Kalila [23]

5.1K 554 4
                                    

Kalila tak berani membuka suara ketika Bryan hanya menunjukkan tatapan tajam ke arahnya, wajah pria itu terlampau sering menabur senyum pada orang lain hingga ketika ia marah wajahnya terlihat menyeramkan.

Kalila belum menemukan jawaban yang valid kenapa pria didepannya itu marah, ia menyimpulkan kalau hal ini pasti tidak lain karena tetangga mereka. Tapi Kalila tidak tahu kenapa Bryan marah pada Ryan?

"K-kau akan terlambat." Cicit Kalila tatkala Bryan masih menutup rapat mulutnya.

Pria itu menarik nafas dalam. "Apakah kau tidak tahu apa yang salah disini?" Ia terdengar kesal.

"Ryan?" Ia ragu.

Bryan semakin menunjukkan kemarahannya ketika wanita didepannya itu terlihat tidak yakin dengan ucapannya sendiri.

"Dia hanya-" Kalila menghentikan ucapannya karena menyadari ketidaktahuannya terhadap alasan Ryan muncul dari tembok rumah mereka.

"Kalila, mengenalku bertahun-tahun seharusnya membuat kamu mengerti kalau aku tidak suka milikku menarik perhatian orang lain." Bryan belum pernah kesal padanya seperti ini dalam beberapa tahun terakhir.

Mendengar ucapannya Kalila linglung, apa yang dimaksud pria itu sama sekali tak sampai di akalnya. Kalila bukan barang dan ia juga tidak merasa menarik perhatian orang lain disini.

"Apa hubungannya?" Ia tak mau bertanya tapi ia penasaran maksud di balik ucapan Bryan.

Rasanya kepala Bryan ingin pecah, padahal ini masih pagi.

"Bro, sebentar lagi kelas ku akan memasuki jam pertama." Aby bukannya tak sopan tapi ia lelah menunggu dan takut terlambat.

Kalila tahu sekali jika Bryan masih ingin berbicara tapi pria itu menahan diri. Ia membuang muka meninggalkan Kalila yang hanya diam terpaku masih tak mengerti.

*

oOo

*

"Wajahmu terlihat kusut." Dimitri menyadari itu karena jarang Bryan memiliki celah dalam menutupi ekspresinya ketika rapat berlangsung. Tapi kali ini berbeda.

Bryan menghela nafas dan mengusap wajahnya. "Sorry." Ia menyadari betapa diluar kendalinya ia hari ini.

Jujur saja ia tak bisa tenang membayangkan Kalila sendirian di rumahnya. Meski ada Avery tetap saja ia tak terima. Jika saja tetangga sialan itu tak ada ia tak akan sewas-was ini.

"Something happened?" Sahabatnya itu menyodorkan map hasil rapat mereka tadi.

"Not really." Jawabnya enggan berbagi masalah.

"Your wife?" Dimitri mencoba menebak dan terpakunya Bryan membuatnya tahu alasan pria itu tidak seperti dirinya hari ini.

"Apakah kau pernah merasa kesal pada seseorang karena berbicara dengan istri mu?" Bryan terkenal pandai membaca situasi Dimitri tahu betul itu dan mendengar pertanyaan keluar dari mulut temannya itu membuatnya tak percaya dengan pendengarannya.

"Pada laki-laki?"

Bryan mengangguk.

Dimitri membuang muka agar ia bisa memasang wajah serius karena kalau ia terus melihat wajah Bryan yang begitu ia akan tertawa lepas.

"Setiap suami berhak untuk cemburu." Ia menyimpulkan.

"Aku tidak cemburu." Bryan menepis dengan cepat pernyataan Dimitri.

"Ok." Tak tahu harus mengatakan apa ia hanya membenarkan penyangkalan Bryan saja.

"Aku hanya kesal dia berbicara dengan leluasa pada pria itu sedangkan padaku dia lebih sering memilih untuk diam." Keluh kesahnya akhirnya keluar.

KALILA [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz