03. I Want To Say Something

284 64 156
                                    

"Enggak mau mampir dulu, Dob?" Sambil memakai kembali helm yang kuberikan padanya, Dobby menggeleng pelan, sedikit mengibaskan rambut lebatnya yang basah akibat diterpa hujan sepanjang perjalanan.

Anak bermarga Kim itu tersenyum manis padaku, merekatkan kembali tali helm di kepalanya.

"Buruan masuk, kamu kedinginan," katanya sambil menatap aku dengan tatapan lurus.

"Tapi kamu juga kedinginan."

"Aku baik-baik aja, Jung Ara." Dobby kembali terkekeh.

"Tapi, Dobby---"

"Aku duluan. Salam buat Haruto." Dobby memotong ucapanku, menancap gas motor dan melaju kencang. Dobby pergi sebelum aku mengucapkan kata terima kasih padanya. Sepertinya anak itu sedang terburu-buru atau malah sedang menahan rasa kedinginan yang menghinggapi dirinya.

Aku sempat melihat bibir Dobby bergetar, dia kedinginan tetapi, enggan untuk menerima tawaran dariku. Jika dia ingin mampir, mungkin akan kusiapkan secangkir cokelat panas untuk menghangatkan dirinya. Karena jujur, Dobby sudah kuanggap seperti sahabat.

Kuhembuskan napas pelan sambil menatap kepergiannya yang semakin kecil di hadapanku. Sampai dia menghilang dari pandangan, kuputar tubuh untuk membuka pagar rumah yang basah ulah air hujan yang hingga kini masih mengguyur kota. Hanya sebuah rintikan kecil tetapi, mampu membuatku menepi dengan segera untuk menghindari basah yang berkepanjangan.

Namun, langkahku terhenti seketika. Satu hal yang pertama kali kulihat, ada seonggok motor yang tidak asing bagiku. Motor berwarna merah yang terparkir jelas di halaman rumahku. Basah, sepertinya sudah berada di sana sejak lama.

"Kenapa hujan-hujanan?"

Bias suara itu membuat aku mendongak. Sejurus kemudian, aku memutar bola mata malas sembari duduk di teras rumah untuk melepas kaos kaki dan sepatu yang sudah sangat basah. Bahkan kurasa air hujan sudah menggenang di dalam sepatuku.

"Ra---"

"Karena nggak terang," jawabku sembari menenteng sepatu dan meletakkannya di sudut rumah.

Kudengar, Haruto membuang napas pelan, kemudian berdiri tepat di hadapanku. Aku menatapnya dengan kepala mendongak, menatap dia dengan tatapan tidak suka karena menghalangi jalanku. Tubuhnya yang tinggi membuatku sedikit berjinjit untuk membalas tatapan tajam darinya.

"Kenapa bisa bareng dia?"

"Dia siapa?"

"Dobby."

"Bus nya nggak ada."

"Kenapa harus Dobby?"

"Adanya cuma dia."

"Terus kamu nggak ada niatan mau pesan taxi gitu? Kenapa harus bareng Dobby?"

Pertanyaan beruntun dari Haruto membuatku menatapnya semakin sinis. Entah apa yang saat ini ada dalam pikiran Watanabe Haruto. Detik ini juga dia semakin memperburuk suasana hatiku. Aku yang memang kedinginan dan jengkel dengannya, ditambah dengan dia yang bersikap seperti ini membuatku ingin menampar wajah tampan itu.

"Penting gitu kamu nanyain itu sekarang?" kalimatku ini berhasil membuat Haruto terdiam sesaat. Menatap wajahku dengan wajah datar.

[✓] MONOCHROME (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now