26. Rahasia terungkap

627 93 36
                                    

"Jadi ... vampir itu beneran ada ya?" Dava bergumam pelan. Ia melirik Alvin yang berdiri di sebelahnya, tersenyum miring. "Dan lo juga bagian dari mereka."

Alvin tak menimpalinya. Setelah pingsan lima jam, ia baru siuman satu jam lalu. Setelah itu juga dia tak mengatakan apa-apa karena Dava langsung menjelaskan kejadian sebelumnya. Dava juga bilang jika Elisa pun masih belum kembali setelah menghilang bersama vampir bernama Yonas itu.

"Semua ini masih terasa gak masuk akal buat gue, Rey. Gue gak terima kalau selama ini gue udah ditipu oleh makhluk seperti kalian. Kalau akan begini jadinya, lebih baik gue gak pernah tau tentang identitas asli kalian."

Perasaan Alvin sedikit terluka saat Dava mengatakan dia sudah ditipu. Ia menunduk lesu, masih memilih diam dan mendengarkan keluhan Dava.

"Sekarang gue sadar kenapa dulu lo sering buat gue terluka. Mungkin itu memang insting lo, kan? Lo pasti pengen gigit gue, tapi lo terpaksa nahan diri selama ini. Selain itu gue jadi penasaran tujuan mama menikah sama papa itu apa? Apa papa tau kalau mama bukan manusia? Atau sampai akhir hayatnya pun papa masih tertipu?"

"Kak! Tolong ... jangan bilang mama penipu." Alvin akhirnya bersuara. Ia sudah tak tahan lagi. "Maaf kalau lo ngerasa ditipu, maaf juga karena lo mengalami semua ini. Mama emang menyembunyikan soal identitas dirinya dan gue selama ini, tapi ... mama gak bermaksud nipu siapa pun. Perasaannya tulus, dia tulus mencintai papa, dia juga tulus merawat Kak Dav yang bukan anak kandungnya."

Tangan Dava mengepal di sisi tubuh. "Kalau mama tulus, kenapa mama bunuh papa? Kenapa dia tega melakukan itu?"

Alvin menelan ludah. Bukan mama pelakunya, tapi Alvin. Ia seharusnya bisa meluruskan kesalahpahaman ini, akan tetapi lidahnya kelu. Ujung-ujungnya dia kembali bungkam. Alvin terlalu pengecut untuk mengakui dosanya.

Melihat Alvin yang terdiam, Dava mendecih samar. "Seharusnya ... mereka gak pernah menikah sejak awal. Hidup gue pasti akan lebih tentram, lo juga gak perlu merasakan penderitaan karena dilahirkan sebagai makhluk mengerikan seperti itu."

Lagi-lagi ucapan Dava menusuknya. Namun, di sisi lain Alvin pun setuju dengan ucapan Dava. Seandainya saja hubungan terlarang itu tak terjadi, Alvin tak akan lahir dan menjadi sebuah kutukan. Alvin tak akan semenderita ini, Alvin pun tak akan diburu vampir lain yang mencari keabadian dengan darahnya. Tak ada kekacauan, semua akan damai tanpa saling mengusik.

"Seharusnya begitu..." Alvin bergumam pelan. "Sebenarnya gue juga baru tahu identitas gue baru-baru ini, gue gak langsung sadar sejak awal. Lalu gue juga bukan sepenuhnya vampir, melainkan setengah manusia. Maaf kalau gue sering buat lo terluka ... mungkin lo bener, semua itu karena insting gue. Gue belum bisa mengendalikannya."


"Waktu itu lo pernah minta gue pergi dari rumah ini, lo juga bilang kalau lo berbahaya. Gue waktu itu gue pikir lo cuma ngelantur karena lagi sakit, tapi sekarang ... gue paham alasannya. Apa saat itu lo baru sadar siapa diri lo?"

Alvin mengangguk. Tersenyum sumir. "Harusnya ... lo turuti permintaan gue dan segera pergi. Gue gak mau lo sampai tau siapa gue, gue takut dibenci lagi. Walau sayangnya sekarang lo udah tau semua. Jadi ... apa sekarang lo benci sama gue?" tanya Alvin, menatap Dava dengan sorot mata sedih.

Dava membalas tatapan Alvin sejenak, berpikir dan mencoba menilai perasaannya saat ini. "Gue gak tau, yang jelas gue marah dan kecewa banget."

"Kalau lo mau pergi dari sini, gue gak akan cegah. Biar bagaimana pun akan berbahaya kalau lo terus di sini, mereka gak akan segan lukai lo. Sekarang memang baru satu orang yang menyerang, tapi setelah ini ... gue rasa akan lebih banyak orang yang datang."

DARKSIDEजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें