16. Pembohong

406 76 12
                                    

"Bukan Rey, tapi .... mama. Mama pelakunya."

Setelah kalimat itu terucap, selama satu menit hanya keheningan yang menjalar di sana. Tubuh Dava dan Alvin melemas di tempatnya masing-masing, sementara Elisa masih menunduk dengan kedua jari tangan saling bertaut.

Dava tak bisa mempercayainya. Sejak dulu Dava curiga pada Alvin karena anak itu punya kebiasaan yang buruk dan ditambah oleh sikap papa sangat kasar padanya. Semua itu sudah cukup jadi alasan kuat untuk Alvin menghabisi nyawa papanya, kan?

Namun, bagaimana bisa justru Elisa yang membunuhnya?

"Mama ... pasti bohong, kan?"

Elisa menggeleng. "Maaf, Dava."

Pemuda itu masih tak percaya. Dia melirik Alvin yang masih membeku di ambang pintu. Tiba-tiba berteriak memanggilnya. "Rey! Tolong bilang kalo mama bohong!"

Elisa menoleh cepat. Matanya melebar karena baru menyadari kehadiran putranya. Ia segera bangkit, berjalan menghampiri Alvin, akan tetapi pemuda itu langsung mundur menjauh dan membuat langkah Elisa berhenti.

"Maafin, mama, Rey ...." Ia berkata lirih, mendekat sedikit demi sedikit.

"Jangan mendekat, Ma." Alvin berkata dingin. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apa pun.

Dava bangkit dari tempatnya, ikut mendekat dan berhenti di samping Elisa. Ia menatap tepat pasang mata Alvin. Dalam hati berharap jika Alvin menyanggah pernyataan Elisa tadi, lalu mengaku jika pelakunya adalah dirinya sendiri. Ia benar-benar tak mau tenggelam dalam penyesalan paling buruk terhadap adiknya sendiri.

"Mama bohong, kan, Rey?" Dava bertanya lirih. "Lo ... pelakunya, kan?"

"Dava!" Elisa membentak. "Jaga bicaramu itu."

Dava tak terpengaruh, tetap menatap Alvin di sana. Hingga kemudian raut wajahnya menurun drastis saat dia melihat air mata mengucur dari kedua pasang mata adiknya itu. Mengalir deras sampai matanya memerah.

Elisa segera maju mendekat dan memeluk erat Alvin, membuat tangis pemuda itu semakin kencang. "Aku udah ingat ...." Alvin berkata lirih. Napasnya tercekat sampai dia tak mampu berkata-kata lagi.

"Maafin mama, Rey, maafin mama." Tangis Elisa perlahan jatuh, tapi ia berusaha menegarkan diri agar tak sampai terisak.

Sementara itu di tempatnya Dava masih bergeming menatap kedua orang itu dengan tatapan kosong. Detik kemudian dia tertunduk dan tersenyum miring, sembari bertanya-tanya tentang siapa yang sebenarnya pantas bersedih sekarang?

Bukankah seharusnya dirinya yang merasa paling sedih?


***

Alvin tak masuk sekolah selama dua hari dan tanpa keterangan apa pun. Dani yang merupakan sahabatnya pun tak mendapat kabar apa pun dari Alvin, bahkan sejak pulang sekolah terakhir Alvin tak menghubunginya sama sekali.

"Sebenarnya Alvin itu ke mana sih? Gue kira kemarin dia bakal sekolah, karena biasanya dia gak pernah bolos sampe dua hari berturut-turut gini."

"Aneh juga karena dia gak kasih keterangan apapun selama dua hari ini? Dani juga gak tahu dia ke mana?" Rania menimpali. Sama penasaran.

Fira menggeleng. "Dani juga gak tahu sama sekali. Rencananya gue mau minta anter Dani ke rumah Alvin pulang sekolah. Lo mau ikut?"

"Enggak deh."

DARKSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang