Kalila [8]

4.6K 557 3
                                    

Bryan menatap orang-orang yang sedari tadi sibuk mendekorasi rumah orang tuanya itu, dua hari lagi ia akan melepas status lajangnya. Dan jujur saja Bryan belum siap. Tapi ia sudah membuat Selena menunggu hampir empat tahun dan ibunya sudah kerap menyinggung masalah cucu.

Ketidaksiapan Bryan bukanlah karena ia seorang lelaki kurang ajar yang takut komitmen dan gemar mengencani banyak wanita tapi karena ia takut ia tidak mampu membahagiakan Selena. Ia tahu dengan baik isi hatinya. Dan Bryan belum jatuh cinta pada wanita yang sebentar lagi menjadi istrinya itu.

Ia sempat meminta saran pada Dimitri. Sahabatnya itu bilang kalau Bryan harus memikirkan perasaan Selena. Dan disinilah ia di jenjang tahap serius ini. Bryan akan berusaha yang terbaik.

"Grandma!!"

Bryan yang sibuk melamun menyadari teriakan tidak asing dari arah pintu depan. Ia menarik sudut bibirnya tahu dengan betul suara kecil itu. Ia menoleh mendapati Aby berlari ke arah ibunya yang sedang duduk bersama ibu Selena juga Selena.

Ia melirik ke arah pintu pada wanita yang mengekori Aby yang berjalan sembari geleng-geleng kepala. Wanita itu sudah menyerah dengan tingkah adiknya sendiri sepertinya.

Melihat Kalila ia teringat, setelah menikah bagaimana wanita itu. Ia dan Selena akan tinggal bersama pasti mereka juga akan sering di rumah. Kalila akan canggung. Dan tentu ia juga.

Kalila gadis yang baik. Wanita itu tahu tempatnya dan selalu memberi batas padanya tidak seperti kebanyakan perempuan yang ia kenal. Kalila kerap membantunya layaknya saudara dan juga teman.

Mereka tidak akrab. Tidak seakrab Kalila dan Selena. Tapi terkadang Bryan tidak segan meminta pendapat wanita itu atau bahkan mengajaknya berbicara jika berada di tempat yang sama. Dan biasanya Kalila selalu menjaga sikapnya agar tidak keterlaluan. Itu yang Bryan suka. Jarang sekali wanita memikirkan perasaannya.

"Hi Aby." Ia memanggil bocah itu yang sedang duduk dipangkuan ibunya dan Aby tentu saja menghamburkan dirinya ke arah Bryan.

"Dad!" Pekiknya. Mereka memang hampir seminggu tidak bersua. Bocah itu memeluk nya erat seolah rindu.

"Kamu sudah cocok jadi ayah." Goda ibunya lagi. "Selena juga siap jadi ibu."

Selena yang di goda begitu hanya memerah malu. Tapi berbeda dari ibu Selena, Agatha. Dia melirik Kalila berulang kali dengan tatapan tidak nyaman.

Kurang lebih ia sudah tahu siapa Kalila juga bagaimana sifatnya dari Selena tapi Agatha tidak begitu senang dengan  keberadaannya di rumah Bryan mengingat sekarang sangat banyak kasus penipuan oleh asisten rumah tangga.

Apalagi Kalila itu wanita sebatang kara. Agatha khawatir jika sosok wanita itu menganggu kebahagiaan anaknya.

"Kalila duduklah." Caroline menyuruh wanita itu yang memang sedari tadi berdiri dari kejauhan.

Kalila sungkan. "Nanti Tante, saya ke dapur dulu mencari sesuatu." Ia memberi alasan tidak mau bergabung bersama majikannya.

Tapi Selena lebih dulu menariknya agar duduk di sebelah Caroline dan ibu Bryan itu hanya tersenyum kecil. Caroline tahu dirinya luar dalam.

"Kalila ya." Panggil Agatha.

"Iya Tante." Kalila menyodorkan tangannya untuk saling bersalaman. Agatha menerimanya. Ini kali pertama mereka bertemu.

"Terima kasih sudah menjaga Selena." Ia berbasa-basi.

"Saya yang harusnya berterima kasih karena Selena banyak membantu." Akunya.

Agatha mengangguk kecil.

"Kamu sudah berapa lama bekerja di rumah Bryan?" Tanyanya mencoba membangun percakapan. Selena mengerutkan keningnya setahunya ibunya itu sudah tahu tentang Kalila.

