Kalila [22]

5.2K 596 15
                                    

Malam ini hujan turun lebih lebat dari yang diperkirakan, Kalila mendapat panggilan dari sekolah Aby kalau mereka akan menunda kepulangan adiknya itu satu malam. Bukan hanya itu Avery yang hari ini bermain di rumah neneknya harus dititipkan disana malam ini karena Bryan bilang tidak enak badan.

Bryan sakit.

Pria itu demam tiba-tiba, Kalila cukup kaget karena ia belum pernah sekalipun mendengar pria itu pernah sakit. Bryan terkenal di keluarganya sebagai sosok yang memiliki tingkat imunitas tubuh yang tinggi.

Ceklek.

Ia membuka pintu kamar pria itu pelan, mereka masih pisah kamar. Suasana kamar Bryan cenderung lebih gelap dan membosankan dibanding kamar Kalila yang memiliki banyak warna diakibatkan kejahilan Avery suka menggambar disana.

"Ughh." Pria itu meringis untuk pertama kali ia benar-benar terlihat lemah di mata Kalila biasanya sosok Bryan sangat kuat dan independen.

"Apa kita ke rumah sakit saja?" Ia menyentuh kening Bryan yang cukup hangat.

"Hmm." Pria itu menggeleng menolak lemah masih memejamkan matanya.

Karena belum pernah selemah inilah makanya Kalila sangat ketakutan, wajahnya ikut memucat setiap kali Bryan menggumam tidak jelas. Tanpa menyadarinya Kalila sudah beruraian air mata khawatir juga was-was. Tiba-tiba saja perasaan takut kehilangan Bryan menggerogoti hatinya belum lagi petir dan hujan lebat saling bersahutan di luar sana menambah rasa gusarnya.

"Don't leave me." Ia berbisik lirih menyentuh tangan Bryan erat.

Disela rintihan nya Bryan mendengus menahan tawa. "I am not dying." Ia membuka matanya yang memerah.

"Tapi kamu terlihat kesakitan." Ia menghapus air matanya tak mau pria itu melihatnya.

"Ini hanya demam. It's ok." Bryan mencoba menenangkannya.

"Dan sebaiknya kamu pergilah sebelum demamnya menular." Ia membelai kepala Kalila yang dekat dengannya.

Wanita itu tentu saja menggeleng. "Aku akan disini sampai kamu sembuh." Ia tak akan mungkin membiarkan orang sakit sendirian.

"Aku tidak bisa berdebat." Bryan memejamkan matanya.

"Tapi kalau memang seperti itu sebaiknya kamu tidur di sisiku jangan duduk disitu." Perlahan ia memejamkan matanya mungkin obatnya sudah bereaksi.

Kalila mengangguk dan langsung mengambil posisi tapi sebelum benar-benar ikut tidur, ia memastikan dulu Bryan memerlukan sesuatu atau tidak dan mengganti kompres demam yang ia pasang tadi hampir beberapa jam yang lalu.

oOo

Bryan membuka matanya ketika melirik jam di atas meja disisi kanannya menunjukkan pukul tiga dini hari. Ia menarik nafas berat masih tersisa dalam dirinya rasa lemah akibat demam yang ia rasakan semalam meski ia merasa jauh lebih baik, dia memang jarang sakit dan biasanya sakit hanya demam saja tidak lebih. Kemudian Ia menarik kompres yang menempel di dahinya dan mengambil duduk di kepala ranjang.

Ia belum sadar ada orang di sisi kirinya karena kondisi ruangan yang gelap hingga ia mendengar dengkuran halus disana, Bryan mendekatkan wajahnya mencoba melihat dengan jelas. Meski ia tahu itu Kalila tapi ia masih tidak percaya wanita itu meringkuk disebelahnya.

Lampu kamar yang terletak di sisi wanita itu ia tarik agar hidup dan menimbulkan cahaya yang redup tapi mampu membuat Bryan melihat dengan jelas wajah tidur Kalila untuk pertama kali. Ia menarik ujung bibirnya mengingat bagaimana khawatir nya wanita itu hingga menyangka ia akan mati semalam padahal ia hanya demam biasa.

KALILA [END]Where stories live. Discover now