Sheila Yashinta

21.7K 2.2K 44
                                    

Dia menggigit ujung bolpoin sejak beberapa saat yang lalu. Kubikel-kubikel sudah kosong. Hanya menyisakan dirinya. Kopi yang dia seduh sepuluh menit lalu juga sudah mulai dingin. Tapi keinginan untuk menyesapnya hilang saat layar menampilkan deretan file foto yang ternyata masih dia simpan di folder flashdisk. Tidak sengaja terbuka saat dia menyortir isi flashdisk.

Ini bukan sekadar kenangan biasa. Memang sudah lima tahun. Terbilang cukup lama untuk melupakan seseorang dan memulai hidup yang baru.

Namun, yang ini berbeda.

Jemarinya mengetuk mouse, menampilkan salah satu foto dalam ukuran yang besar. Nyaris memenuhi layar monitor. Membuat Sheila menyandar dan melipat tangan di depan dada. Menatap foto itu dari jarak yang cukup jauh.

Foto wisuda. Sheila cantik dalam balutan kebaya dan lelaki itu datang bersama boneka beruang madu sebesar gaban, alih-alih membawa buket bunga. Seolah ingin lebih ingin terlihat cute ketimbang romantis.

Tangan Sheila meraba bandul kalung di balik kemeja yang dia kenakan. Cincin ini datang bersama dengan boneka beruang itu. Bukan. Bukan cincin lamaran. Anggap saja lelaki itu iseng membelikan Sheila cincin.

Maka, dia juga menerimanya tanpa berharap banyak. Apalagi selang satu minggu kemudian, hubungan mereka retak tanpa sebab. Tidak ada orang ketiga. Tidak ada salah paham yang berarti. Hubungan mereka nyaris sempurna. Saling melengkapi dan memberi dukungan.

Segala sesuatunya yang terlihat sempurna, justru cacat di sana-sini, 'kan? Lebih baik terlihat compang-camping agar bisa duduk dan membicarakan semuanya. Supaya bisa berbenah. Lebih bisa saling memahami.

Namun, yang dia lakukan saat lelaki itu ingin pergi, adalah turut melepas. Sheila tidak meminta lelaki itu untuk tinggal. Juga tidak minta penjelasan.

Dan setelah banyak hari terlewat begitu saja, saat datang kesempatan untuk bertemu dengan lelaki itu, Sheila tidak pernah memberi kesempatan untuk dirinya sendiri. Setidaknya, untuk sebuah penjelasan.

Dia membiarkan dirinya ditinggalkan tanpa alasan. Seolah-olah lelaki itu hanya pergi sebentar dan akan kembali padanya suatu hari nanti.

Menggeleng. Mengusir pikiran yang melantur, Sheila menyesap kopinya yang sudah dingin.

Lelaki itu tidak pergi ke mana-mana. Mereka masih ada di kota yang sama. Bahkan pekerjaan yang cukup bersinggungan membuat mereka bertemu sekali-duakali dalam setahun. Tapi, baik Sheila atau lelaki itu, sama-sama kompak menutup cerita masa lalu.

Memangnya mau apa lagi?

Tidak ada yang tersisa. Tidak ada yang perlu diselamatkan.

***

Rabu/20.05.2020

AFTERTASTE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang