26. Hologram

94 22 131
                                    

Kali ini aku tidak ingin mengenalkanmu dengan suasana hangatnya senja, atau indahnya semburat jingga. Juga bukan untuk mengajakmu berkenalan dengan semesta dan hujan, tetapi aku ingin mengajarimu bagaimana cara melupakan sebuah luka yang kembali terbuka. Tanpa mengurangi rasa cinta padanya, aku harap kamu bisa kembali tersenyum seperti saat kita pertama berjumpa.
.
.
.

Song recommended, Holo by Lee Hi





"Buku bahasa Mandarin aku ketinggalan!" Pekik Jeongwoo secara tiba-tiba. Keadaan kelas yang sunyi mendadak heboh karena suara Jeongwoo yang memekik sambil berdiri. Wajahnya terlihat cemas, membongkar semua isi tas ranselnya, berharap jika menemukan buku Mandarin miliknya dan milikku.

Demi Tuhan, aku tidak tahu mengapa Jeongwoo bisa lupa membawa buku catatan tersebut. Yang membuatku kesal karena dia juga lupa membawa buku milikku. Kemarin, Jeongwoo meminjam buku catatan milikku. Katanya, dia akan menyelesaikan catatannya yang tertinggal 2 Minggu yang lalu. Dia bilang akan menyelesaikan sebelum jam istirahat. Tetapi, karena pada dasarnya Jeongwoo adalah anak yang hiperaktif, jadilah dia tidak menepati kata-katanya dan bermain game online bersama Junghwan. Dan pada hari itu kami sedang free class.

Dari kursi paling depan, aku berbalik untuk menatap Jeongwoo. Berharap bahwa anak berkulit sedikit gelap itu hanya bercanda seperti tempo hari.

"Serius? Kalo buku Mandarin kamu ketinggalan, berarti buku aku juga."

Jeongwoo menatapku melas, mengangguk patah-patah dengan ekspresi yang sulit untuk dikatakan.

"Maaf, Jung. Kayaknya ketinggalan di meja belajar. Aku lupa bawa karena buru-buru, takut telat." Jeongwoo berucap melas, menatap aku dengan tatapan penuh penyesalan.

Jujur, aku sudah tidak bisa mengatakan apapun. Hanya menghembuskan napas panjang sambil menidurkan kepala di atas meja. Pikiranku mendadak blank hanya karena sebuah buku catatan.

Menyebalkan. Hari ini adalah hari terakhir untuk mengumpulkan catatan. Pak Yixing sudah memberi kami waktu 1 Minggu untuk menyelesaikan catatan yang belum lengkap. Sayangnya, karena kelalaian Jeongwoo, aku juga ikut terkena imbasnya. Sudah ku pastikan bahwa pak Yixing akan marah. Aku juga sudah bisa membayangkan hukuman yang akan guru Mandarin itu berikan.

"Jeongwoo, kamu seriusan?" tanya Jaehyuk dari kursi belakang. Sedangkan Jeongwoo mengangguk dengan Junghwan yang sibuk menenangkan teman sebangkunya itu.

"Yoshi, kamu rayu pak Yixing lagi, ya. Minta pak Yixing buat ulur waktu lagi." Wooyoung angkat bicara. Gadis berambut panjang tersebut menatap Yoshi penuh harap. Sedangkan yang ditatap malah diam tanpa kata, berdiri di depan kelas sambil memeluk tumpukan buku.

Tadi ketika bel masuk berbunyi, pak Yixing sempat datang ke kelas dan mengatakan kepada Yoshi untuk mengumpulkan buku catatan kelas kami. Entah kemana dia akan pergi, pak Yixing hanya mengatakan itu. Pria paruh baya dengan kacamata minus tersebut berucap tegas, bahkan aku masih ingat ekspresi wajah itu.

"Gimana? Kayaknya aku nggak bisa bantu Jeongwoo dan Ara, maaf." Yoshi berucap pelan, menatap aku dan Jeongwoo bergantian.

Ya Tuhan, bila Yoshi sudah memberi keputusan, maka tidak akan ada celah bagi aku dan Jeongwoo untuk membela diri. Karena yang kami berdua lakukan adalah diam tanpa kata sembari menatap kepergian ketua kelas kami tersebut. Kurasa Yoshi sudah cukup sabar menunggu kami yang lalai hanya untuk menyelesaikan catatan itu. Dia yang pada dasarnya selalu mencatat setiap pertemuan harus ikut menunda penilaian dari pak Yixing. Tentunya itu karena teman sekelasnya.

[✓] MONOCHROME (TELAH TERBIT)Onde histórias criam vida. Descubra agora