02. Choco(late)

335 74 195
                                    

Masih dengan aku yang berdiri beku di lapangan sambil menatap sekeliling yang sudah terlihat sepi. Bel masuk sudah berdering 25 menit yang lalu tetapi, aku masih bisa melihat Pak Yunho yang berjalan santai di koridor kelas.

Dari sini aku bisa melihat bagaimana ricuhnya kelas 2—3, kelasku yang sibuk masing-masing. Aku bisa melihat bagaimana aktifnya Jeongwoo dan Junghwan yang berlari-larian ke sana-kemari. Entahlah, aku tak tahu mereka sedang merebutkan apa. Tentu aku bisa merasakan bagaimana kesalnya Yoshinori, ketua kelas kami yang super soft itu.

Kanemoto Yoshinori, anak lelaki berdarah Jepang itu sudah lama sekali tinggal di Seoul. Ayah Yoshi meninggal ketika dia masih berada di bangku sekolah menengah pertama, kemudian ibunya memilih untuk pindah dan tinggal menetap di Korea. Mengingat bahwa ibu Yoshi---begitu kami memanggilnya---adalah wanita berdarah Korea.

Hari ini matahari begitu terik, kulitku terasa terbakar karena terlalu lama berjemur di sini. Apalagi, mendengarkan celotehan Pak Jaebum yang panjang. Kebiasaan Pak Jaebum yang tidak akan pernah berhenti mengomel tanpa tahu kapan dia akan berhenti. Kakiku yang sedari tadi berdiri tegak mulai terasa lelah, belum lagi keringat yang perlahan mengucur dari pelipis.

Ah, andai aku lebih teliti lagi pagi tadi, mungkin semua tidak akan seperti ini. Tidak akan ada acara berjemur di lapangan sambil mendengarkan ocehan Pak Jaebum. Jika saja Bunda tahu, mungkin aku akan diomeli lagi olehnya.

"Kalau mau ngelamun mending di rumah aja."

Bias suara itu membuat fokusku teralihkan. Aku segera menoleh menatap Kak Yedam yang memasang ekspresi datar seperti biasanya. Pandangannya lurus ke depan dengan garis rahang tegas dan lurus.

"Apaan sih, nggak jelas," cetusku sembari mengalihkan tatapan ke arah Pak Jaebum yang memarahi satu persatu murid yang ada di depan aku dan Kak Yedam.

Ngomong-ngomong, saat ini kita sedang berbaris saf berbanjar di lapangan dengan aku yang berdiri tepat di samping Kak Yedam, cowok yang pernah membuatku malu bukan main.

Jika boleh jujur, sebenarnya waktu aku pertama kali masuk sekolah menengah atas, aku pernah menjadi penggemar Kak Yedam yang notabennya anak hits sekolah. Secara diam-diam aku pernah menyukai Kak Yedam yang berstatus sebagai kakak kelasku itu. Hampir di setiap harinya aku memperhatikan Kak Yedam dalam jarak jauh, menatap dia yang sibuk keluar-masuk ruang guru dan ruang OSIS.

Iya, Kak Yedam juga salah satu anggota OSIS. Jika tidak salah, dia seorang wakil ketua OSIS sekolah kami bersama dengan Kak Jongin.

Hal yang paling kusukai dari Kak Yedam adalah ketika melihat dia bermain sepak bola bersama teman-temannya. Meskipun dia berbaur bersama yang lain, entah mengapa aku merasa aura Kak Yedam berbeda dari yang lain. Dia tampak menonjol dengan ciri khasnya sendiri. Entah itu lewat sorot mata runcingnya, atau bahkan ketika dia mengibaskan rambut ke belakang.

Jangan lupakan dia yang juga ahli dalam bidang seni. Aku atau bahkan semua orang dapat dibuat bungkam seribu bahasa ketika mendengar dia bernyanyi. Karena sumpah, suara Kak Yedam sangat merdu dan enak di dengar. Jangankan bernyanyi, mendengar suaranya berbicara saja mampu membuat hati terasa tenang. Mungkin terlalu berlebihan, tapi ini memang nyata.

Satu lagi, Kak Yedam juga masuk ke dalam daftar list most wanted sekolah kami. Dan bodohnya, aku sempat mengikuti ekstrakurikuler OSIS hanya karena sebuah alasan ingin melihat wajah Kak Yedam yang bertambah tampan ketika sedang serius.

Namun, aku berhenti mengagumi Kak Yedam hanya karena mengetahui dia sedang menjalin hubungan bersama Kak Sora, gadis cantik yang berstatus sebagai bendahara OSIS.  Aku yang sadar diri jika aku tidak semanis Kak Sora undur diri dan memutuskan untuk tetap setia kepada Watanabe Haruto. Setelah kupikir Haruto jauh lebih tampan dari kak Yedam, cowok ketus yang nyatanya sekarang menjadi jomblo.

[✓] MONOCHROME (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now