#Lembar20: Lukisan Untuk Jehan

368 62 3
                                    

Jehan memarkirkan sepedanya di antara kendaraan-kendaraan lainnya. Ia juga mengunci ban sepedanya agar tak ada orang iseng yang tau-tau membawa kabur benda kesayangannya itu. Lalu setelahnya, gadis berambut sebahu itu jalan memasuki perpustakaan umum yang selalu ia datangi setiap hari Minggu. Seperti sudah terjadwal, ia akan mendatangi tempat ini disaat mengambar atau hanya sebatas membaca buku-buku fiksi.

Gadis itu langsung menuju tempatnya bersemedi. Di dekat jendela, nomor dua dari kiri. Setelah nyaman di kursinya, ia mengeluarkan peralatan tempurnya. Pensil, penghapus, buku gambar dan airpods. Mendengar musik saat berimajinasi dengan kertas dapat membantunya menjangkau dunia fana lebih luas. Seperti pegasus, naga terbang, istana kastil, bahkan peri kecil seperti Peter Pan.

"Hai, Jehana," panggil seseorang membuat si pemilik nama melirik ke sebelah kirinya.

"Oh, hai Zav!" sapa Jehan balik. Ada lelaki yang sering dibicarakan Raka ternyata.

"Mau menggambar lagi, ya?" tanya Zav sedikit mendekat dengan pembatas yang berdiri tegak di antara mereka.

"Ya, biasa lah," jawab Jehan tersenyum sembari mengangkat pensilnya.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Jehan ikut mengintip apa yang dilakukan Zav.

"Baca buku," jawab Zav seadanya.

"Buku apa?" kepo si jelita.

"Arkeologi," jawabnya memperlihatkan buku yang sedang ia baca.

"Menarik!" jawab Jehan sedikit terkekeh. Zav pun ikut karenanya.

"Akhir-akhir ini kita sering ketemu tanpa sengaja, ya?" sambung Jehan menyadari sesuatu antara mereka.

"Ya, mungkin semesta menolong ku."

"Menolongmu? Menolong mu apa?"

"Menolongku agar bertemu dengan mu lagi."

"Tunggu, kamu nggak dengan bodoh dateng ke sini setiap hari cuma buat ketemu aku, 'kan?" tanya Jehan penuh selidik.

Zav terkekeh. "Itu bodoh ya namanya?'

"Zav? Untuk apa?" kaget Jehan tak percaya.

"Pertemuan pertama kita selalu berkesan buat ku Je, jadi aku datang setiap hari ke sini. Ya, buat mastiin itu bukan yang terakhir kalinya ketemu kamu. Tapi ternyata, kita ketemu lagi di kafe. Semesta benar-benar dipihakku, ya?" jelas Zav membuat Jehan menganga tak percaya. Ada ya manusia seambis dia? Wah, Jehan sampai kehilangan kata-kata.

"Kamu pasti bercanda," balas Jehan kini beralih meraut pensilnya.

"Aku bahkan nggak pernah seserius ini dengan perempuan."

Jehan menganga. Oke, Jehan akui Zav itu benar-benar kejutan. Banyak hal tak terkira yang membuat Jehan menganga karena tingkahnya.

"Kalau mau ketemu aku di sini, setiap hari Minggu jam sepuluh pagi atau jam tiga sore," ujar Jehan memberi informasi. Sementara Zav mencatatnya baik-baik dalam kepala.

"Jadi setiap hari Minggu kita ketemu di sini ya, jamnya kamu yang menentukan. Aku tungguin dari jam sepuluh," balas lelaki itu.

"Kenapa repot-repot sih, Zav?" kekeh gadis itu tak paham dengan jalan pikiran si pemuda.

"Nggak repot Je, beneran!" Zav membentuk V sign dengan jarinya. Memberi maksud bahwa ia tidak keberatan menunggu Jehan bahkan seharian.

"Terserah kamu," balas gadis itu geleng kepala kemudian fokus pada buku gambarnya. Sementara Zav juga kembali fokus pada buku Arkeologi yang ia baca.

Querencia✔Where stories live. Discover now