#Lembar36: Rona Kanvas

176 29 22
                                    

Zav langsung membalas pesan Mamanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Zav langsung membalas pesan Mamanya. Setelah mengiyakan pesan itu, pemuda Damarlangit itu langsung memakai helm. Menaikkan standar motor kemudian pergi meninggalkan sekolah. Rute yang sama setiap harinya, membuat Zav hafal bahwa nanti ia akan melewati apotek Ibu Jehan. Meski biasanya ia membeli obat Mama di apotek dekat rumah, Zav tetap memutuskan untuk melihat dan membeli di apotek Ibu Jehan saja. Meski ia tahu Jehan tidak akan ada karena pasti sedang di sekolah.

Zav melepas helmnya. Ia berjalan mendekati meja kaca yang memajang banyak obat-obatan serta kosmetik di dalamnya.

"Permisi," seru pemuda itu mengambil atensi karena dari depan tak terlihat ada orang.

"Iyaa?" suara perempuan yang sangat Zav kenal bersamaan dengan wujudnya yang muncul dari balik meja kayu.

"Je? Kamu nggak sekolah?" tanya Zav tanpa basa-basi.

Jehan terpaku di tempatnya. Menatap Zav yang masih memakai pakaian sekolah lengkap serta dengan tasnya. Apa ini bisa disebut kebetulan? Zav mampir ke apotek Ibun bertepatan dengan Jehan yang ikut Ibun bekerja karena tidak mau di rumah sendirian. Haha, ini komedi macam apa lagi, semesta?

"Je?" panggil Zav sekali lagi karena gadis itu tak merespon pertanyaannya.

"I-iya, aku nggak sekolah," jawabnya sadar dari lamunan.

"Kenapa? Sakit?" tanya si pemuda lagi masih ingin tau.

Jehan tersenyum canggung kemudian mendekat. "Kamu kenapa bisa di sini?" tanya Jehan mengalihkan. Karena ia pun tak bisa bilang alasan kenapa ia meliburkan diri.

"Oh, aku mau beli obat. Di sini ada Lansoprazole, nggak?" sambung Zav kembali pada tujuan awalnya membelikan obat mama.

"Kayak gimana obatnya?" Jehan balik bertanya karena ia pun awam soal obat-obatan. Ia hanya disuruh Ibun menunggu sebentar karena beliau sedang shalat Ashar.

"Kayak gini," Zav menunjukkan ponselnya yang menampilkan foto obat kapsul berwarna ungu dan pink.

"Sebentar aku liat dulu," katanya kemudian pergi mencari obat yang dicari Zav.

Pemuda itu mengangguk. Ia menatap Jehan yang kembali hilang di balik rak kayu yang menyusun seluruh stok obat milik Ibun. Zav senang, rasanya perasaan lelah setelah seharian berkegiatan di sekolah hilang dalam sekejap. Jehan benar-benar jadi serotonin boost-nya.

"Yang ini bukan Zav?" tanya Jehan menampakkan tangan kanannya yang memegang obat yang ia maksud. Sementara tubuhnya masih bersembunyi di balik rak.

Zav tersenyum gemas, "Iya, Je."

Jehan muncul kembali dengan membawa serta obat yang dimaksud Zav. Tidak lupa ia memasukkannya ke dalam kantung plastik agar Zav dapat dengan mudah membawa barang belanjaannya meski hanya satu. Zav membayar obat itu kemudian beranjak pergi setelah pamit. Namun Jehan menghentikan langkah kakinya.

"Zav," panggil gadis itu.

Laki-laki itu berhenti dan berbalik. Menumpu atensi sembari menunggu Jehan melanjutkan kata-katanya. Jehan berjalan keluar apotek. Menarik Zav agak menjauh agar Ibun tidak mendengar pembicaraannya mereka.

"Kenapa?" tanya Zav agak khawatir.

Jehan menunduk. Bingung harus mulai dari mana. Pun bagaimana pula mengatakannya. Ia takut terlalu gamblang, pun takut menyakiti perasaan Zav.

"Nggak apa-apa, Je. Bilang aja," sambung pemuda itu menangkap kebimbangn hati Jehan.

"Menurut aku, kamu jangan berharap," katanya setelah menemukan kalimat yang dirasa pas.

"Hah?" lawan bicaranya tak mengerti.

"Waktu kamu tanya boleh berharap apa nggak, aku jawab dengan nggak serius. Kali ini aku serius, kamu jangan berharap sama aku," katanya menatap si pemuda yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Apa Jehan baru saja membuat sekat tinggi untuknya? Atau perasaannya baru saja ditolak dengan alasan tak pasti?

"Menurut kamu?" Zav balik bertanya.

Jehan mengangguk.

"Bukan menurut aku, Je," sambungnya keras kepala.

Gadis itu mengerut. Apa Zav benar-benar menaruh seluruh harapnya pada Jehan. Jika ya, maka pemuda itu sedang berdiri tepat di ujung jurang.

"Kamu nggak bisa berharap sama aku, Zav," balas Jehan meminta pengertian.

"Tapi kamu jawaban dari semua pertanyaanku, Je."

Jehan buang muka. Ini menyiksa. Ia juga tidak mau melakukan ini. Zav sudah telanjur masuk ke dalam hidupnya. Meski ia tau bahwa ia tak akan bisa membawa akhir bahagia, tapi dalam hati kecilnya ia masih ingin menikmati sisa harinya dengan Zav. Biar hanya sebentar.

"Aku cuma abu-abu, Zav. Aku nggak bisa jadi semua warna di kanvas kamu!" ya, Jehan tidak akan bisa menjadi akhir bahagia untuk Zav. Pada akhirnya, semua ini berujung pada kesedihan yang sama.

Sekuat itu Jehan mendorongnya, sekuat itu pula Zav akan menarik Jehan mendekat. Pengalaman barunya dalam sebuah cinta membuat ia tidak memikirkan apa-apa selain dari yang ada di depan mata. Jehan terlalu nyata untuk ia kejar. Jika ia menyerah sekarang, maka hidupnya akan kembali jadi konstan yang berulang.

Zav meraih pergelangan tangan gadis itu. Merasakan sedikit risau, sedih, juga sakit dari denyut nadinya. Entah apa yang Jehan alami hingga membuatnya jadi seterluka ini.

"Kamu nggak perlu jadi semua warna yang ada di dunia, Je. Kamu cukup untuk mengisi kanvas ku walaupun cuma abu-abu."

Air mata si jelita jatuh. Dadanya sesak karena perdebatan ini. Jehan yang terpaksa menyerah, sedang Zav yang terlalu keras kepala. Kalau saja usianya masih cukup panjang, maka kisah yang bahkan belum dimulai ini tidak akan selesai. Ia masih mau membuka hatinya untuk Zav. Ia mau menjelajahi warna baru dengan Zav. Ia mau membuat tujuan baru bersama Zav. Tapi mana mungkin bisa. Ia hanya akan menggoreskan luka serius di akhir cerita si pemuda.

"Aku nggak bisa, Zav. Warna ku bukan untuk kanvas mu."

Jehan pergi meninggalkan Zav yang masih ingin menahan dan meyakinkan bahwa Jehan adalah jawaban dari penantiannya. Potongan hatinya yang hilang sudah ia temukan. Namun secepat itu pula harus ia lepaskan sebelum rusak dan berantakan. Jika dipertanyakan, Zav telah mengambil secuil hatinya yang dingin. Warna hidupnya kembali meski kelabu masih mendominasi. Namun kelabu nya racun. Warna itu akan jadi toksin yang perlahan-lahan menggerogoti semua warna yang Zav punya. Sampai akhirnya rona mereka jadi serupa.

Cinta yang baru dimulainya harus selesai saat itu juga. Meninggalkan kebingungan dan sedikit rasa memilukan. Renjana yang membuatnya larut dalam buaian kini habis di tengah jalan. Alur cerita yang di luar perkiraan, pengakuan cinta yang berubah jadi sebuah ancaman, dan kecewa yang berujung pada angan perandaian.

Bagi Jehan mungkin selesai. Namun bagaimana bisa selesai saat semua bahkan belum dimulai?

 Namun bagaimana bisa selesai saat semua bahkan belum dimulai?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Definisi kejar tayang bgt ini mah🥲

Querencia✔Where stories live. Discover now