinya. Pasti ada yang tidak beres.

"Gue sibuk lah, ya kali enggak berangkat cuma karena gabut."

Rasanya Bianca ingin memukul Bagas sekarang juga, semoga tidak ada mahluk hidup seperti Bagas lagi di bumi ini. Bayangkan satu saja sudah sangat menjengkelkan, apalagi ada dua?

"Lu orang tergabut yang gue kenal," Bianca menarik tangan Bagas untuk duduk di sebuah bangku. Dan bodohnya Bagas menurut.

Bianca menatap sekitar, seperti mencari seseorang. Siapa lagi kalau bukan Levin. Cowok yang sudah membuat Bianca uring uringan karena chatnya hanya di red. Sakit tapi tidak berdarah.

Sad girls.

"Itu mata mau gue colok pake sapu?" tanya Bagas yang sudah siap sedia membawa sapu entah darimana.

Bianca menghela nafas pelan, lagi dan lagi. Levin selalu bersama Ayra.
Dasar mantan gagal move on, batin Bianca.

"Menurut lo, saat dua orang yang udah mantan selalu bersama itu tandanya apa?"

Tidak ada orang yang tepat untuk berbagi selain Bagas. Walaupun Bagas terlalu bobrok, tapi Bianca percaya Bagas masih memiliki otak untuk berpikir.

"Tandanya lo harus mundur,"

Bianca memukul keras lengan Bagas, dasar teman tidak tahu diri. Bukannya menghibur malah membuat moodnya semakin hancur.

"Serius dong!"

"Lo mau gue seriusin?" tanya Bagas dengan bodohnya.

Ya Tuhan kuatkan hati seorang Bianca. Jangan sampai ada kata kata kasar yang terucap pagi ini.

"Gue tau lo enggak sebodoh itu."

Bagas tersenyum tipis.

"Secara enggak langsung, lo mengakui kalau gue ini pinter." kekeh Bagas tidak mau di bilang bodoh.

"Lo pinter kalau enggak bodoh!"

Cukup. Bianca sudah tidak bisa menambah rasa sabarnya. Lebih baik pergi dari sini, keputusan mencari Bagas untuk berbagi keluh kesah adalah kesalahan yang telah di rencanakan.

"Woilah, lagi pms lo marah marah terus." Bagas ikut berjalan di samping Bianca.

Mendengar kata pms membuat Bianca menghentikan jalannya. Gadis itu kembali ke tempat dimana beberapa menit yang lalu ia dulu bersama Bagas.

"Tau dari mana lo kalau gue lagi pms? apa gue bocor? tapi enggak kok." tanya Bianca panik.

Bagas mengernyit bingung, padahal tadi dirinya hanya bercanda kenapa Bianca malah panik.

"Lo beneran lagi pms?" sial, kenapa Bagas malah bertanya apa cowok itu tidak tahu jika Bianca sedang menahan malu.

"Hm." Bianca tidak berniat mengatakan apapun pada Bagas.

Bagas mengangguk paham.

"Pantesan tambah galak," gumam Bagas pelan, sayangnya masih di dengar oleh Bianca.

Bianca menatap tajam Bagas.

"Siapa yang tambah galak!"

Bagas menggaruk kepalanya pelan, apakah setiap pms perempuan akan menjadi galak?

"Jawab!"

Bagas gelagapan menghadapi mood Bianca saat ini.

"Gue yang galak, mana mungkin cewek secantik dan sekalem lo galak."

Bagas mengumpat dalam hati, semoga dosanya segera di ampuni karena sudah berbohong.

Dari kejauhan, tanpa mereka sadari. Levin sejak tadi memperhatikan mereka. Ada rasa yang tidak bisa di cegah. Rasanya aneh, seperti cemburu.
Levin mencoba memahami perasaan apa yang akhir akhir ini mengganggu dirinya.

"Semoga gue enggak suka sama lo Bi."

Bang Jago Si Almet Merah ❤️ (End)Where stories live. Discover now