Kalila  berpikir sejenak. "Ini tahun ketiga."jawabnya.

"Benarkah? Aku tidak menyangka sudah mau tiga tahun?" Caroline memotong melirik Aby. "Dulu dia masih bayi, sekarang Aby sudah sangat besar." Ia benar-benar terlihat seperti seorang nenek pada cucunya.

Kalila sangat bahagia Aby tidak kekurangan kasih sayang di sini .

"Selama itu kamu tidak berniat mencari pekerjaan lain?" Sontak pertanyaan dari Agatha membuat keempat orang dewasa itu menoleh ke arahnya.

"Mom." Selena menegur takut jika Kalila sakit hati.

Kalila tahu betul isi hati ibu Selena, ia juga sempat berpikir demikian. Lagipula ia gadis dan tidak mungkin berdiam lebih lama di rumah itu. Dan juga alasan ia datang kemari selain menghadiri pernikahan Selena dan juga atasannya adalah untuk menyampaikan kepergiannya dari rumah Bryan.

Dia akan pergi pindah ke Brooklyn untuk menemani paman dan bibinya yang tinggal sendirian beberapa saat.

"Saya sedang merencanakan untuk pergi bulan ini." Jawabannya membuat ketiga orang itu menatapnya kembali.

"Kalila, kamu tidak harus." Caroline sepertinya tidak mau dia pergi.

Kalila tersenyum tipis. "Paman dan bibi saya sudah menjemput Tante. Mereka bilang membutuhkan saya." Ia mengaku.

Bryan terpaku. Ia tidak menduga secepat ini. Matanya turun ke arah Aby yang duduk dipangkuan nya memainkan rubriknya.

Ia akan berpisah dari bocah itu.

"Aby pasti akan pergi juga ya." Caroline memasang wajah sedih.

Kalila tidak perlu menjawab karena semua tahu jawabannya.

Mereka kembali diam dan Kalila merasa tidak nyaman akhirnya ia memutuskan untuk permisi sebentar ke dapur dan berakhir tidak kembali lagi dimana ia ikut membantu maid disana.

Aby dibiarkan bersama keluarga itu dan adiknya kesenangan.

"Aku kira aku akan sedikit kesulitan berpisah dari Aby." Ia menatap anak kecil itu. Caroline sudah menganggap Aby seperti cucunya.

"Semuanya akan baik-baik saja." Bryan mengusap kepala Aby yang kini melihatnya.

"Ada apa dad?" Tanya bocah itu merasa jika ayahnya mencoba berbicara.

Bryan tersenyum tipis. Entah mengapa ia tidak keberatan dipanggil demikian oleh nya. "Bagaimana perasaan mu sebentar lagi pindah?" Tanyanya menurunkan Aby dan duduk bersebelahan.

"Pindah kemana?" Bocah itu memang tidak tahu apa-apa.

"Mungkin Kalila belum memberitahu." Selena memberi alasan dari kursinya.

Bryan diam saja menatap bocah itu dalam. "Nanti ketika Aby sudah pindah. Aby harus selalu menghubungi dad ya." Ia menegaskan.

Aby hanya mengangguk saja. "Ok dad." Jawabnya asal.

"Aby kemari sayang." Caroline memanggilnya dan Aby turun dari kursi nya. Wanita itu langsung memeluknya. "Grandma tidak mau berpisah dari Aby." Ia merengek.

"Aku tidak akan pergi kemana pun grandma." Bocah itu mencoba menenangkan.

Mereka bisa berharap apa dari anak kecil. Aby tidak tahu apapun dan pasti akan lupa dengan mereka. Tidak ada ikatan darah sama sekali dan Caroline cukup sedih membayangkan ketika mereka pergi dan Aby akan segera memiliki kehidupan yang baru dan mereka tidak di dalamnya.

Caroline memiliki dua anak dan sudah besar semua jadi ia tidak memiliki tempat mencurahkan kasih sayang. Ketika bertemu dengan Aby rasanya ia begitu lega. Ia memiliki sosok yang ia manjakan dan Aby adalah anak yang cerdas. Aby selalu memperlakukan dirinya dengan penuh kasih sayang. Terkadang Caroline berpikir bagaimana jika Aby menjadi cucunya tapi ia tahu itu tidak mungkin.

KALILA [END]Where stories live. Discover now