#Lembar32: Pear Pie

174 27 13
                                    

"Hasil tes baru keluar seminggu lagi. Sambil menunggu, Jeje boleh pulang dan beristirahat di rumah," sore hari beberapa jam setelah Jehan melakukan pemeriksaan MRI, Dokter Rana datang dan memeriksa keadaan pasiennya. Beliau juga menambahkan bahwa gadis itu sudah boleh pulang karena keadaannya membaik.

"Makasih, Tante," jawab Jehan sebelum akhirnya Dokter Rana keluar.

"Hubungi saya lagi kalau ada masalah, Nirmala."

"Iyaa, pasti. Terima kasih, Ran."

Ibun mendekati ranjang Jehan, ia mengelus bahu putrinya tanpa maksud  bergantian menatap Gibran yang tertidur di sofa.

Tak lama setelah perginya Dokter Rana, bunyi ketukan pintu membuat dua kepala itu kompak menoleh. Terlihat sebuah kepala mengintip-intip dari kaca kecil yang ada di pintu. Jehan terkekeh mengenali siapa itu. Begitupun Ibun yang langsung membukakan pintu agar pelawat anaknya bisa masuk.

"Assalamualaikum, Ibun..." sambut Raka dan Acha secara bersamaan. Bahkan sahabat perempuan Jehan itu langsung memeluk Ibun dengan erat karena merasa rindu akibat lama tak berjumpa.

"Ya ampun, Acha? Ke mana aja kok nggak pernah ke rumah?" sambut Ibun sedikit heboh melihat Acha.

"Acha sibuk Bun, jadi nggak sempet, hehehe..." balas gadis itu melepas pelukannya.

"Sibuk apa sih kamu? Sibuk drakor, ya?"

"Woyajelas!"

"Bun, pegel, Bun," celetuk seorng pemuda yang sejak tadi berdiri di ambang pintu tak bisa masuk karena jalan yang diblokir.

Wanita itu terkekeh sebelum akhirnya mempersilahkan para tamunya masuk. "Ayo, masuk, itu Jeje di dalam."

"Jeje!!!" seru Acha yang langsung berlari memeluk sahabatnya.

Berbeda dengan Acha, Raka malah menghampiri Gibran yang terlelap. "Cil bangun, cil!!" serunya menggoyangkan tubuh Gibran hingga tidur pemuda itu jadi terganggu.

"Aahh! Mas Raka nggak di rumah nggak di sini rusuh mulu!" rengeknya karena jam tidurnya yang selalu diganggu oleh Raka.

"Buah tangannya mana?" pinta Jehan pada Raka dan Acha.

"Tuh Pier," Acha menunjuk seorang pemuda dengan bungkusan plastik di tangan.

"Emmm, maksudnya, Pier bawain pear pie," sambung Acha membetulkan kata-katanya.

Pemuda yang dimaksud itu mendekati Jehan. Mengangsurkan sebungkus pear pie yang menguar aromanya kehadapan gadis yang  masih duduk di atas brankar.

"Kata Raka, kamu suka pir. Jadi aku bawain pear pie," katanya dengan tatapan yang mengunci mata Jehan.

Jehan menerima buah tangan itu. Dengan malu-malu ia berucap terima kasih hingga Acha gemas sendiri. Bahkan gadis itu sampai memukul pelan lengan sahabatnya.

"Sakit!" seru Jehan memarahi Acha.

Ibun tersenyum melihat anaknya kembali seperti semula. Wajah risau dan sedihnya hilang entah ke mana. Seakan semua yang terjadi sejak kemarin bukan lah masalah besar.

"Je, Ibun ke ruangan Tante Rana dulu, ya? Raka, Acha, Ibun tinggal, ya?" pamit wanita itu tak mau mengganggu acara anak-anak muda itu. Ya, walaupun tidak bohong kalau dia memang ingin menemui Dokter Rana untuk ingin tau lebih lanjut tentang permasalahan anaknya.

"Hati-hati, Bun!" seru Raka sesaat setelah Ibun menghilang di balik pintu.

Setelah Ibun pergi, Zav mengambil tempat duduk di sebelah Gibran yang bermain ponsel. Kantuk nya hilang karena Raka dan Acha yang berisik. Sedang Raka hanya memperhatikan Jehan yang nampak baik-baik saja. Kepalanya sibuk menerka, apa yang terjadi pada Jehan setelah hari itu. Namun ia takut untuk bertanya karena di sini masih ada teman-temannya.

Querencia✔Where stories live. Discover now