36. JAGAIN BAYI KOLOT

2K 318 479
                                    

36

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

36. JAGAIN BAYI KOLOT

Tahukan bagaimana rasanya nyeri di bagian organ tubuh tertentu sampai melakukan sesuatu pun amat sangat menyiksa?

Itu yang sedang Jenaro alami. Kata Ibunya kalau perempuan lagi menstruasi, rata-rata mengalami senggugutan. Perut seolah diremas-remas juga pinggang terasa pegal. Bisa seharian meringkuk di tempat tidur sambil memegang perut. Berjalan kadang tidak sanggup lagi jika sakitnya kian menjadi-jadi.

Menahan nyeri di area alat vitalnya yang akhirnya menumbangkan Jenaro di trotoar. Cowok itu berkali-kali mengumpat. Tak peduli pengguna jalan yang memandangnya aneh sebab Jenaro seperti cacing kepanasan. Tubuhnya bergerak resah dengan tangan menyentuh bagian luar celana depannya. Tepat di kemaluan.

Mau tidak mau karena tidak mungkin juga Jenaro pulang naik motornya, Jenaro menghubungi Saguna untuk menjemputnya di depan sekolah.

Alhasil, sepanjang jalan cowok berkaos hitam polos yang tengah membonceng Jenaro itu terpingkal-pingkal sangking tak kuasa menahan geli. Habisnya Saguna menemukan Jenaro kesakitan sembari menutupi kemaluannya.

Sejam di kamar Jenaro, Saguna dan Maxen terus mengejek cowok itu dengan kalimat-kalimat menjengkelkan. Membuat Jenaro berkeinginan menendang dua makhluk ajaib itu dari rumahnya. Mana dua manusia lain ketawa-ketiwi saja. Bukannya menolong malah ikut menertawakan nasibnya.

"Burung lo baik-baik aja kan, Ro?" tanya Saguna yang langsung mendapat pelototan tajam Jenaro.

"Hehehe, canda burung."

Maxen ngakak, "Mending lo samarin namanya Gun. Yang estetik gitu. Misal Joni atau gak Konah."

"Zulkipli aja sekalian, Xen. Biar kayak nama tukang kebun tetangga gue." Rainer menyahut masih dengan kekehannya.

"Cocoknya Ronaldo Wati, Jun." Saguna nimbrung lagi terus tak lama kemudian dia nyanyi dibantu Maxen. "Ronaldooo Wati si panjang-panjang kepala botak." Maklum, sohib kental. Sebut saja mereka kembar siam. Haha. Maxen pengikut Saguna garis keras.

Tawa keempatnya meledak-ledak sedangkan Jenaro berusaha melempari teman-temannya menggunakan bantal serta guling yang saat ini tergeletak mengenaskan di lantai.

"Bangsat ya lo semua!"

"Dih, galak." Saguna meredakan tawanya lalu menghampiri Jenaro yang hanya pasrah duduk bersandar di kepala ranjang. Sepulangnya Jenaro, orang rumah panik. Terlebih Hazel, Ibunya. Kalau Ayahnya jangan ditanya. Belum lagi Jenaro menjelaskan, sudah tertawa duluan.

"By the way, anu lo apa kabar, Ro? Baik-baik kan di dalam sono?" Saguna menunjuk ke arah korban utama dari kesadisan Oife.

"Sumpah demi apapun ini sakit banget, Gun. Lo pikir aja gimana kondisinya."

Saguna terpelongo, "Anu lo koma, Ro?" tanyanya polos minta ditabok.

Hampir lampu tidur mengenai otak korslet Saguna. Jenaro mendesis, "Sini gue coba tendang itu lo. Biar lo tau rasanya nahan sakit yang lo sendiri gak bisa ngatasinnya."

JENARO Where stories live. Discover now