5. Ciuman pertama

786 106 3
                                    

"Cabe rawit!"

Saat memasuki kelas Dani langsung berlari dan menghampiri Fira yang sedang asyik menggambar di belakang buku catatannya. Ia tersenyum lebar, menumpu kedua tangan di meja sambil memperhatikan Fira lekat.

Gadis berambut sebahu itu mendengus sebal. Mengangkat wajah membalas tatapan Dani dengan sinis. "Berhenti panggil gue cabe rawit!"

"Kan cocok sama lo. Sama-sama pedes di mulut." Dani tertawa, seketika langsung mendapat karma dari pukulan buku yang dilayangkan Fira dengan bertubi-tubi. "Oy, sakit!"

"Jangan ganggu gue, sana pergi!"

"Jangan gitu dong, Sayang."

Fira melotot, memasang wajah garang. "Lo mau mati?"

Dani tertawa lagi. Seru sekali jika sudah menjahili gadis itu. Tak seperti gadis lain yang jika ia jahili akan jadi baper, Fira malah akan memukul, mengumpatinya, atau ... memasang wajah garang yang menyeramkan itu.

"Sorry, sorry. Tolong jangan pasang muka kayak gitu, lo beneran nyeremin, Fir." Dani terkekeh pelan. "Tadi gue ketemu Bu Ani, dia bilang suruh manggil lo ke ruang guru, dan bawa sapu juga."

"Bilang daritadi! Tapi ngapain bawa sapu?" Fira mencibir, menutup buku kasar. Dani membuang waktunya.

"Ya gak tau, kan suruh Bu Ani," ucap Dani sambil mengangkat bahu pelan.

Fira memicingkan mata pada Dani. Merasakan aura-aura tak mengenakan. Boleh jadi manusia itu menjebaknya.

Dani jadi ikut mendelik, menyentil dahi Fira pelan. "Gitu amat liatinnya. Nanti kalo ada yang baper gimana?"

"Najis!" Fira berdiri dan balas mendorong dahi Dani dengan keras. Lalu melengos mengambil sapu yang tergantung di pojok belakang kelas.

"Awas lo kalo ngerjain gue. Gue gak akan segan geprek lo pake sapu."

Dani tersenyum mengangguk. Fira melenggang pergi, Dani memperhatikannya. Mengulum senyum diam-diam.

Meski merasa aneh Fira tetap membawa sapu ke kantor guru. Ia menghampiri salah satu meja di kantor. Kebetulan Bu Ani sedang ada di mejanya sekarang. Ia menyapa dengan ramah, "Ibu manggil saya?"

Bu Ani yang sedang sibuk membuka-buka laci hanya menjawab sekenanya tanpa menoleh, menyuruh Fira untuk duduk.

Gadis itu menurut, mendudukan diri di kursi yang tersedia di depan meja Bu Ani. Tepat di samping seseorang yang sudah di sana lebih dulu.

Fira meliriknya. Memasang wajah malas. Sementara Alvin, pemuda itu justru menyengir dengan wajah sumringah.

"Apa cengar-cengir?"

Alvin menggeleng. "Seneng aja, karena lo yang bakal jadi partner gue."

"Partner?"

Fira hendak mempertanyakan kebingungannya. Namun, ternyata Bu Ani langsung peka dan menjelaskan maksudnya memanggil gadis itu ke kantor.

"Ibu pengen kamu sama Alvin ikut lomba olimpiade Matematika. Kamu mau kan, Fira?" tanya Bu Ani sembari menaruh tumpukan kertas soal. Dan kembali duduk di kursinya.

"Saya? Berdua sama Alvin?"

Bu Ani mengangguk. "Tadi Alvin ngajuin kamu buat jadi partner Alvin. Dan ibu setuju, nilai Matematika kamu bagus."

"Yap, kita bakal jadi perpaduan yang epik." Alvin menimpali asal. Membuat Fira diam-diam mendelik

"Boleh, Bu. Dengan senang hati." Fira menjawab dengan senyuman manis.

DARKSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang