Chapter 14

12.2K 2.1K 199
                                    

2300+ words. Happy reading! 😋

—————————

"Jadi Mbak pulang cuma ambil HP aja?"

Seraya menenggak air dari botol, Sheila melirik adiknya. Selesai minum, Sheila turun dari kursi. Menjawab sambil melangkah ke kamar. "Iya."

Dipa mengikuti kakaknya. "Minggu lho ini, Mbak."

"Yang bilang Senin juga siapa."

Dengan nada merajuk. "Aku kesepian. Mana besok aku udah pulang. Selama di sini jadi tahanan apartemen, jalan keluar sama Mbak cuma sekali pas ketemu Papa."

"Kamu kan sempat jalan sama teman-temanmu."

"Aku ke sini karena kangen sama Mbak."

Sheila berhenti, berbalik menatap adiknya. Merasa sedikit bersalah. "Siang paling udah selesai. Kita bisa jalan-jalan."

"Siap!" Dipa hormat dan balik kanan.

Baim menunggu di dalam mobil, sedangkan Rama memilih menunggu di TKP—yang ingin sekali Sheila protes tapi tidak bisa. Dari sekian banyak tempat, kenapa mesti kampus mereka?!

"Kalian dulu satu kampus?" Baim menyambutnya dengan pertanyaan itu. Melajukan mobil dan menunggu dijawab.

"Iya."

"Satu jurusan?"

"Nggak. Gue bahasa, dia seni."

"Terus awal kenalnya gimana?"

"Temen ospek pusat."

"Cihuy banget bisa pacaran sekampus. Kangen tinggal samperin."

Sheila menyibak rambut. "Ya gitu deh."

"Lulusnya barengan berarti?"

"Wisudanya duluan dia, selang dua bulan baru gue."

"Tumben lo kooperatif ditanya-tanya soal Rama."

Sheila melayangkan tinju ke lengan Baim.

Mengusap-ngusap lengan yang sakit, Baim terkekeh. "Tanpa lo cerita banyak, sebenarnya gue udah ada bayangan gimana gaya pacaran kalian dulu. Pasti adem banget ya. Lo, meski kadang galak, santai orangnya. Rama juga kalem. Kalian nggak neko-neko."

"Kalem-kalem gitu, dia kadang ikut demo."

"Anak organisasi?"

"Nggak. Cuma kebawa sama temen nongkrongnya. Kalau dia sendiri lebih suka muterin proposal buat danain teater dia."

Baim sedikit menepuk setir. "Gue berharap bisa lihat manis-manisnya kalian versi sekarang, tapi kenyataannya gue lihat yang asem-asem mulu."

"Nggak cemburu?"

Memindahkan satu tangan ke dada. "Lihat lo bahagia, udah cukup buat gue. Apalagi saingannya Rama, udahlah mundur ketimbang babak belur ketampar gantengnya dia."

"Jijik sumpah. Ngomong apa sih."

Keduanya tertawa.

Tanpa terasa mereka sudah sampai di gerbang universitas ternama di ibu kota. Sheila mengedarkan pandangan. Meneliti apa saja yang sudah berubah. Jelas banyak. Lima tahun sejak dia lulus dari sini. Meski hari libur, kampus nyatanya tetap ramai. Bahkan samar terdengar musik senam.

Sekarang pukul setengah delapan.

Mobil sudah berhenti di fakultas seni. Seraya melepas sabuk pengaman, Sheila memperhatikan kerumunan yang tercipta di salah satu bangku semen yang mengitari sebuah pohon kamboja putih. Tidak perlu menebak, sudah jelas itu Rama yang sedang meladeni permintaan tandatangan. Andra sampai tersingkirkan beberapa meter.

AFTERTASTE ✔Where stories live. Discover now