19. Penghianat

385 63 8
                                    

Satu jam, dua jam, Dava masih belum mendapat kabar apa-apa dari mamanya. Elisa bahkan tak menjawab belasan panggilan darinya. Apalagi Alvin, sudah dua puluh kali dia menghubunginya tapi tak ada yang dijawab sama sekali. Dava yang mulai tak sabar memutuskan untuk pergi. Ia menaiki motor ninja warna hitam yang jadi kepunyaannya sejak datang ke tempat ini, lalu segera melajukannya keluar area rumah.

Dava sebenarnya tak tahu harus ke mana. Jika tadi Dani yang merupakan teman dekatnya saja tak tahu, dia harus bertanya pada siapa lagi? Sampai kemudian tiba-tiba dia teringat teman lamanya Leo. Pemuda itu mungkin tahu sesuatu. Ia kemudian menghentikan motor di pinggir jalan untuk menghubungi temannya itu.

Terjawab.

Untunglah. Dava sudah berpikiran buruk jika semua orang sengaja mengabaikan panggilan darinya.

"Halo, Dav. Kenapa?"

"Bisa ketemu sekarang?"

"Oh? Eung ... boleh. Gimana kalau di warkop yang—"

"Di rumah lo aja."

"Apa?"

"Kenapa kaget? Gue juga udah lupa di mana rumah lo. Bisa kan?"

Sejenak tak ada suara apa pun. Leo terdiam cukup lama. Lalu satu menit kemudian dia kembali menyahut.

"Oke boleh. Gue kirim alamatnya."

Panggilan terputus. Setelah itu muncul pesan yang menunjukkan alamat rumah Leo. Tanpa pikir panjang Dava segera pergi.

Setelah menempuh 20 menit perjalanan Dava berhenti di depan sebuah rumah mewah yang pasti akan menarik perhatian orang-orang karena berada di antara rumah-rumah minimalis. Rumah itu bahkan lebih besar dari rumahnya, ia jadi ragu apa benar ini rumah temannya itu? Karena dulu dia pernah sekali ke rumah Leo, tapi rumahnya tak besar ini.

Dava turun dari motor, menghampiri pagar sebelum kemudian menekan bel yang tertutup tumbuhan rambat. Meski megah, halaman rumah ini terlihat tak terawat. Leo muncul dengan cepat. Segera membuka gerbang dan menyuruh Dava memasukan motornya ke pelataran rumah.

"Ini ... rumah lo?"

"Bukanlah, orang miskin kek gue mana bisa punya rumah sebagus ini." Leo menjawab sambil tertawa. Ternyata dugaan Dava benar.

"Terus ini rumah siapa?"

Leo membuka pintu, lalu berkata lagi. "Rumah orang yang nampung gue."

"Siapa?"

"Seseorang yang ... buat gue bergantung sama dia."

"Apa? Coba jelasin yang bener." Dava mengernyit tak paham. Mengurungkan niat untuk duduk di sofa.

Leo tertawa sembari menekan pundak Dava agar duduk."Mending jangan penasaran sama gue. Sekarang lo kasih tau tujuan lo ke sini apa?"

Dava jelas tahu jika Leo tak mau membahasnya. Ia mencoba mengerti dan memilih langsung pada tujuannya ke sini. "Rey pergi dari rumah sejak pagi. Gue sama mama udah berusaha cari dia, tapi sekarang mama juga malah gak bisa dihubungi."

"Dia kabur? Kalian berantem lagi ya?"

Dava menghela napas. "Bisa dibilang begitu ... tapi sebenarnya Rey sendiri emang udah agak aneh. Dia ngomong ngelantur gak jelas, lalu tiba-tiba ngusir gue dari rumah."

DARKSIDEWhere stories live. Discover now