6. WARUNG MBAK CIMOY

3.2K 401 105
                                    

6. WARUNG MBAK CIMOY

Di hari rabu jam terakhir, kelas Oife mendapat pelajaran penjaskes yang mengharuskan semua muridnya mengenakan pakaian olahraga dan disuruh melakukan pemanasan di pinggir lapangan.

Oife yang malas sekali dengan pelajaran menguras tenaga itu pun melancarkan aktingnya di mana dia berpura-pura sakit kepala. Pak Yono selaku guru bidang studi bertubuh atletis yang terkenal genit di SMA Galasky mengizinkannya untuk duduk saja di pinggir lapangan. Pak Yono dari awal datang sampai selesai pemanasan tidak hentinya menggombalinya. Oife muak tapi mau gimanapun guru tersebut sudah berbaik hati padanya. Oife meminta ditemani yang langsung Pak Yono kabulkan. Pak Yono langsung menunjuk Hebi.

Saat ini Oife dan Hebi hanya melihat teman-temannya bermain bola kasti saja diselingi ghibah yang Oife ciptakan. Tentu tidak jauh-jauh dari cowok yang ternyata nekat bin mesum. Siapalagi kalau bukan Jenaro. Padahal Oife bercanda dengan mengatainya cowok munafik tapi tidak disangka-sangka Jenaro beneran menciumnya.

Tidak tahukan Jenaro kalau sore itu jantungnya hampir mencelos keluar?

Oife tiba-tiba heboh saat menemukan kelima cowok berpenampilan urakan namun tetap ganteng dan mempesona, memasuki area lapangan futsal. Di Galasky, lapangan terbagi dua yang mana letaknya berdampingan. Lapangan futsal juga lapangan basket. Untuk kelas Oife, mereka memakai lapangan basket yang diberi skat pembatas dari jaring. Oife bisa melihat dengan jelas tanpa dihalangi apapun karena dia duduk di kepala pembatas. Tepat di pinggir.

"Kelas mereka kebagian jam olahraga juga?" tanya Oife tak memutuskan pandangannya ke arah lima cowok yang mulai sibuk dengan benda keras berbentuk bulat itu.

Hebi yang merasa jika Oife bertanya padanya pun mengangguk kecil, "Mereka ganteng-ganteng kan? Tapi sayang dua diantaranya berkelakuan minus."

Mendengar informasi itu Oife menoleh, menatap Hebi dengan kerutan di dahinya, "Maksud lo si Saguna sama Maxen?"

Hebi menjentikkan jarinya, "Nah bener tebakan lo. Rada sableng emang si Saguna. Asal lo tau nih ya, Saguna itu sebelas dua belas sama bokapnya. Dulu pas masih jaman sekolah, bokapnya suka jadi bahan nistaan sahabat-sahabatnya. Lo bisa bayangin gak tuh gimana tingkah bokapnya. Tapi semenjak menikah bokapnya udah gak slengean lagi. Sekarang gantian anaknya," jelas Hebi panjang lebar. Oife yang memang penasaran akan kelima cowok tersebut mendengarkan kata demi kata yang Hebi lontarkan. Oife tampak kalem sesaat sebelum dirinya kembali berseru.

Hebi melanjutkan, "Kalo Maxen gue kenal dia dari kecil. Maxen itu sepupu gue. Bokap dia adek dari bokap gue. Intinya bokap dia sama bokap gue saudara kembar. Maxen orangnya galak tapi gak pecicilan. Tapi sejak kenal Saguna hancur image anak baiknya. Bukan berarti Saguna cowok yang bawa pengaruh buruk, gak gitu. Lebih ke suka buat keributan aja sih. Kenakalan mereka juga masih dalam batas wajar."

"Terus-terus kalo Jenaro orangnya gimana?" Oife menyerongkan duduknya, sedikit menghadap Hebi yang melirikkan matanya singkat ke arah cowok yang namanya baru saja disebutkan oleh Oife.

"Lo suka sama Naro?" tanya Hebi pertama-tama.

"Gaklah! Ogah banget gue punya perasaan sama tuh cowok!" Oife mendelik tidak terima.

Hebi terkekeh, "Jangan gitu ntar lama-lama lo sayang terus jadi bucin, gimana?"

"Astaga omongan lo nyerimin, Bi. Yakali harus dia. Kayak gak ada cowok lain aja. Naro itu cowok gendeng, Bi. Gak tertarik gue." Oife bersidekap. Dia meluruskan tubuhnya dan pandangannya mengarah lurus ke depan bertepatan dengan Jenaro yang menendang bolanya ke gawang yang lagi di jaga Saguna. Berhasil. Bola masuk tepat sasaran. Membuat Jenaro melepaskan bajunya hingga menampakkan otot-otot tubuhnya yang berkeringat. Oife tertegun apalagi ketika Jenaro tengah menegak sebotol air lalu sisa airnya dia guyurkan ke poni berantakannya.

JENARO Where stories live. Discover now