10. Be With You

158 36 237
                                    

Layaknya bumi yang rela menunggu hujan, atau bahkan hujan yang merasa nyaman dengan petir. Begitu juga aku yang suka dan nyaman setiap berada di dekatmu.
.
.
.





























Hanya sebuah kalimat singkat yang mampu membuatku terpaku dalam detik yang berlalu. Menatap lurus kedua manik bening nan indah milik Dobby. Anak lelaki bermarga Kim itu juga sama denganku, membalas tatapan mataku dengan senyum yang masih terukir jelas disana. Senyuman tipis, tetapi begitu khas dengan dia.

Setelah angin berlalu pergi, berhembus pelan hingga mengusik setiap helaian rambutnya. Sedikit berantakan dan menutupi sorot mata Dobby. Pemuda itu kembali tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putih dan rapih miliknya.

Perlahan namun pasti, tangan Dobby terulur di hadapanku yang masih setia membeku. Diam dalam hening yang menyapa.

"Ayo, pulang. Ini udah sore." Dobby bersuara. Menorehkan senyuman manis yang tulus.

"Kamu kenapa bisa ada disini?" bukannya menanggapi ucapan Dobby, aku malah melontarkan pertanyaan padanya. Mempertanyakan keberadaan dirinya saat ini.

Sejenak, Dobby terdiam, kemudian menatapku dengan sebelah alis terangkat. "Aku nggak sengaja lewat dan lihat kamu. Nggak salah 'kan kalo aku mampir?"

"Katanya kamu capek nunggu. Berarti kamu disini udah lama dong?"

Dobby tercekat. Ekspresi wajahnya berubah ketika aku mengucapkan kalimat tadi. Raut wajah imut dengan pipi tembam itu terlihat bingung, tetapi juga lucu dalam waktu bersamaan.

Dobby selalu berhasil membuatku gemas hanya karena melihat ekspresi bingung yang dia perlihatkan.

Kudengar, Dobby terkekeh. Menatapku sambil mengusap tengkuknya.

"Nggak apa. Aku udah biasa nunggu," katanya. Aku hanya mendecih pelan.

"Kak Ara, aku duluan."

Astaga. Sampai lupa jika aku tidak sedang berdua bersama Dobby. Aku melupakan Inhong yang ternyata masih belum beranjak pergi dari tempatnya.

Kulambaikan tangan sambil tersenyum menatap Inhong yang perlahan menghilang dari pandanganku. Menyisakan aku dan Dobby disini, diam tanpa kata. Hanya bergeming, menikmati hangatnya hembusan angin sore yang menyapa.

"Haruto nggak bisa jemput." hingga suara Dobby kembali membuatku menatap kedua netra bening itu. Menatapnya dengan alis menukik tidak percaya.

Pagi tadi Haruto mengantarkan aku ke sekolah dan mengatakan bahwa dia akan menjemputku lagi. Haruto bahkan bersumpah dan berjanji akan menjemputku tepat waktu. Tetapi...

"Kamu nggak lihat pesan dari Haruto?"

Sial. Aku baru menyadari jika ucapan Dobby ada benarnya juga. Membuatku buru-buru merogoh saku almamater sekolah dan menatap benda pipih yang sekarang ada dalam genggaman.

Bodoh. Aku tersenyum tipis, namun terasa miris. Kutatap pesan singkat dari Haruto 1 jam yang lalu. Sepertinya aku terlalu sibuk sehingga tidak sempat untuk sekedar menatap cahaya ponsel. Materi persiapan olimpiade membuatku lupa akan rasa peduli.

[✓] MONOCHROME (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang