#Lembar8: Sedikit Cerita Tentang Jehan

459 88 1
                                    

Sindrom Münchhausen adalah istilah untuk penyakit mental dimana orang menciptakan gejala atau penyakit pada diri mereka atau anak mereka untuk mendapat investigasi, penanganan, perhatian, simpati dan kenyamanan dari tenaga medis.

Sejak kecil, Jehan sering melihat orang tuanya bertengkar. Membuat ia jadi sering pura pura pingsan untuk menghentikan insiden insiden tak terduga. Dan tidak disangka pula, berpura pura sakit itu jadi sebuah kebiasaan atau mungkin bisa dibilang sindrom untuk dirinya. Ia sering merasa sakit kepala, merasa lemas, lalu pingsan ketika dikeadaan keadaan tertentu. Seperti melihat pertengkaran di depan mata, merasa teracuhkan, butuh perhatian orang orang dan jika ia di sudutkan.

Ketika sudah pingsan begitu, yang dapat menyadarkannya hanya Ibun, Gibran dan Raka. Kata kata ajaib mereka mampu membuat Jehan merasa baikan. Seperti Gibran yang selalu berkata bahwa ia sudah menangis dan memohon pada Jehan untuk bangun. Lalu Ibun  yang dengan lembut selalu berkata "Bangun sayang, Ibun di sini". Atau mungkin Raka yang akan meggenggam tangan Jehan lama sembari berkata "Bangun, Je, jangan kaya gini". Dan kemudian simsalabin, mata Jehan akan terbuka dengan sendirinya. Tubuhnya seolah dapat mendengar semua permintaan orang tersayang hingga menitah matanya yang tertutup itu untuk kembali terbuka. Tak jarang pula, Jehan sulit membedakan rasa sakit yang sebenarnya dengan yang dirinya buat sendiri. Karena ia sudah seperti ini selama bertahun tahun, Jehan jadi sulit membedakan keduanya.

• ° •

Jehan bangun dari tidurnya. Ia melihat kesebelahnya dimana ada Ibun yang masih tertidur lelap. Ia kecup singkat kening Ibun kemudian beranjak dari ranjangnya. Ia keluar kamar dan turun menuruni anak tangga satu persatu. Dalam hati bertanya, apa Gibran sudah berangkat atau belum.

Sesampainya di dapur, ia melihat gelas kosong dengan sisa susu vanila yang tinggal sedikit. Dapat diduga Gibran sudah berangkat sekolah. Gadis Sarageni itu mengambil sepotong roti lalu mengoleskan selai di atasnya. Tidak lupa ia juga membuat segelas susu sebagai pendamping sarapan.

Setelah urusan perut selesai, Jehan memilih untuk mandi.

Beberapa menit berlalu, Jehan sudah mandi, sudah bersih dan sudah wangi. Ia juga sudah rapi dengan baju rumah yang biasa ia kenakan. Jehan berjalan mendekati ranjang untuk membangunkan Ibun.

"Ibun" panggil gadis itu lembut.

Mata Ibun perlahan terbuka, melihat putri cantiknya yang menatapnya dengan teduh.

Ibun duduk dan melihat Jehan dengan rambut yang basah serta wangi sabun yang menguar.

"Sudah bangun, nak?" tanya Ibun menatap sulungnya.

"Sudah mandi dan sarapan malah, Bun" jawab Jehan sedikit tertawa.

"Oh iya, pantes rambut kamu basah" balas Ibun kemudian.

"Gibran udah berangkat?" tanya Ibun lagi.

"Udah" jawab gadis itu.

"Kamu libur beberapa hari dulu ya?"

Jehan mengangguk sebagai jawaban.

"Ibun nggak kerja?" tanya Jehan setelah mengangguk tadi.

"Nggak, Ibun nemenin kamu aja"

"Yaudah" jawab Jehan kemudian mendekat ke arah Ibun untuk menyandarkan kepalanya pada bahu sang Ibun.

Ibun juga mengusap lengan Jehan lembut sebagai bentuk rasa sayang untuk anak gadisnya.

Querencia✔Where stories live. Discover now