Kalila [21]

5.1K 561 8
                                    

Pergantian musim tidak pernah begitu menyenangkan untuk Kalila karena ia harus menyiapkan banyak hal dan melakukan sedikit pekerjaan rumah lebih ekstra dari biasanya. Ia tak mengapa mengingat ia memang full time ibu rumah tangga tapi kadang kala ia cukup kesulitan menyelesaikan sendiri satu pekerjaan nya

Seperti sekarang, ia harus memperbaiki dan mengganti loteng rumah mereka yang sudah rapuh karena jika tidak barang-barang di bawah loteng akan mengalami kerusakan jika terkena hujan yang lolos dari celahnya alias bocor.

Ia benci memanjat karena takut terpeleset tapi ia tak mau menyewa tukang perbaikan karena hanya akan menghabiskan uang mengingat pekerjaan ini tidak begitu sulit dilakukan sendiri.

Sebenarnya Bryan sudah menyuruhnya agar tidak melakukan perbaikan loteng dan menunggu pria itu saja di hari liburnya. Tapi Kalila tak mau Bryan menghabiskan liburannya dengan loteng bisa-bisa Avery kecewa. Dan disinilah ia.

Sudah berulang kali ia terpeleset sebenarnya tapi Kalila belum merasa fatal dan memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. Hingga niat itu harus ia tanggalkan karena kali kesekian ia terpeleset Kalila terbanting di pinggiran atap yang dibatasi.

"Ughh." Ia meringis merasakan punggung nya yang nyeri.

"Are you okay?" Seseorang terdengar khawatir dari balik tembok pembatas rumahnya Kalila menoleh dan menemukan seorang pria memasang wajah meringis ke arahnya.

"I am fine." Ujarnya mencoba menyembunyikan rasa sakitnya tapi Kalila tidak bohong punggungnya seperti mati rasa.

"Aw!" Pekiknya ketika ia berusaha berdiri.

"Apa kau bisa sendiri?" Pria itu berjalan ke arah tembok dan dengan mudah menaikinya hingga ia berdiri diatasnya tak jauh dari Kalila.

"I am ok. Good. Yeah." Kalila berusaha memberikan kode keras pada pria itu agar tidak menaiki loteng rumahnya. Bisa-bisa ia canggung sendiri.

"Kau memperbaiki lotengmu sendiri?" Pria terdengar kurang yakin.

Kalila mengangguk. " Aku suka memanjat." Ia mengada-ada.

"Baru kali ini aku melihat pemilik rumah di sekitar sini melakukan itu." Sosok itu menunjukkan rasa takjub. "Tapi bukankah menyewa tukang perbaikan lebih efesien." Sambungnya tepat sasaran.

"Setidaknya kau tidak akan mendapat bekas biru di punggung mu." Ia sedikit sakratis.

"Mulai sekarang aku harus melakukan itu." Kalila tidak bisa melakukan apapun selain setuju.

"Btw, aku Ryan cucu dari grandma Ollie."

Kalila mengenal grandam Ollie, wanita tua yang tinggal sendirian di sebelah rumah mereka. "Hi Ryan. I am Kalila." Balasnya singkat menahan diri bertanya lebih jauh lagi karena punggungnya butuh treatment.

"Sepertinya kau harus memeriksa punggung mu." Pria bernama Ryan itu terdengar Khawatir melihat wajah memucat Kalila.

"Aku akan melakukan itu setelah menyelesaikan ini sedikit lagi " akunya.

Ryan menghela nafas panjang. "Aku akan menyelesaikannya untukmu. Treat your wound, please " pria itu terdengar sopan.

"Tapi-"

"Anggap saja pertolongan pertama dari tetangga baru."

"Baru?"

"Aku akan tinggal bersama grandma Ollie untuk beberapa saat."

****

****

Bryan sungguh beruntung hari ini karena ia tak memiliki pekerjaan yang banyak dan bisa pulang lebih awal. Ia juga tidak perlu menjemput Aby karena anak itu sedang melakukan karya wisata dua malam tiga hari.

Suasana hatinya juga bagus karena bisa menjemput Avery dari preschool nya, suatu kesempatan yang sangat jarang ia lakukan biasanya Kalila yang menjemput tapi wanita itu mengirim pesan kali ini ia yang menjemput.

Bryan memperhatikan Avery yang terlihat mengantuk di kursi belakang. "Tidurlah honey, dad akan menggendongmu sampai rumah." Tawarnya.

"Ok dad." Ave menjawab pelan dan perlahan memejamkan matanya.

Bryan tidak bisa menyembunyikan senyumnya melihat betapa mudahnya Ave  kelelahan mengingat jiwa bermainnya sangat tinggi.

Beberapa menit kemudian ia memarkir mobilnya di depan rumah mereka. Ia belum turun karena memeriksa Ave terlebih dahulu baru setelah nya ia membuka mobil dan menggendong anak itu di pelukannya.

"Terima kasih atas bantuannya."

Bryan berbalik mendengar suara Kalila dari belakang dan sedikit mengernyit melihat sosok asing yang baru saja keluar dari rumah mereka. Ia akan memberi reaksi yang berbeda jika sosok asing itu adalah perempuan tapi itu adalah seorang laki-laki dan ia tidak bisa tidak mengerutkan keningnya.

Tak berniat menyapa Bryan hanya melewati pria itu dan sepertinya pria itu juga memilih demikian. Ia memberikan tatapan ingin tahunya pada Kalila yang sudah berjalan ke arahnya bersiap mengambil alih Avery.

"Siapa?" Akhirnya ia bertanya karena Kalila sama sekali tidak mengerti maksud tatapannya itu.

"Orang tadi?" Kalila bertanya kembali di sela-sela menggendong Ave.

Bryan tidak menjawab.

"Cucu grandma Ollie." Kalila menjawab singkat memasuki rumah lebih dahulu.

"Untuk apa dia kemari?" Ia butuh penjelasan pertanyaan ini.

"Dia sangat baik membantuku memperbaiki loteng." Kalila terdengar sangat bersyukur.

"Bukankah ada tukang perbaikan?" Bryan cukup cerewet.

"Aku lebih nyaman memperbaiki nya sendiri." Kalila mulai merasa aneh dengan pertanyaan Bryan.

"Aku menyuruhmu untuk menungguku jika ingin memperbaiki sendiri bukan?" Pria itu terdengar marah.

Kalila berhenti berbalik dan menatap Bryan heran. Intonasi pria itu cukup asing. "Iya tapi aku ingin memperbaiki sendiri." Ia tidak tahu harus memberi alasan apa.

"Kau tidak sendirian Kalila." Seolah mendapat warning Kalila tahu maksud pria itu.

Ia berjalan cepat menuju kamar Avery meletakkan anak itu kemudian kembali ke posisi dimana Bryan masih berdiri dan menekuk alis.

"Jangan salah paham. Aku memiliki alasan. Dengarkan baik-baik dan jangan menyelaku"

Bryan tidak berniat mengiyakan.

"Tapi sebelum itu kita duduk dulu." Kalila menarik tangan Bryan menuju sofa tak jauh dari mereka dan mendudukkan pria itu dan ia kemudian duduk di sebelahnya.

"Begini awalnya."

Kalila memulai ceritanya dari ia yang membenarkan sendiri loteng nya hingga terjatuh juga datangnya sosok Ryan yang menolongnya. Memang hanya sampai disitu tidak lebih dan setelah menyampaikan semua yang ia alami Kalila tidak menemukan reaksi tertentu selain tatapan datar.

Tapi Kalila cukup terkejut ketika Bryan dengan cepat menjangkau bajunya dan menariknya ke atas.

"Apa yang kau lakukan?" Ia kelabakan ketika kaos panjangnya kini sudah sampai atas perutnya dan menampilkan kulitnya cukup banyak.

"Aku ingin memeriksa lukanya." Bryan tak tanggung-tanggung menarik pakaian Kalila hingga lepas dan membalik tubuh wanita itu membelakanginya.

Kalila tak bohong, punggungnya memar dan Bryan hanya bisa meringis membayangkan rasa sakit yang wanita itu rasakan.

"Apa masih sakit?" Ia bertanya khawatir menyentuh memar itu lembut melupakan kekesalannya yang tadi melihat sosok itu.

"Dibanding rasa sakit aku sangat malu sekarang." Cicit Kalila menyembunyikan wajahnya.

Bryan mengernyit heran tak paham.

"Bisa tolong kembalikan bajuku." Ia memaksakan diri untuk menatap Bryan meminta pakaian nya dengan posisi menutup tubuhnya dengan bantal sofa.

Bryan terlihat biasa saja menyodorkan kaos itu.

"Kau tak perlu malu. Aku sudah melihat lebih dari ini."

KALILA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang