22. Tolong jaga Rey

395 70 1
                                    

Minggu pagi kali ini Elisa, Alvin, dan Dava sibuk melakukan operasi bersih-bersih rumah. Sudah lama sejak terakhir kali Elisa melakukan pembersihan besar-besaran seperti ini, akhirnya dia bisa menyempatkan waktu lagi-yang lebih terasa spesial karena ada Dava juga. Walau hubungannya dengan Dava masih belum membaik, setidaknya Elisa tetap bersyukur karena Dava ada di sini sekarang.

"Dava."

Saat Elisa memanggil, pemuda itu tengah mengerok lumut di permukaan dinding bekas kolam ikan di samping rumah. Meski dia tak ahli memelihara hewan, tapi dia berniat ingin mengisi kolam ini lagi, sayang sekali jika dibiarkan kosong terus menerus. Alvin pun juga langsung setuju saat Dava memberitahu rencananya itu.

"Dava."

Lagi-lagi panggilan itu terdengar. Sama seperti yang pertama, Dava tak berniat membalas sama sekali. Dia justru semakin sok sibuk dan menghindar ke sisi kolam yang lebih jauh dari tepian di mana Elisa berada.

"Dava, mama ingin bicara sebentar sama kamu." Masih tak ada balasan.

Elisa mulai geram. "Dava!!!" Kali ini dia berseru keras, membuat Dava terkejut dan langsung menoleh sehingga tatapan mereka jadi bertemu.

Dava melihat sorot marah dari mata Elisa, sorot mata yang tak pernah Elisa tunjukkan sebelumnya. Yang entah kenapa membuat Dava seolah tunduk dan tak bisa menghindar lagi.

"Kemari. Mama ingin bicara serius."

Pemuda itu menghela napas, kemudian mendekat, menyudahi ego yang menyuruhnya untuk terus menjauh. Ia lantas naik kembali ke tepian kolam, berdiri di depan Elisa seraya menunduk seperti seorang anak yang hendak dimarahi orangtua setelah berbuat nakal.

Elisa memegang kedua pundak Dava, berkata lembut, "Maaf mama sampai teriak. Tolong dengarkan mama dulu kali ini ya, Dava?"

Dava mengangguk tanpa sepatah kata apa pun. Elisa tersenyum senang. "Terimakasih, ayo kita ngobrol sambil duduk." Elisa berjalan lebih dulu ke belakang rumah, dimana ada dua kursi santai yang biasa digunakannya dengan Alvin saat quality time.

Dava duduk di kursi usang di samping Elisa. Menatap lurus ke depan, enggan untuk melihat ke arah Elisa yang sedang menatapnya.

"Jadi mau bahas apa?"

"Soal Rey."

Dava menoleh. "Ada apa sama Rey?"

Elisa tersenyum, tapi Dava jelas tahu jika itu bukanlah senyum yang menyiratkan rasa bahagia. "Sebelumnya mama minta maaf soal ... dosa mama kepada papa kamu. Itu adalah sebuah kesalahan yang besar," kata Elisa penuh penyesalan.

Pemuda yang dimintai maaf justru mendecih kasar. Mendadak raut wajahnya jadi mengeruh. Dia membenci pembahasan itu. "Mama juga pasti tau kalau aku gak akan maafin mama apapun alasannya. Jadi gak perlu basa-basi dan langsung aja ke intinya. Kenapa sama Rey?"

Elisa mengangguk lesu. "Iya ... mama ngerti. Soal Rey, mama minta tolong kamu supaya bantu mama buat jagain dia."

"Jagain?" Pemuda itu melirik Elisa dengan dahi mengerut. "Buat apa?"

"Kamu ingat kan kejadian saat Rey kabur? Saat ini Rey sedang dalam situasi yang sulit. Mental dan fisik dia sedang buruk, mama cuma berharap supaya kamu bisa lebih memperhatikan dia."

"Memang mama mau ke mana? Kenapa tiba-tiba mama minta bantuan kayak gini?"

Elisa malah tersenyum. "Mama gak ke mana-mana. Mama minta bantuan kamu karena mama mungkin akan lebih sibuk dari biasanya nanti. Jadi tolong awasi saja Rey, di rumah, di sekolah, dan dimana pun Rey berada. Jangan biarin dia sendiri, jangan biarin dia menghilang dari pengawasan kamu dalam waktu yang lama."

DARKSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang