#Lembar19: Janji Dari Hati

382 68 45
                                    

"Kamu kenapa?" tanya Raka menginterogasi. Bahkan pandangannya benar-benar serius sekarang.

"Hm? Kenapa? Aku kenapa?" heran gadis itu pura-pura bodoh. Padahal Raka tau sejak tadi ada perasaan mengganjal di hati kekasihnya.

"Kamu nggak pinter bohong, Pit," ujar Raka lagi, ia turun dari motornya dan berdiri berhadapan dengan gadis bermata sipit itu.

"Memang, bohong 'kan dosa," jawabnya masih membodohi diri sendiri.

"Dyta!" laki-laki itu sedikit membentak kekasihnya. Dan tentu saja membuat si pemilik nama terkejut. Ini pertama kalinya gadis itu mendengar nada tinggi dari Raka.

Sadar sudah salah, lelaki itu menghela napas dan mengusap wajahnya. "Maaf," ucapnya merasa bersalah.

Gadis yang sering dipanggil Sipit oleh kekasihnya itu menunduk. Menendang-nendang batu yang ada di dekatnya. Kegundahan hatinya tiada tara. Sejak tadi sebenarnya, sejak Raka mulai mengacuhkannya saat ada Jehana.

Raka menarik tangan Dyta yang lain untuk ia genggam. "Kamu kenapa?" tanya Raka lagi kini dengan nada yang sedikit lebih lembut.

Dyta masih enggan menjawab, ia terus menendangi batu-batu kecil yang ada di dekat kakinya.

"Dyta...," panggil Raka membujuk. Sungguh, ia itu tidak suka jika ada masalah tapi dibiarkan sampai berhari-hari. Saat itu ada masalah, ya saat itu pula harus selesai. Ia hanya tidak suka membiarkan masalah itu tumbuh besar.

"Aku cemburu," jawab gadis itu akhirnya.

Raka menghela napas berat. Ia sudah menduga itu. Jawabannya pasti kekasihnya itu cemburu dengan Jehan yang selalu dapat perhatian lebih darinya.

"Kan aku-"

"Iya aku tau, kamu bilang jangan suka cemburu ke Jehan, tapi ya gimana? Aku kan juga punya perasaan. Dan cemburu bukan sesuatu yang bisa aku tahan," gadis itu masih menunduk. Menendang-nendang angin karena batu di sekitarnya sudah tak tersisa.

"Makanya dari tadi aku bodohin diri sendiri! Jangan cemburu Dyta, jangan cemburu Dyta! Karna kamu nggak pernah bolehin aku cemburu ke Jehan. Aku lagi berusaha buat nggak apa-apa," kepalanya terangkat juga. Menatap Raka yang sudah menaruh iba padanya.

Raka kembali menghela napasnya. "Pit, bukan aku nggak bolehin kamu cemburu ke Jehan. Tapi kenapa? Buat apa juga kamu cemburu ke dia? Kamu tau sendiri kalau dia sahabat aku 'kan? Dia teman aku dari kecil, aku nggak mungkin tiba-tiba jauh dari dia. Nggak masuk akal Dyta."

"Salah, Ka. Justru orang yang harus aku cemburui itu Jehana. Karena dia selalu dapat perhatian lebih dari kamu. Karena dia sahabat kamu. Karena... Nggak ada yang namanya sahabat antara perempuan dan laki-laki. Itu cuma bullshit!" air mata Dyta jatuh begitu saja. Cemburunya tumpah juga. Kesalnya meluap juga. Sesaknya meledak juga.

"Dyt, dengar aku. Ini udah sering aku bilang, mungkin kamu juga udah hafal kalimatku. Kita cuma teman, kita nggak punya perasaan, kita masih tau batasan. Jadi apa pun hal buruk yang ada di kepala kamu tentang aku Jehan, itu nggak bakal kejadian. Aku janji," Raka mengusap air mata Dyta. Ia juga menyodorkan kelingkingnya untuk ditaut Dyta.

"Janji?" tanya gadis itu sekali lagi.

Raka terkekeh, "Hey, kita udah sering janji tentang hal ini. Bahkan sampai sekarang janji itu belum ingkar 'kan? Karena nggak bakal pernah ingkar. Udah ya, aku sama Jehan cuma teman. Kita nggak punya perasaan," masih mengusap air mata Dyta yang mengalir, kelingking mereka pun bertaut. Saling mengikat janji di penghujung hari dengan saksi sang mentari.

Dyta mengangguk pertanda iya. Ya, dia harus percaya Raka. Karena ia tau, Raka adalah laki-laki paling amanah yang Dyta kenal. Jika ia berjanji, maka ia tepati. Sejauh ini, Raka masih terlihat seperti itu. Ia hanya berdoa akan terus begitu.

Querencia✔Where stories live. Discover now