; twenty two ;

1.9K 307 17
                                    

Hai, aku dobel up ya soalnya mau cepet lewatin part-part yang menurutku ngeselin hehe.



Jeno meletakkan bendelan jurnal ilmiahnya, beralih pada ponsel yang tergeletak di meja. Sudah lebih dari satu jam lelaki itu mencoba mengalihkan rasa frustasinya dengan menganalisis sebendel jurnal ilmiah yang baru diunduhnya beberapa hari yang lalu, tetapi ternyata tidak banyak membantunya.

Setidaknya, setiap sepuluh menit sekali Jeno akan melirik ke arah ponsel. Berharap dering terdengar, atau sekadar layarnya memunculkan notifikasi pun tidak apa. Namun, semua harapan Jeno tidak terkabul. Layar ponselnya tetap gelap, menunjukkan bahwa tidak ada pesan singkat maupun panggilan diterima oleh ponselnya.

Seraya mengacak surai gelapnya, Jeno tersenyum masam. Sepertinya ucapannya di kafe siang tadi ditanggapi baik oleh Renjun. Bahkan, gadis itu sama sekali tidak berupaya untuk menahannya menyetujui permintaan konyol yang didasari emosi itu. Mungkin memang benar, ini yang diharapkan Renjun. Rencana pernikahan mereka dibatalkan. Mereka selesai.

"Jen!" Ketukan cukup keras pada pintu kamarnya, membuat Jeno tersentak.

"Aku boleh masuk, tidak?" terdengar suara berat setelahnya. Suara yang sangat dikenal Jeno, milik sepupunya, Jaehyun.


"Masuk saja, hyung!"

Hanya selang beberapa detik setelah dipersilahkan, Jaehyun membuka pintu kamar Jeno perlahan. Mula-mula Jaehyun memunculkan kepalanya dari balik pintu. Menyadari fakta bahwa Jeno sama sekali tidak terusik dengan kehadirannya, Jaehyun pun memutuskan untuk memasuki kamar Jeno setelah menutup pintu kamar sepupunya itu dengan rapat.

"Kenapa ketuk pintu dulu? Biasanya juga tanpa permisi kau langsung masuk saja hyung," sindir Jeno yang dibalas dengan cengiran lebar khas Jaehyun.

"Aku takut kau sibuk saja," aku Jaehyun mengusap tengkuknya salah tingkah. "Jeni bilang kau dikamar daritadi. Bahkan sampai tidak makan malam karena mengurusi kertas-kertas itu." Lanjutnya menunjuk sebendel kertas di hadapan Jeno.

"Ini bukan hanya kertas, ya! Ini jurnal ilmiah. Sumber pengetahuan," Kata Jeno. Jaehyun hanya membalas dengan dengusan malasnya.

"Untuk apa hyung kesini?" tanya Jeno pada Jaehyun yang duduk bersila di tepi tempat tidurnya.

"Aku rindu padamu," jawab Jaehyun sembarangan, membuat Jeno bergidik ngeri sembari memutar bola matanya.

Jaehyun terkekeh pelan, kemudian menyebutkan tujuannya datang berkunjung. "Aku sengaja kesini mau menanyakan kabarmu, sekaligus kabar Renjun."

Jeno tidak langsung menanggapi. Ia justru membuang muka. Menghela napas kasar, hingga Jaehyun menduga bahwa sepupunya itu masih bermasalah dengan Renjun. "Kenapa bertanya padaku? Kenapa tidak langsung pada Renjun?"

Kini, giliran Jaehyun yang menghela napas cukup kasar. Sebentar lelaki itu menggaruk belakang kepalanya lantas membaringkan tubuh ke kasur hingga kedua manik hazelnya menatap langit-langit kamar Jeno.

Jaehyun memang berniat begitu, menanyakan kepada Doyoung perihal Renjun karena dirinya merasa bertanggungjawab dengan masalah yang terjadi. Sayangnya, sejak kemarin malam Doyoung mengabaikan pesan singkat dan panggilan darinya. Bukan itu saja, Doyoung juga menghindarinya seharian penuh ini. Dari melarang Jaehyun menjemput ke rumah, menghilang di jam makan siang, dan menolak ajakannya untuk pulang bersama. Oleh karena itu, Jaehyun memutuskan untuk menggali informasi dari Jeno. Siapa tahu apa yang dilakukan Doyoung hari ini merupakan dampak dari masalah yang tengah mereka hadapi.

"Kau dan Renjun baik-baik saja, kan?" tanya Jaehyun melirik Jeno yang entah sedang memikirkan apa. Dari posisi tidurnya saat ini, Jaehyun dapat menangkap tatapan kosong Jeno.


pretend ¦ jaedo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang