Kalila [28]

5.4K 557 4
                                    

Hari yang cerah ini berbanding terbalik dengan perasaan suram wanita yang duduk di taman sunyi perumahan elit itu. Matanya membengkak sehabis menangis berjam-jam bagaimana tidak ia telah kehilangan cinta pertamanya.

Mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu lagi-lagi Lilia beruraian air mata. Padahal ia sudah menahan diri hampir sepuluh tahun dan ia banyak mengorbankan diri hanya untuk saat dimana ia bertatap muka lagi dengan Bryan.

Ah, padahal ia sudah sangat senang mendapat kabar pria itu menjadi duda. Ternyata kenyataan tidak seindah apa yang dibayangkan, kini Bryan menggaet perempuan lain untuk menjadi istrinya. Lagi-lagi ia kalah start.

Masih teringat dengan jelas pertemuan pertamanya dengan Bryan beberapa tahun yang lalu ketika ia masih di bangku sekolah. Ketika itu sang ayah mengajaknya untuk menghadiri acara makan malam. Ia yang notabennya masih remaja sangat membenci acara yang dihadiri kebanyakan pria tua itu hampir merasa mati kebosanan.

Tapi perasaan itu sirna seketika saat ia melihat Bryan duduk di meja yang sama dengan mereka bersama dengan ayah pria itu. Saat itu Bryan juga terlihat tidak nyaman berada diantara mereka seperti dirinya dan ia merasa ikatan yang spesial sejak itu. Apalagi wajah Bryan termasuk tipe ideal Lilia dan itu membuatnya semakin tertarik untuk mendekati nya.

Berbicara mengenai wajah, Bryan tidak terlihat tua sama sekali padahal usia pria itu sudah memasuki kepala empat. Kalau Lilia perhatikan Bryan malah semakin menarik.

Ia menggeleng keras. Seharusnya ia tak memuji pria itu lagi. Bryan sudah mematahkan hatinya. Harusnya ia membencinya. Tapi Lilia tahu pria itu memang terlalu sempurna untuk ia benci.

"Bolehkah aku duduk disini?" Seseorang bertanya dengan sopan padanya.

Lilia menoleh.

"Aku ingin memberi makan merpati." Pria itu menunjukkan bungkusan di tangannya.

"Bukankah kita pernah bertemu?" Lilia sedikit ragu.

Pria itu tersenyum tipis. "Kita bertemu di swalayan. Dan aku yang memberi tahu mengenai keluarga O'connell." Ia mengambil duduk.

Mereka tak berbicara lagi, Lilia malu membahas tentang hal itu. Bisa-bisa ia ditertawai karena ketahuan mengirim surat pada suami orang lain.

"Apa kau memiliki hubungan khusus dengan sir. Bryan?" Pria itu tak bisa berhenti bicara.

"Aku hanya mengenalnya."

"Patah hati?"

Lilia mendelik.

"Aku tahu kau menyimpan rasa padanya ketika aku membicarakan kalau sir. Bryan menikah dan wajahmu langsung menunjukkan kekecewaan." Ia memberi alasan.

Lilia menghela nafas panjang. "Sudahlah." Ucapnya kemudian melirik ke arah pria itu curiga. "Apa kau mengikuti ku?"

Pria itu terlihat jelas menahan tawa. " Tidak, rumahku di sebelah rumah sir. Bryan. Tepatnya milik my grandma. Aku hanya singgah untuk beberapa waktu." Jelasnya.

Lilia merasa bersalah juga malu. "Sorry." Cicitnya.

"No problem." Pria itu tersenyum tipis.

Mendengar ucapan pria itu Lilia semakin lebih baik. Dan ia harusnya berterima kasih.

"I am Lilia, by the way." Ia mengenalkan dirinya terlebih dahulu.

"Ryan."

****

oOo

***

"Apa kalian bertengkar?" Christopher setengah berbisik pada saudaranya itu ketika mereka sedang menikmati makan malam mereka.

KALILA [END]Where stories live. Discover now