Chapter 7

14.6K 2.1K 70
                                    

Selepas jam makan siang, Sheila duduk pasrah di dalam mobil Baim, menuju salah satu mal terbesar di ibu kota. Mereka datang bertiga. Baim membawa salah satu kru. Sheila memilih diam sepanjang jalan karena, jujur, hatinya masih mangkel.

Dia tidak bisa menolak apalagi membela diri ketika surat tugas sampai di mejanya. Baim menghibur berkali-kali tapi percuma. Sheila tidak butuh hiburan atau motivasi apa pun. Meira dan Bobby bahkan angkat tangan, kompak diam. Mereka tidak lagi mau memikirkan kenapa Sheila begitu antipati dengan Rama. Mereka percaya jika jawaban akan tiba dengan sendirinya daripada terus merongrong Sheila dan berakhir dengan perang dingin.

"Cel,"

Sheila menoleh ke Baim. Mengangkat alis.

"Udah sampe."

"Udah tahu." Melepas sabuk pengaman, Sheila turun begitu saja. Mereka melangkah dalam diam menuju lift. Acara roadshow promo film Rama ada di lantai satu. Sementara mereka parkir di atap.

Baim menyodorkan satu bungkus permen karet. "Rileks, Cel."

Menerima permen karet tersebut. "Siapa juga yang tegang."

Baim hanya tersenyum, tanpa berniat memperburuk suasana hati Sheila. Sejak kemarin lusa, Sheila sudah jengkel setengah mati. Beruntung hari ini, ketika mulai bekerja, Sheila tidak main kabur-kaburan.

"Yang gue nggak paham, kenapa kita mesti ikut roadshow dia? Sementara hari ini konsepnya ngobrol santai di mobil. Kenapa nggak datang pas dia udah selesai aja?" Lift berhenti di lantai satu. Baim belum menjawab dan memilih melangkah keluar lebih dulu.

Ketika sudah beberapa langkah dari lift, Baim menjawabnya. "Kita kan mau ngobrolin film dia. Pas nanti ngobrol santai di mobil pun, juga dalam perjalanan ke tempat kedua dia promo film."

Tamatlah riwayat Sheila mulai hari ini.

Ngomong-ngomong, lantai satu sudah penuh. Hampir separuhnya adalah orang yang datang untuk menonton para cast film. Bahkan panggung yang ukurannya lumayan besar itu sampai tidak terlihat.

Saat Baim dan rekannya mulai merekam kerumunan, Sheila melipir ke Chatime. Dia perlu mendinginkan kepalanya sebelum sungguhan meledak memikirkan bahwa beberapa menit ke depan dia akan duduk bersama Rama, dan mengobrol dengan sok akrab.

Menunggu pesanannya, Sheila menoleh ke kerumunan. Acara belum dimulai, mungkin sebentar lagi para cast akan tiba. Dan benar, sesaat setelah Sheila menebak, pintu masuk mal tiba-tiba ramai. Kerumunan mendadak riuh. Beberapa orang berseragam hitam tampak mengawal para cast dan jajaran kru film yang kompak mengenakan kaus hitam yang serupa. Di antara keributan itu, sudut mata Sheila tetap bisa menangkap Rama di sana. Terlihat tetap tersenyum lebar meski sempat kena tarik—nyatanya fans memang seganas itu saking antusiasnya dan para bodyguard yang sudah bekerja maksimal bisa kecolongan.

Acara dimulai begitu para cast dan sutradara bersama produser duduk di kursi yang disediakan di atas panggung. Sheila membawa Chatime-nya, mencari spot kosong dan gagal. Akhirnya dia pasrah nyempil di antara penonton. Berdiri paling belakang. Berusaha menikmati minuman bobanya tanpa memikirkan apa-apa. Sementara dia sekilas melihat Baim ada di samping panggung.

Beberapa pertanyaan diajukan seputaran film; premis cerita, suka duka dalam proses syuting, tentang pendalaman karakter, membangun chemistry dan hal-hal yang ada di belakang layar. Lalu tanpa aba-aba, pertanyaan dibelokkan tajam oleh host dan ditujukan untuk Rama.

"Selama proses membangun chemistry, yang katanya kalian sampai jalan bareng, buat Rama sendiri, kena jebak cinlok nggak nih?"

Seketika penonton menjerit, Sheila sampai berjengit dan mengusap telinga. Untung boba di tangannya aman, tidak terlempar.

AFTERTASTE ✔Where stories live. Discover now