Kalila [4]

5.6K 598 4
                                    

Kalila menatap sekeliling kantor besar itu dengan was-was, ia masih bingung bagaimana caranya ia bisa duduk di kantor mantan presiden tempat ia bekerja beberapa saat yang lalu sebelum ia di PHK. Masih segar diingatan nya kalau Sir Bryan menyuruhnya untuk masuk ke dalam mobil.

Awalnya ia menolak, tapi Kalila begitu terjepit dengan kondisi kardusnya dan juga adiknya.

Disinilah ia menatap ruangan megah dan kosong itu. Memang kosong karena Sir Bryan pergi sebentar untuk mengerjakan sesuatu.

"Maaf menunggu lama." Suara itu mendayu lembut dari belakang Kalila.

Ia melirik menemukan seorang wanita berparas ayu memegang nampan dengan segelas teh. Ia berdiri membantunya. Adiknya sudah pulas di atas sofa empuk yang tadi didudukinya, jadi ia sudah leluasa.

"Sir Bryan sedang ada urusan mendadak dan beliau menyuruh saya menemani kamu." Wanita itu memberikan senyuman ramah. Tipikal sekertaris profesional.

"Maaf merepotkan." Kalila sangat sungkan.

"Tidak apa. Pekerjaan ku tidak banyak." Wanita itu mengambil duduk disebelah Aby yang tertidur pulas di atas sofa. "Anak kamu?" Sekertaris itu terlihat penasaran.

"Adik." Kalila membalas ikut duduk.

"Aku Selena, tunangan Sir Bryan." Wanita itu memberikan senyum lebarnya.

Kalila terbelalak. Ia tidak tahu kalau wanita itu adalah calon istri dari mantan presidennya. Ia jadi makin cemas.

"Kalila." Kalila menjabat tangannya dengan menunduk. "Maaf kalau saya tidak sopan buk." Akunya.

Selena tertawa lepas. "Jangan panggil buk, aku belum tua."

Kalila tentu saja semakin lesu.

"Dan yah, usia kami memang terpaut cukup jauh."

"Itu masih biasa-" Kalila terhenti. Ia tidak tahu bagaimana caranya memanggil wanita itu.

"Panggil saja Selena. Aku 26 tahun."

"Sebelas tahun masih biasa." Kalila masih sungkan menyebut nama calon istri mantan bosnya.

"Usia kamu?"

"Dua puluh empat."

Selena takjub. "Jauh sekali perbandingan usia kalian." Ia menatap Aby lagi.

Kalila hanya bisa tertawa kecil, bukan cuma Selena yang berkata begitu ia juga menanyakan hal yang sama pada ibunya. Tapi namanya sudah rezeki ia tidak bisa protes.

"Maaf menunggu." Pintu coklat tua itu terbuka menampilkan sosok Bryan dengan wajah lelahnya. Kalila langsung berdiri tegap menunduk sedangkan Selena, wanita itu tersenyum lebar menyambut pria itu. Sungguh terlihat cinta yang begitu dalam dimatanya.

"Terima kasih sudah menemaninya." Bryan mempersilahkan tunangannya itu pergi dan mengambil duduk di kursi kebesarannya.

"Duduklah." Katanya kemudian pada Kalila yang berdiri seperti patung.

Wanita itu duduk dengan canggung di sebelah adiknya membiarkan Bryan kembali sibuk dengan berkasnya cukup lama.

"Aku menyelesaikan ini dulu. Setelah itu kita bicara." Katanya disela-sela ia menorehkan tinta emas tanpa menoleh sedikitpun.

"Iya , Sir." Kalila menjawab melirik adiknya yang mulai bergerak tidak nyaman. Beberapa saat kemudian Aby membuka matanya lebar-lebar. Dan itu selalu membuat Kalila mendengus.

"Kamu suka sekali bangun tiba-tiba." Ucapnya manja menoel pipi adiknya yang tembem meski hanya minum susu formula.

"Pasti popoknya penuh ya? Iya ya?" Ia mengajak adiknya berbicara sesekali menciumi pipinya yang wangi tanpa terpikir kalau pria tadi sudah selesai dan bergantian menunggunya.

KALILA [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz