Chapter 25

11.4K 1.9K 292
                                    

On mulmed: Geisha—Rahasia

—————————

Sheila menatap bosan pada hujan yang turun sejak subuh tadi. Dia berharap hujan akan reda sehingga dia bisa duduk di kursi taman dan merasakan hangatnya matahari pagi. Tapi dia harus cukup puas dengan duduk di kursi teras. Sudah lima menit sejak dia datang. Dia tidak membawa apa-apa hari ini. Perasaannya sedang sedikit kacau. Padahal dia berjanji ke diri sendiri untuk selalu bahagia setiap datang ke sini.

"Kamu lagi mikirin apa?"

Apakah dirinya terlihat sedang melamun? "Nggak ada, Tan."

"Lagi berantem sama Rama?"

"Kami hampir nggak pernah berantem." Sheila hanya mengatakan yang sebenarnya. Meski itu hal yang ada di masa lalu. Mencoba mengalihkan. "Mas Bumi nggak ke sini, Tan?"

"Kemarin lusa dia datang. Pamit kalau ada kunjungan dinas ke Bali."

"Berapa lama?"

"Satu bulan."

"Kalau gitu, biar aku yang gantikan Mas Bumi sementara ya." Sheila tersenyum. "Semoga Tante nggak bosan karena sering lihat aku."

"Nggak akan."

Keduanya sama-sama terdiam. Sesaat menikmati hujan.

"Tante suka hujan?"

"Nggak." Menggeleng sedih. "Tante jadi nggak bisa duduk di kursi taman."

"Aku suka hujan ketika masih kecil, Tan. Aku sebatas tahu kalau hujan, aku bisa main air sepuasnya. Memang bakal dimarahi sama Mama, tapi besoknya pasti diulangi lagi. Kapoknya kalau udah flu batuk. Begitu sembuh, ya hujan-hujanan lagi. Saat itu, aku belum tahu kalau hidup lebih pelik dari yang kita sangka. Semakin beranjak dewasa, aku mulai nggak suka hujan. Kadang pengin balik ke masa itu dan nggak perlu jadi orang dewasa."

Tante Tiana tersenyum. "Karena semakin dewasa, semakin banyak perasaan yang justru menjadi beban. Proses pendewasaan, Yas."

"Tante benar."

"Kamu dan Rama sudah lama bersama, apakah sudah ada keinginan untuk menikah?"

Sheila terkesiap. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia hanya bisa menunduk, menatap tangannya yang digenggam lembut.

"Kalian boleh menikah lebih dulu, Bumi dan Sekar tidak akan keberatan."

"Mungkin nanti yang ada di hidup Rama bukan aku, Tan."

"Kenapa begitu?"

"Dalam perjalanan, kami bisa saja menyadari kalau bersama ternyata kami lebih terluka."

"Maka kalian akan saling kehilangan." Seperti bertanya pada diri sendiri. "Apa kalian bisa menanggung sakitnya berpisah? Kesempatan kedua tidak selalu ada. Dan saat itu terjadi, kalian tidak bisa kembali."

"Aku selalu percaya dengan satu hal, Tan." Menatap rintik hujan yang sedikit menderas. "Apa yang menjadi milik kita, akan kembali, entah kapan waktunya. Bisa sebentar, atau lama sekali pun. Dia pasti kembali."

"Dan jika tidak kembali, Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik."

Sheila mengangguk, tersenyum, tapi hatinya berkata lain.

Tidak bisakah Tuhan membuat orang itu kembali saja? Baginya, tidak ada yang bisa menggantikan. Dia hanya ingin satu orang. Satu nama.

***

AFTERTASTE ✔Where stories live. Discover now