24. Cemburu

432 77 12
                                    

"Jika vampir mati, jasadnya hanya akan menghilang setelah dikuburkan, bukannya langsung hilang begitu saja. Akan tetapi, ada pengecualian lain."

Elisa terdiam sejenak untuk menghela napas berat. Alvin yang tak sabaran bertanya cepat, "Kecuali apa, Ma?"

"Jika senjata yang membunuhnya adalah benda pusaka." Elisa menatap putranya yang terlihat tegang di sampingnya. "Dan hanya orang-orang tertentu yang bisa memilikinya."

Alvin menelan ludah. "Contohnya si utusan?"

Tanpa ragu Elisa mengangguk. Elisa bukan hanya curiga, dia bahkan sudah yakin sekali jika orang yang menyelamatkannya kemarin adalah si utusan. Elisa benar-benar tak menyangka akan melihat orang itu langsung. Sebenarnya apa tujuannya menunjukan diri dan bahkan menyelamatkan nyawanya? Bukankah akan lebih mudah menyerang Alvin jika dirinya tak ada? Sebenarnya apa tujuan dia?

"Jadi ... orang yang tolong mama kemarin itu adalah si utusan?"

Elisa menelan ludah. Mengangguk pelan. "Kemungkinan besar dia."

"Tapi kenapa? Kenapa dia peduli sama mama?"

"Entahlah, Rey. Itu juga yang jadi pikiran mama semalaman. Mungkin ... dia punya tujuan lain."

"Tujuan yang buruk?"

Elisa menggeleng. Mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Alvin. "Mama gak tau, tapi sebaiknya kamu lebih waspada. Sekarang kamu cepatlah bersiap untuk sekolah. Bangunkan Dava juga," katanya, kemudian pergi meninggalkan kamar Alvin.

***

"Vin gue bingung sama soal nomor 15 dan 17. Lo pake rumus yang mana buat ngerjainnya?" Fira bertanya pada Alvin saat mereka tengah belajar bersama di perpustakaan setelah pulang sekolah. Mengingat lomba Matematika yang akan dilaksanakan mereka berdua tinggal seminggu lagi.

Namun, pemuda yang ditanya ternyata tak mendengarkan dan malah sibuk melamun. Sontak membuat Fira geram dan memukul bahunya keras.

"Aduh, sakit! Kenapa mukul sih?" Alvin berseru kaget, ia mengusap bahunya yang berdenyut sembari memasang wajah cemberut.

"Jangan ngelamun. Fokus dong!"

"Iya sorry. Lo tanya sesuatu sama gue?"

"Gak jadi! Dah males."

"Lah ngambek." Alvin mendengus. "Lo tau gak sih, lo itu satu-satunya cewek yang paling sering ngambek sama gue, bahkan melebihi mama gue."

"Hah mana mungkin." Fira mendengus tak percaya.

"Beneran, mama gue tuh orangnya lembut dan baik banget. Dia jarang marahin gue, kadang-kadang aja kalau marah besar."

"Wah, beruntung banget lo. Gue setiap hari kena omel ibu gue mulu, jadi mungkin itu sifat turunan dia ke gue," balas Fira, menyeringai.

Alvin tersenyum lebar sekilas, tapi kemudian terdiam lagi. Apa benar Alvin beruntung punya ibu seperti Elisa? Dulu dia memang merasa begitu, tapi kini ... setelah dia tahu siapa sosok Elisa sebenarnya, apa dia masih bisa berbangga seperti itu?

Tidak mungkin. Jangankan bangga memiliki ibu seperti Elisa, kini Alvin bahkan berharap jika sebaiknya ia tak pernah dilahirkan saja.

"Vin."

"Ya?"

"Tuh kan lo ngelamun lagi."

Alvin terkekeh. "Mana ada. Ini gue langsung nyahut kan, gue masih sadar."

DARKSIDEWhere stories live. Discover now