Chapter 9

13.6K 2.2K 154
                                    

Manfaat Dipa menginap di apartemennya adalah kulkas sekarang penuh dengan makanan. Mulai dari segala macam keripik, kacang-kacangan, roti, sampai buah dan sayur. Sheila jadi terpaksa bangun lebih pagi untuk membuat sarapan karena perut anak itu terbiasa dimanja. Semalam bahkan request minta sarapan zuppa soup. Nggak sekalian minta dibikinkan nasi gudeg? Kenapa Dipa tidak semudah dirinya yang cukup dengan sarapan sereal atau kopi? Tidak dia sangka, perut Dipa punya jiwa ningrat.

"Mama kangen sama Mbak."

Sheila meletakkan sendoknya, menyesap teh hangat. Mengulur waktu untuk memberi jawaban. Bahkan dia juga menatap mug lebih lama. Dipa menyuap zuppa soup-nya sambil melirik kakaknya yang belum juga memberi jawaban. Sesulit apa sih bilang kangen balik?

"Mbak?"

"Iya, nanti aku telepon Mama."

"Mbak nggak mau pulang ke Surabaya bentar aja?"

"Belum."

Dipa mengerti. Jadi dia mengalihkan. "Karena aku di sini, anterin ketemu Papa ya. Pas Mbak longgar aja."

"Oke." Dia memilih tidak bertanya kenapa Dipa tidak mencoba menelepon Papa sendiri. Mungkin sama seperti dirinya. Ragu. Maka Sheila langsung mengiakan.

Mereka lantas menghabiskan sarapan dalam diam.

Sheila menandaskan zuppa soup dan membawa mangkuknya ke westafel. Mencucinya. "Kamu mau ngapain pas aku tinggal kerja?"

"Ketemu sama temen-temen SMP."

"Udah janjian?"

"Udah."

Sheila beranjak ke kamar untuk mengambil tas selempang, berjalan kembali ke ruang tengah seraya mengeluarkan dompet. Menarik beberapa lembar dari sana. Dipa menerimanya dengan berbinar. Mengucapkan kata terima kasih dengan suara sok imut.

"Mbak nanti pulang jam berapa?"

"Malem."

"Iya, jam berapa?"

"Nggak mesti, Dipa. Kalau laper, pesen lewat ojol aja."

"Mbak mau syuting sama Mas Rama ya?"

Ya, ya, Sheila tidak lagi heran kenapa Dipa tahu kalau dirinya sedang ada project bersama Rama.

"Hari ini temanya apa?"

Sumpah ya, Sheila malas menjawab. "Aku berangkat dulu."

Dipa mengikuti hingga depan pintu.

"Apa lagi?"

"Mbak nggak mau balikan lagi sama Mas Rama?"

Tentu saja Sheila langsung senewen. "Tahu apa sih kamu, Dip?"

Dipa santai menunjuk kalung yang dikenakan kakaknya. "Itu. Kalau emang udah move on, cincinnya dibuang atau nggak dijual aja. Nggak usah dijadiin bandul. Bikin orang salah sangka nanti."

Dengan gerakan canggung tapi terburu, Sheila menyembunyikan bandul ke balik baju. Tanpa meladeni kalimat usil adiknya, dia meninggalkan pintu. Melangkah cepat menuju lift.

Dipa sedikit berseru. "Boneka segede gaban di kamar itu aku siap bakarin, Mbak! Bilang aja kapan!"

Sebelum pintu lift menutup, Sheila menyumpahi adiknya.

***

Kali ini Sheila ditemani Meira dan Bobby—mumpung mereka tidak dikejar deadline apa-apa. Tadi ketika mendengar tema hari ini, mereka berdua kompak menjerit ingin ikut. Sheila sudah bilang jika mungkin akan membosankan, tapi keduanya kompak bilang tidak. Malah balik mengatai kalau Sheila terlalu kuper karena bilang menonton sepakbola itu hal yang membosankan.

AFTERTASTE ✔Where stories live. Discover now