28. If You

96 17 95
                                    


Song recommended, If You by BigBang
.
.
.
.
.
.

Bias suara dengan nada rendah itu terdengar begitu sopan hingga menembus pendengaran. Suara yang tidak asing bagiku tetapi entah mengapa terasa aneh karena hadir secara tiba-tiba. Tanpa permisi, membuatku buru-buru berbalik untuk menatap langsung wajah tampan dengan pipi chubby milik pemuda Kim tersebut.

Seulas senyum hangat dari bibirnya terukir manis, tergores tipis menghiasi wajah tampan itu. Pandangan kami bertemu dalam hening, kemudian membawaku terpana dengan senyum manis khas dirinya. Terlihat begitu tampan dengan setelan kaos oblong putih yang dilapisi oleh kemeja polos berwarna hijau army. Dobby, anak lelaki itu berdiri di hadapanku tanpa kata, hanya terus mengukir senyum disana.

"Darimana aja? Kenapa nggak jawab telepon dariku?"

Masih sama. Tutur kata yang sopan dengan nada lembut itulah yang menjadi ciri khas tersendiri bagi pemuda keturunan dokter ini. Dobby kembali bertanya untuk kedua kalinya tanpa mengubah senyum dari wajah imut itu.

Ah, sialan. Aku hanya bisa mengumpat dalam hati ketika melihat notifikasi telepon dan pesan dari pemuda yang kini berdiri tepat di depanku. Ada 10 panggilan tidak terjawab dan 25 pesan singkat dengan nama pengirim yang sama.

Dobby🐰.

Nama itulah yang tertera kala layar hologram ini kulihat. Entah aku yang lupa mengaktifkan nada dering ponsel atau aku yang terlalu asyik dengan keadaan sekitar malam ini. Namun kurasa bahwa alasan yang kedua adalah hal yang paling benar. Karena pada dasarnya aku memang sempat mendengar dering ponsel juga merasakan getaran dalam saku almamater  sekolah yang kupakai.

Benar juga. Aku terlalu sibuk dengan keindahan semesta yang begitu cantik malam ini, juga terlalu nyaman dengan sosok pemuda bermarga Bang tersebut. Karena sumpah, berada di dekat kak Yedam memang senyaman itu.

"Ada perlu apa ke sini?" tanpa berbasa-basi, kulontarkan pertanyaan yang sudah lama hinggap dalam pikiran. Penasaran dengan kedatangan Dobby tanpa alasan seperti sekarang. Rasanya aneh yang membuatku ingin mengetahui perihal kedatangan dirinya.

Tanpa peduli dengan aku yang penasaran, anak laki-laki dengan kemeja polos tersebut hanya menatapku lurus, tersenyum tipis hingga kedua pipi chubby miliknya ikut mengembang. Lucu.

Sembari membiarkan aku terbuai dengan senyum tulus darinya, Dobby mengayunkan tangan ke udara. Menyeka rambut hitam pekat miliknya yang menutupi penglihatan. Berpikir sejenak sembari menimang apa yang akan ia katakan dan aku masih setia menunggu.

"Nggak ada. Aku cuma ingin mampir," jelasnya singkat.

"Dari rumah kak Hyunsuk?" tanyaku lagi.

Dobby menggeleng pelan, namun sejurus kemudian mengangguk patah. "I–iya."

"Dari kapan?" Langkah kakiku kian berpacu ke depan, menuntun aku untuk duduk di lantai teras rumah yang sepi. Sekedar untuk melepaskan sepatu sekolah yang terasa sesak dan panas dikaki. Bahkan, kurasa kaos kaki ini sudah lembab oleh keringat.

Tanpa menoleh aku sudah tahu bahwa Dobby mengikuti langkahku, kemudian ikut menjatuhkan tubuhnya di samping. Takut jika dia merasa tidak nyaman dengan aku yang sedang membuka kaos kaki, aku sedikit menggeser duduk yang membuatnya terkekeh kecil.

Cukup membuatku bertanya-tanya atas kedatangan dia malam ini. Aku masih saja memikirkan alasan apa yang membawa cowok berkepribadian santun itu datang tanpa alasan. Janggal sekali melihat ekspresi Dobby ketika aku bertanya tentang kak Hyunsuk tadi. Seperti orang yang sedang berbohong, ekspresi Dobby bisa menjelaskan apakah dia berbicara yang sebenarnya atau malah sebaliknya.

[✓] MONOCHROME (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang