Chapter 23

11.7K 1.9K 130
                                    

Fiersa Besari ft. Prinsa—Melawan Hati

———————

"Dia ngira lo cuma kasihan."

Hari libur dan pagi-pagi sekali Sheila menyetir ke apartemen Baim, alih-alih meminta lelaki itu datang ke apartemennya. Begitu duduk, Sheila memuntahkan semua cerita—yang sekiranya Baim belum tahu. "Gue nggak maksud kayak gitu!"

"Tapi bakal jadi begitu karena lo bilangnya setelah dengar cerita dari Sandra." Baim bersedekap. "Emang selama beberapa bulan terakhir, dia nggak cerita keadaan dia sebenarnya ke lo, kenapa? Karena lo dingin dan cuek?" Menggeleng. "Bukan. Dia barangkali nggak mau cerita karena nggak mau lo balik ke dia dengan alasan sebatas kasihan dan merasa kalian sama-sama kehilangan. Itu memang instan, tapi nggak fair. Artinya dia sungguhan ingin lo balik, murni karena memang ingin."

Sheila terdiam sejenak. Lalu teringat sesuatu. "Tapi dia pernah ngajak gue ketemu nyokapnya. Bukannya itu tanda kalau dia mulai terbuka sama gue?"

"Iya. Tapi lo tolak, 'kan?" Baim mengembuskan napas. "Nggak sepele sih, Cel. Penolakan itu bisa berarti lo nolak keberanian dia buat mulai cerita. Lo patahin gitu aja tanpa kasih kesempatan, tanpa mau dengar. Orangnya emang nggak marah. Tapi bisa jamin isi hatinya? Bisa jadi itu keberanian dia yang terakhir."

Telak. Sheila tertampar lagi.

"Perasaan memang suka mengelabui. Tapi meski ribet, gue sedikit paham sama ketulusan Rama. Yang kalau dilihat dari sisi lo akan terlihat kemunafikan dia. Tapi coba lihat dari sisi Rama. Gimana dia coba percaya dengan perasaan lo, tapi ternyata nggak semudah itu. Dia telanjur tahu lo selalu nolak dia. Tapi begitu lo tahu semua tentang apa yang terjadi di hidupnya, lo buru-buru lari ke dia."

Sheila membela diri. "Gue kasih diri gue sendiri waktu, Im. Nggak yang langsung lari ke dia juga."

"Terus kenapa lo nggak lari ke dia dari dulu aja? Toh, kalian sama-sama masih cinta. Kalau bener-bener bisa ngeredam ego, nggak perlu alasan apa-apa untuk kembali. Cukup saling memaafkan." Melihat wajah murung itu, Baim menambahkan. "Gue nggak bermaksud nyalahin kalian."

"Gue mesti gimana?"

"Cari jawaban sendiri. Lo sendiri juga butuh itu. Sebelum ketemu Rama lagi, cari tahu dulu apa yang hati lo inginkan. Apa emang cuma sekadar simpati atau karena lo masih cinta tapi baru sadar sekarang."

Sheila meraba hatinya. Berharap menemukan jawaban detik itu juga. Dan hanya terlintas satu hal. "Waktu dia kecelakaan, gue nyetir kayak orang kesetanan ke rumah sakit. Apakah bisa masuk hitungan?"

"Bisa. Tapi cukup nggak?"

"Kayaknya nggak. Karena setelahnya, gue jadi pengecut. Nggak berani jenguk dia."

Baim mengurai lipatan tangan dan menyusul duduk. "Gue dengar awal bulan besok Rama bakal ke Bali, syuting film. Jangan bilang lo mau nyusulin?"

"Nyusulin buat apa? Ngerecokin dia kerja?"

"Gue kira lo mau ngejar dan kasih penjelasan sebanyak-banyaknya."

"Untuk saat ini mungkin nggak akan didengar."

"Lo udah lihat gosip hari ini?"

"Udah."

Tidak bermaksud mengejek. "Sakit ya pasti lihat Rama deket sama Nadhira."

"Gue akhirnya tahu siapa Nadhira. Mereka bakal kerja bareng. Nggak ada yang salah." Sheila menyeringai. "Lagi pula, pendapat gue nggak penting di sini. Gue bukan siapa-siapanya Rama di masa sekarang."

AFTERTASTE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang