Kalila [14]

4.6K 543 3
                                    

Bryan tidak pernah bosan memandangi wajah bulat putrinya, rasanya setiap kali ia memandangnya sehabis melakukan pekerjaan berat ia langsung merasa lebih baik. Seperti saat ini ketika ia baru saja menutup salah satu cabangnya.

Penutupan cabang merupakan suatu keputusan yang sulit bagi Bryan karena ia akan melihat beberapa orang kehilangan pekerjaannya. Dan ia tidak bisa berbuat apapun selain memberikan kompensasi. Sebenarnya ia tidak ingin melakukan hal itu tapi kepala bagian perencanaan memiliki planning yang menjanjikan dan Bryan bisa apa sebagai seorang pembisnis.

"Kalau kau berniat hanya memelototi nya hentikan sayang, Avery ketakutan." Selena menemukan pria itu lama melamun.

Tentu saja Bryan langsung memeriksa ekspresi putrinya itu dan Selena tidak bohong. Avery memang sudah terlihat ingin menangis karena ia pandangi saja tanpa mengajaknya berbicara seperti yang biasanya.

"Kita akan bermain setelah dad berganti pakaian." Ia mengusap kepala Avery dengan sayang kemudian beranjak membiarkan Selena mengganti kan dirinya.

"Dimitri tadi mengirimkan pesan padaku karena kamu tidak mengangkat panggilannya." Ujar Selena disela-sela ia mengganti popok Avery. Ternyata bayi itu menangis karena popoknya penuh bukan karena dadnya.

"Apa yang dia katakan?" Ia penasaran karena memang ponselnya tidak pernah sempat ia buka seharian.

"Mereka menyuruh kamu segera mengunjungi Anastasia yang sudah sadar dari komanya."

"Benarkah?" Bryan cukup lega mendengarnya. Ia turut bahagia dengan Matthew. Sahabatnya itu memang menunggu lama.

***

Selena memegangi perutnya yang begitu sakit setiap kali ia bangun tidur atau sehabis duduk terlalu lama. Rasa nya sakitnya bertambah setiap hari. Bahkan semakin sakit hari ini. Padahal ia sudah melakukan banyak hal rekomendasi teman-temannya tapi tidak ada yang berubah.

Ia juga sudah ke dokter tapi dokter itu mengatakan jika ia baik-baik saja. Selena tahu ada yang salah karena sakit perutnya yang teramat itu muncul sehabis ia melahirkan buah hatinya.

Ia menatap Avery yang sudah bermain di atas tempat tidurnya, bayi itu cukup aktif dan ia merasa bangga disela ringisan nya. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana.

Drrttt drrttt

Ponselnya bergetar ada nama Kalila disana.

"Halo?" Ia menahan sakitnya yang menjadi-jadi karena memang tidak ada obatnya sampai reda sendiri.

"Hai Sel, kamu dimana?" Kalila bertanya di ujung sana.

"Lagi di rumah sendirian bersama Avery. Ada apa?"

"Sir Bryan?" Kalila memastikan.

"Dia sedang di luar kota." Akunya.

Kalila menghela nafas lega. "Aby ingin bertemu dengan Avery dan dia sudah memintai dari seminggu yang lalu. Aku hanya punya waktu hari ini. Bisa kami kesana?"

Sungguh Selena bersyukur. "Kemari lah."

***

Kalila dan Selena duduk di yang tamu menikmati bolu buatan Kalila yang ia bawa, sembari memandangi Aby dan Avery yang bermain di atas karpet empuk.

"Pipi Claire sepertinya semakin besar." Kalila memandang lamat-lamat bayi lima bulan itu.

Selena terkekeh. "Semuanya bilang begitu." Teringat mertuanya yang juga mengatakan hal persis seperti Kalila.

"Tapi kenapa kamu suka memanggil Ave dengan nama Claire?" Selena penasaran, ia sudah lama mendengar Kalila menyebut anaknya begitu.

"Lebih mudah di ucapkan?" Kalila mencari alasan dan mendengar alasannya itu Selena hanya bisa menerima.

KALILA [END]Where stories live. Discover now