Extra 3: Take Me Home

26.7K 2.4K 392
                                    

Lagu di mulmed:

Raisa—Kali Kedua

—————————

"Aku yakin kamu ingat." Rama mengulurkan sapu tangan. "Kalau nangisnya udah, aku mau bicara serius."

Sheila menggeleng, menolak uluran sapu tangan dan menyeka pipi dengan punggung tangan.

Setelah melihat perempuan itu sedikit tenang, Rama mulai bicara. "Beberapa jam sebelum berangkat ke Bali, ada semacam kesepakatan soft marketing sama PH, atau kamu boleh nyebut gimmick. Andra sampai nggak percaya kalau aku bakal mau lakuin ini. Dia juga ngingetin kalau aku bakal beneran kehilangan kamu lagi. Dan, ya, kejadian. Aku kehilangan kamu karena gosip yang beredar. Parahnya, Nadhira beneran cinta sama aku. Dua konsekuensi yang sebenarnya udah ada di kepalaku, tapi tetap nekad aku lakuin."

"Aku nggak tahu kenapa kamu cerita ini ke aku." Wajah bingung Sheila terlihat menggemaskan bagi Rama. "Kalau soal gimmick, aku tahu. Terlepas cuma buat kepentingan film, kalian memang cocok buat jadi pasangan beneran. Lagi pula, Nadhira udah ketemu sama Mama kamu. Jalan kalian akan lebih mudah."

"Nggak. Nggak gitu. Kamu dengerin dulu ya." Rama memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman. Mencoba menjelaskan pelan-pelan. "Nadhira memang suka sama aku. Dia berani buat jujur. Aku juga beberapa kali sadar dengan sikap dia yang kasih perhatian lebih. Dia perempuan baik, Yas. Mungkin sekali dua kali terlintas untuk kasih dia kesempatan suatu hari nanti, kalau memang kami ada di jalan yang sama. Tapi ketika dia bilang jujur atas perasaannya, aku sadar kalau kesempatan itu nggak pernah ada."

"Kamu nyakitin dia."

Rama belum selesai. "Dan kemarin waktu Nadhira mengunjungi Mama, iya itu memang inisiatif aku. Aku menawarkan sebuah pertemanan ke dia, dan sebagai bukti, aku bawa dia buat ketemu Mama."

Sheila belum percaya. "Seseorang kayak Nadhira semudah itu mundur? Harusnya dia bertahan. Lama-lama kamu juga luluh."

"Sayangnya, nggak." Rama menjawab cepat. "Karena terlihat kuat, bukan berarti dia bisa menoleransi semua hal. Dia memang kelihatan belum bisa terima ketika perasaannya nggak bisa kubalas. Tapi dia langsung mundur ketika mengunjungi Mama untuk yang pertama kali. Bukan. Dia mundur bukan karena kondisi Mama."

"Dia hanya perlu mencoba sekali lagi. Atau berapa pun waktu yang diperlukan, Mama kamu juga akan luluh. Aku yakin."

Menghela napas sesaat. Rama kemudian mengusap wajah. "Biar aku tanya satu hal sama kamu."

Sheila mendengarkan.

"Kenapa kamu rutin mengunjungi mamaku?"

Seperti tidak siap dengan pertanyaan tiba-tiba itu. "Ya?"

"Salah seorang perawat cerita ke aku. Kamu sering datang. Aku memang nggak lihat secara langsung kamu duduk menemani Mama di taman. Kamu bahkan juga menghias ruangan Mama."

"Aku ...."

"Jadi, kenapa kamu sering datang?" Hanya sebatas itu. Rama tidak akan mendikte jawaban, apa pun yang keluar dari mulut Sheila, dia ingin dengar sebagai jawaban yang sebenarnya.

Di atas pangkuan, jemari Sheila saling meremas. Tapi kali ini dia tidak menghindar. Dia perlahan mencari fokus mata Rama. "Aku pengin kamu dikenali sebagai Rama, dan bukannya Mas Bumi."

"Kenapa kalau aku dikenali sebagai Mas Bumi?"

"Aku nggak mau kamu kehilangan diri kamu sendiri."

"Kamu tahu alasan lain kenapa aku bawa Nadhira menemui Mama?" Rama mengunci tatapan mereka. "Aku pengin dia bisa lihat kalau ada kamu, yang nggak hanya memiliki hatiku, tapi juga hati Mama. Dengan begitu, aku berharap dia paham kenapa aku nggak bisa kasih kesempatan."

AFTERTASTE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang